Langsung ke konten utama

Ternyata, Hidup di Kampung Sibuk



Catatan: Yant Kaiy

Saya menikah dengan seorang gadis di Dusun Sempong Barat Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Sebagai warga pendatang di daerah yang mayoritas penduduknya sebagai petani lahan kering, saya harus bisa beradaptasi dengan lingkungan. Mesti pintar-pintar mengatur waktu.

Kesibukan saya saban hari kian bertambah saja di tengah-tengah mengelola website apoymadura.com. Dengan berat hati saya harus mengundurkan diri dari berbagai kegiatan sosial, seperti organisasi kemasyarakatan atau perkumpulan tiap minggunya. Karena istri dan anak saya butuh makan. Buat apa sibuk kalau tidak ada pendapatan.

Berikut kegiatan saya setiap hari:

1. Habis shalat subuh, saya mencuci semua pakaian istri dan kedua anak yang masih kecil. Sedangkan istri memasak, menyapu dan mencuci perabot dapur.

2. Selanjutnya saya menyiapkan pakaian seragam sekolah anak sulung. Yang kecil saya mandikan. Istri menghidangkan sarapan.

3. Pukul 6.30 WIB kami berangkat mengajar (sebagai guru honorer di salah satu SDN di Kecamatan Pasongsongan) mengendarai sepeda motor berjarak 5 kilometer.

4. Pulang mengajar saya menulis apa saja untuk media online sendiri hingga sore. Sehabis shalat ashar, istri menyabit rumput pakan sapi dan saya mencangkul atau memberi pupuk pada tanaman jagung atau ketela pohon.

5. Sehabis shalat magrib biasanya menulis lagi. Kadang saya mendapat undangan selametan (tradisi ritual umat muslim di kampung) dari tetangga. Kalau lagi mood bagus, biasanya menulis kembali sampai dini hari. Atau membikin konten video buat sosial media penunjang tulisan. Rata-rata saya beristirahat tiga jam per hari. Sudah menjadi kebiasaan mulai sebelum menikah.

Sesekali saya hunting berita tidak jauh dari tempat tinggal. Jadi aktivitas rutin lainnya dipending dan disatukan pada keesokan harinya. Terpaksa berselancar di dunia maya pun dikurangi, walau banyak teman-teman protes via sosial media. Saya tidak menghiraukannya.

Inilah konsekuensi logis menjadi penulis masa kini. Sabar dan ikhlas walau tidak mendapat uang sepeser pun. Semua saya lakukan karena panggilan jiwa semata.

Dalam hati yakin sepenuhnya, bahwa pada saatnya kelak karya kita akan bisa berbicara di seluruh penjuru dunia.[]







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p