Postingan

Menampilkan postingan dengan label Opini

"Raja Kecil" Miskin Gagasan, BUMDes Jadi Pajangan

Gambar
Hampir di seluruh penjuru negeri, pengangguran masih jadi wajah nyata desa.  Ironisnya, para "raja kecil" (kepala desa) seolah nyaman duduk di balik meja tanpa solusi.  Padahal pemerintah pusat sudah berkali-kali mengucurkan anggaran besar ke desa, bukan untuk dibagi-bagi dalam bentuk proyek mercusuar, tapi untuk membangun kesejahteraan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes sejatinya adalah senjata pamungkas untuk menggairahkan ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, dan membuat desa tak lagi tergantung pada kota.  Tapi apa yang terjadi? Banyak BUMDes justru mati suri, tidak punya arah, bahkan ada yang hanya numpang nama di baliho kantor desa. Kegagalan ini tak lain karena mayoritas "raja kecil" miskin gagasan dan takut mengambil risiko.  Mereka hanya menjalankan roda pemerintahan sebagai rutinitas, bukan sebagai ladang inovasi.  Dana desa yang melimpah tak diolah jadi kekuatan ekonomi, tapi dihabiskan untuk proyek jangka pendek yang tak menyentuh inti ...

Kepala Desa dan BUMDes: Antara Anggaran dan Pengangguran

Gambar
Sudah bukan rahasia, hampir di pelosok negeri, kepala desa belum mampu memberikan solusi konkret terhadap persoalan pengangguran di wilayahnya.  Padahal pemerintah pusat tidak pernah absen menggelontorkan anggaran ke desa, bahkan dengan jumlah tak sedikit.  Tujuannya jelas: Demi kesejahteraan seluruh warga desa, salah satunya melalui pengembangan BUMDes. BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) adalah alat yang disediakan negara agar desa bisa mandiri secara ekonomi.  Dengan BUMDes, desa bisa menggali potensi lokal, membuka lapangan kerja, dan menggerakkan roda perekonomian warga.  Sayangnya, potensi ini stop di atas kertas.  Banyak BUMDes yang dikelola setengah hati, asal-asalan, bahkan tak berjalan sama sekali. Mengapa ini terjadi? Karena banyak kepala desa tidak memiliki visi kewirausahaan.  Dana desa habis buat program seremonial atau infrastruktur jangka pendek, bukan untuk membangun ekonomi berkelanjutan.  Padahal, jika BUMDes dikelola serius, penganggura...

BUMDes: Harapan Ekonomi Desa yang Sering Terlupakan

Gambar
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sejatinya adalah tulang punggung ekonomi lokal yang lahir dari desa, oleh desa, dan untuk desa.  Dirancang sebagai mesin penggerak perekonomian, BUMDes memiliki potensi besar untuk mengelola aset desa, membuka lapangan kerja, dan menyediakan layanan yang dibutuhkan masyarakat.  Sayangnya, potensi itu seringkali hanya tinggal konsep indah di atas kertas. Jika BUMDes benar-benar dikelola secara profesional, transparan, dan berkelanjutan, maka desa tak perlu lagi menggantungkan harapan pada kota besar atau negara lain.  Warganya tidak harus pergi merantau, meninggalkan tanah kelahiran demi sesuap nasi. Urbanisasi bahkan bisa ditekan, dan desa akan tumbuh jadi pusat ekonomi mandiri yang kuat. Tapi faktanya, banyak BUMDes yang jalan di tempat, macet karena salah urus, atau bahkan hanya formalitas tanpa kegiatan nyata.  Padahal, BUMDes bisa jadi amunisi terakhir bagi desa agar tidak kehilangan generasi mudanya. Sudah waktunya BUMDes tidak ha...

BUMDes: Harapan Emas yang Dikelola Asal-asalan

Gambar
BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) sejatinya jadi motor penggerak ekonomi desa, bukan sekadar papan nama di kantor desa yang berdebu.  Dirancang guna menggali potensi lokal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan warga, BUMDes sejatinya adalah "badan usaha rakyat" paling dekat dengan denyut kehidupan desa. Sayangnya, banyak BUMDes mandek di tengah jalan. Pemerintah sudah membuka ruang luas bagi desa untuk mengelola usahanya sendiri. Tapi banyak BUMDes tidak punya arah bisnis jelas, tidak transparan, bahkan jadi ladang kepentingan segelintir orang. Alih-alih menjadi solusi ekonomi, BUMDes malah jadi beban administrasi.  Aset desa dibiarkan menganggur, usaha yang dibentuk asal jalan tanpa kajian pasar, dan laporan keuangan pun sekadar formalitas.  Sementara masyarakat tetap miskin, pengangguran tetap tinggi, dan impian mandiri ekonomi desa hanya jadi slogan. BUMDes bukan tidak bisa berhasil. Tapi selama manajemen masih dikuasai kepentingan pribadi, bukan ke...

Surat Menteri PANRB: Hadiah atau Hukum Mati untuk Honorer R4?

Gambar
Surat Menteri PANRB Nomor B/825/M.SM.02.00/2025 terdengar seperti angin segar bagi para honorer non-ASN yang tak tercatat di database BKN.  Disebut-sebut sebagai bentuk penghargaan, surat ini membuka peluang bagi kategori R4 mengikuti seleksi jalur khusus PPPK. Tetapi mari kita buka mata: Benarkah ini bentuk penghargaan, atau justru hukuman terselubung yang dibungkus rapi? Di atas kertas, syarat-syarat yang diajukan tampak logis: Aktif bekerja minimal sejak 31 Desember 2021, usia maksimal 56 tahun, pendidikan minimal D3/S1 dengan IPK minimal 2,75, dan tidak dalam masa pensiun.  Sekilas tampak adil. Tapi kenyataan di lapangan, khususnya di daerah seperti Kabupaten Sumenep, menunjukkan hal sebaliknya. Banyak honorer R4 yang kini sudah di ujung usia batas tersebut.  Jika seleksi kembali molor hingga tahun depan, mereka akan otomatis gugur, bukan karena tak layak, tapi karena waktu tak memihak.  Mereka tak pernah diberhentikan, tapi dibiarkan perlahan tenggelam oleh regu...

Bezetting: Ancaman Tersembunyi bagi Honorer R4

Gambar
Wacana bezetting mulai ramai dibicarakan di Kabupaten Sumenep pra seleksi kompetensi PPPK tahun 2024.  Bezetting, yang dalam konteks birokrasi berarti penghitungan dan penyesuaian jumlah pegawai berdasarkan kebutuhan riil formasi, kini menjadi sorotan.  Pemerintah pusat mendorong efisiensi di berbagai lini birokrasi, termasuk dalam struktur kepegawaian.  Tujuannya jelas: Mengefektifkan layanan publik dengan formasi yang tepat dan terukur. Tapi di balik kebijakan ini, ada kekhawatiran besar bagi tenaga honorer, khususnya kategori R4, mereka yang tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).  Nasib mereka kini seperti daun kuning di ranting yang rapuh: Tidak langsung digugurkan, tapi menunggu waktu untuk jatuh sendiri. Pemerintah memang tidak serta-merta akan merumahkan honorer R4.  Akan tetapi dengan bezetting yang akan diterapkan, peluang mereka untuk diangkat atau sekadar bertahan kian menipis.  Regulasi ini secara tidak langsung jadi penyarin...

Nasib Tenaga Honorer Kategori R4: Di Ujung Tanduk Tanpa Kepastian

Gambar
Tenaga honorer kategori R4, mereka yang tidak masuk dalam database BKN, kini berada dalam posisi yang kian terpinggirkan.  Meskipun pemerintah berulangkali menegaskan tidak akan serta-merta merumahkan mereka, kenyataannya keberadaan mereka ibarat daun kuning di ranting yang siap gugur oleh waktu. Tanpa kepastian status, harapan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) semakin menipis. Duh...  Ditambah ada wacana penerapan regulasi bezetting, yang membatasi formasi pegawai berdasarkan kebutuhan riil. Ini jelas jadi ancaman serius.  Ketika instansi mulai fokus hanya pada pegawai dalam database resmi, maka tenaga honorer R4 seolah hanya tinggal menunggu waktu untuk tersingkir secara perlahan. Ironisnya, mereka yang telah lama mengabdi justru tak mendapatkan ruang dalam skema penataan ASN yang dijanjikan pemerintah.  Di tengah janji reformasi birokrasi dan keadilan untuk semua abdi negara, tenaga honorer kategori R4 masih harus bertahan dalam ketidakpastian nasib. [Surya]

PPPK Paruh Waktu: Solusi Parsial yang Belum Menjawab Keadilan bagi Semua Honorer

Gambar
Pemerintah, melalui Keputusan Menpan RB Nomor 16 Tahun 2025, resmi membuka skema pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu.  Kebijakan ini disebut sebagai bagian dari langkah strategis untuk menyelesaikan penataan tenaga honorer sekaligus memperkuat pelayanan publik, terutama di sektor yang kekurangan SDM. Dalam skema ini, PPPK Paruh Waktu akan diangkat dengan masa kerja satu tahun (dapat diperpanjang), memiliki Nomor Induk PPPK dari BKN, dan tetap berstatus ASN meski bekerja tidak penuh waktu seperti PPPK reguler.  Dua kelompok honorer yang berhak atas skema ini adalah mereka yang: 1. Sudah mengikuti seleksi CPNS 2024 namun tidak lulus. 2. Sudah mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK 2024 namun tidak mendapat formasi. Secara administratif, keputusan ini tampak bijaksana. Akan tetapi yang dimaksud honorer di sini adalah mereka yang namanya sudah masuk dalam database BKN.  Dan dibalik kebijakan tersebut, muncul kegelisahan dari ribuan tenag...

Nasib Honorer R4 Masih Menggantung, Pemerintah Perlu Segera Bertindak

Gambar
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menegaskan bahwa penataan ASN 2024 difokuskan pada tenaga honorer yang telah terverifikasi dalam database BKN, sesuai amanat UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN.  Fokus ini membuat honorer kategori R2 dan R3 mendapat prioritas dalam rekrutmen PPPK. Akan tetapi, honorer R4 masih berada dalam ketidakpastian.  Mereka belum mendapat kejelasan status, padahal sebagian telah lama mengabdi.  Sambil menunggu kebijakan baru, opsi yang tersedia bagi mereka sangat terbatas: Menunggu regulasi baru, mengikuti rekrutmen berikutnya, atau beralih ke sektor pekerjaan lain. Kondisi ini menimbulkan keresahan. Pemerintah didesak segera memberikan solusi konkret dan kepastian hukum.  Menunda penanganan honorer R4 hanya akan memperpanjang ketimpangan dan mengabaikan kontribusi ribuan tenaga honorer di berbagai sektor pelayanan publik . [Surya]

Jabatan Tampungan PPPK: Antara Transisi dan Ketidakpastian

Gambar
Pengumuman seleksi administrasi PPPK tahap 2 tahun 2024 menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan honorer.  Banyak diantara mereka, termasuk dari kategori K2 dan non-ASN yang terdaftar dalam database BKN, dinyatakan lulus tapi ditempatkan dalam jabatan tampungan.  Hal ini menimbulkan kekhawatiran, terutama jika para honorer tidak lulus seleksi lanjutan akibat keterbatasan formasi yang tersedia.  Jika kelulusan seleksi menjadi syarat utama pengangkatan PPPK, bagaimana nasib mereka yang tidak lolos bukan karena kurangnya kompetensi, tapi karena formasi yang terbatas? Pemerintah sendiri pernah menyampaikan bahwa sebanyak 1,7 juta honorer dalam database BKN telah disiapkan NIP PPPK.  Oleh karena itu, penting agar jabatan tampungan benar-benar berfungsi sebagai transisi menuju pengangkatan, bukan jadi ruang tunggu tanpa kepastian. Kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan status honorer dinilai masih belum sepenuhnya tuntas.  Beberapa regulasi yang berjalan tumpang ...

Jabatan Tampungan PPPK: Harapan atau Jalan Petaka?

Gambar
Pengumuman seleksi administrasi PPPK tahap 2 tahun 2024 menimbulkan kebingungan.  Banyak honorer, termasuk K2 dan non-ASN dalam database BKN, justru dimasukkan ke dalam jabatan tampungan, kategori baru yang tidak ada dalam tahap 1. Persoalannya begini; jika mereka tidak lulus seleksi karena formasi terbatas, apakah mereka tetap punya harapan diangkat jadi ASN?  BKN menyebut kelulusan seleksi sebagai syarat mutlak. Tapi bagaimana jika yang jadi kendala bukan kompetensi, melainkan minimnya formasi? Bahkan pemerintah sebelumnya telah menyatakan, bahwa 1,7 juta honorer di database BKN sudah disiapkan NIP PPPK.  Maka, seharusnya jabatan tampungan bukan akhir, melainkan jembatan menuju pengangkatan.  Jangan sampai ini justru jadi jalan petaka yang menunda penyelesaian masalah honorer. Jika pemerintah sungguh serius, perbesar formasinya. Jangan gantungkan masa depan honorer pada sistem yang tak berpihak pada kenyataan di lapangan. [Surya]

PPPK Paruh Waktu 2025: Peluang Baru bagi Honorer R2 dan R3, R4 Harus Menunggu?

Gambar
Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024 yang digelar Badan Kepegawaian Negara (BKN) sesungguhnya memiliki dua misi penting.  Pertama, sebagai upaya konkret untuk mengakomodasi tenaga honorer agar diangkat jadi PPPK.  Kedua, sebagai sarana pendataan menyeluruh terhadap jumlah tenaga honorer di seluruh tanah air.  Langkah ini cukup strategis, tapi juga jadi cermin bahwa pemerintah mulai membuka mata terhadap persoalan  yang lama menghantui sistem birokrasi Indonesia.  Menariknya, hasil dari proses seleksi ini kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk skema PPPK paruh waktu.  Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menpan-RB Nomor 16 Tahun 2025.  Skema ini memberikan celah bagi peserta yang tidak lolos dalam formasi penuh waktu untuk tetap berkontribusi di jalur paruh waktu, dengan catatan mereka terdaftar di database BKN dan termasuk dalam kategori R2 atau R3. Bagi peserta dengan kode R4 atau R5, belum ada kejelasan. Mereka diminta b...

Jabatan Tampungan: Solusi atau Penundaan Nasib Non-ASN?

Gambar
Pemerintah memperkenalkan jabatan tampungan sebagai formasi sementara bagi tenaga non-ASN yang sudah terverifikasi dalam database BKN, namun belum mendapatkan penempatan aktif.  Tujuannya disebut sebagai masa transisi yang adil dan tertata, dengan dasar hukum yang kuat melalui Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2024 serta dua Kepmenpan RB tahun 2025. Namun, di balik kebijakan ini, muncul kekhawatiran: apakah ini solusi atau justru bentuk penundaan berkepanjangan?  Tenaga non-ASN ditempatkan di posisi tanpa kejelasan waktu pengangkatan dan peran fungsional yang pasti. Jika tidak disertai dengan kepastian, pengakuan masa kerja, dan jalur jelas menuju jabatan definitif, jabatan tampungan hanya akan menjadi tempat parkir yang sah bagi para pejuang pengabdian.  Sejatinya pemerintah bertindak cepat, bukan sekadar memberi janji, agar kepercayaan yang tersisa tidak semakin memudar. [Surya]

Stop Angkat Honorer: Peluang atau Pukulan?🔥

Gambar
Pemerintah saat ini mengambil langkah tegas dengan melarang pengangkatan tenaga honorer baru.  Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai poin plus bagi para honorer yang telah lama mengabdi.  Tujuannya jelas: menuntaskan masalah honorer yang selama puluhan tahun tak kunjung selesai.  Melalui seleksi kompetensi PPPK 2024, pemerintah ingin memastikan bahwa tidak ada lagi tenaga honorer “siluman” yang tiba-tiba muncul tanpa riwayat kerja yang jelas. Akan tetapi, muncul pertanyaan mendasar: Mengapa proses pendataan tidak dilakukan melalui instansi tempat para honorer mengabdi?  Bukankah sekolah, Puskesmas, atau OPD jauh lebih mengetahui siapa saja tenaga non-ASN yang selama ini bekerja setia, bahkan dalam keterbatasan?  Dengan begitu, data yang masuk akan lebih akurat dan berjenjang, bukan tiba-tiba ditarik secara nasional yang justru menyulitkan banyak pihak. Yang lebih menyedihkan, alih-alih merasa dimudahkan, para honorer kini justru pontang-panting mengurus b...

PPPK Paruh Waktu: Jurus Baru Pemerintah Menguras Anggaran?🔥

Gambar
Keputusan Menpan-RB Nomor 16 Tahun 2025 tentang pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu kembali memunculkan tanda tanya besar.  Sekilas, aturan ini terdengar seperti angin segar. Ada peluang untuk para honorer yang sudah lama mengabdi.  Tapi mari kita telisik lebih dalam: syaratnya ternyata harus punya ijazah yang sesuai jabatan, terdata di database BKN atau minimal punya masa kerja dua tahun, dan—ini yang paling mencurigakan—harus sudah ikut seleksi CPNS atau PPPK 2024 tapi tidak lolos karena tidak ada formasi. Logikanya terbalik. Kalau memang tidak ada formasi, kenapa disuruh ikut seleksi?  Seperti yang terjadi di Kabupaten Sumenep, formasi guru kelas untuk seleksi tahap 2 PPPK 2024 sudah habis.  Tapi para guru tetap dipaksa ikut seleksi, dengan ancaman: Jika tidak ikut, mereka tidak akan bisa mendaftar lagi ke depan. Lalu, untuk apa semua ini? Hanya untuk mencatat kegagalan massal? Biaya tes, verifikasi berkas, perjalanan, bahkan...

PPPK Paruh Waktu: Solusi atau Sekadar Janji Baru?🔥

Gambar
Keputusan Menpan-RB Nomor 16 Tahun 2025 memperkenalkan skema PPPK Paruh Waktu, ditujukan bagi mereka yang gagal dalam seleksi ASN 2024 atau tidak mendapat formasi.  Tiga syarat utama diberlakukan: ijazah sesuai jabatan, terdata di BKN atau memiliki masa kerja minimal dua tahun, serta pernah ikut seleksi CPNS atau PPPK 2024. Sekilas, ini tampak sebagai peluang kedua. Namun, realitanya justru menyisakan pertanyaan.  Mengapa pengabdian puluhan tahun hanya dibalas dengan status “paruh waktu”? Bukankah ini menciptakan kasta baru dalam ASN, antara yang penuh dan yang setengah? Kepercayaan para honorer kini mulai memudar. Jika pemerintah benar-benar berniat mengangkat mereka, mengapa tidak sekalian diangkat menjadi ASN penuh?  Mengapa harus melalui jalur setengah hati yang justru menambah ketidakpastian? Kebijakan ini seolah memberi harapan, tapi belum tentu menjamin kejelasan nasib.  Apakah ini solusi sesungguhnya, atau sekadar janji baru yang dibungkus manis? [Surya]

PPPK Paruh Waktu: Harapan Baru atau Jalan Buntu bagi Honorer?🔥

Gambar
Pemerintah melalui Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025 memperkenalkan skema baru dalam rekrutmen Aparatur Sipil Negara: PPPK Paruh Waktu.  Di atas kertas, kebijakan ini tampak sebuah solusi mengatasi tumpukan tenaga honorer yang tak kunjung tercover jadi ASN penuh.  Tapi di balik semangat efisiensi dan keterbukaan peluang, tersembunyi sejumlah tanda tanya besar yang layak dikritisi. Tiga syarat utama ditetapkan bagi pelamar PPPK Paruh Waktu: (1) memiliki ijazah yang sesuai jabatan; (2) terdata dalam database BKN atau memiliki masa kerja minimal dua tahun; serta (3) pernah mengikuti seleksi ASN 2024 tapi gagal lolos atau tak mendapat formasi.  Sekilas tampak rasional, kemungkinan besar dalam praktiknya, bisa pula jadi jebakan baru bagi para honorer yang selama ini telah berjuang tanpa kepastian status. Karena banyak tenaga honorer yang telah lama mengabdi tapi terkendala ketidaksesuaian administratif meski pengalaman kerja mereka tak terbantahkan.  Selanjurnya...

Siasat Pemerintah dan BKN dalam Seleksi PPPK 2024: Menunggu Harapan di Ujung Usia🔥

Gambar
Pemerintah dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tampaknya belum juga lelah meracik siasat dalam proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024.  Seleksi pada tahap I, istilah PPPK paruh waktu dan penuh waktu muncul sebagai angin segar, walau sebenarnya masih menyisakan banyak tanda tanya.  Iming-iming ini menjadi daya pikat tersendiri, meski tak sedikit peserta merasa itu hanya sekadar penenang sementara. Lalu, tibalah seleksi tahap II dengan istilah baru yang lebih membuat resah: R4.  Sebuah kode yang menjadi semacam ruang tunggu tanpa kepastian bagi para tenaga honorer yang sudah lama mengabdi.  Mereka dijanjikan akan “diangkat semua”, sebuah kalimat manis yang terlalu sering diucapkan namun tak pernah jelas ujungnya. Yang menyedihkan, pemerintah menyarankan agar para peserta R4 menunggu sampai ada formasi.  Pertanyaannya: Sampai kapan harus menunggu? Waktu terus berjalan, dan mayoritas peserta R4 adalah tenaga honorer yang telah pul...

Jurus Aman Pemerintah dan BKN, Harapan R4 di Ujung Usia🔥

Gambar
Pemerintah dan BKN kembali memainkan jurus aman dalam seleksi PPPK 2024.  Pada tahap I, mereka melempar wacana PPPK paruh waktu dan penuh waktu tanpa kejelasan.  Tahap II muncul lagi istilah R4, peserta yang katanya “akan diangkat semua”, tapi diminta menunggu formasi yang belum tentu ada. Masalahnya, mayoritas peserta R4 adalah guru dan tenaga honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun.  Usia mereka tidak muda lagi. Jika menunggu terus tanpa kepastian, mereka bisa “pensiun sendiri” sebelum sempat diangkat. Ini bukan soal teknis semata, tapi soal keadilan. Jangan terus umbar janji jika tak ada niat menepati.  Pengabdian mereka sudah cukup jadi alasan untuk diberi tempat, bukan dilempar dalam antrian tak berujung. Para honorer tidak meminta keistimewaan, mereka hanya ingin pengakuan atas dedikasi yang sudah lama mereka berikan. [Surya]

R4: Kode yang Menyayat Nurani Honorer dari Pulau ke Pulau🔥

Gambar
Pemerintah bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) kembali membuat kebijakan yang mencederai harapan ribuan guru honorer, khususnya dalam seleksi kompetensi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun 2024 Tahap 2.  Dengan dalih pendataan, mereka mewajibkan peserta membuat surat lamaran yang rumit, hanya untuk kemudian diberi label "R4".  Kode ini artinya jelas: pelamar tidak mendapat formasi.  Sebuah pukulan telak bagi para pejuang pendidikan, terutama yang datang dari wilayah kepulauan seperti Kabupaten Sumenep. Yang paling memilukan adalah kenyataan di balik data dan kode.  Para guru honorer dari pulau jauh seperti Masalembu harus mempertaruhkan nyawa demi mengikuti proses seleksi yang pada akhirnya hanya memberikan harapan palsu.  Mereka harus menempuh perjalanan laut selama 14 jam, berangkat sejak lima hari sebelum jadwal seleksi karena kapal hanya beroperasi pada hari-hari tertentu.  Mereka menumpang di rumah keluarga, atau jika tidak punya...