Postingan

Featured Post

"Raja Kecil" Miskin Gagasan, BUMDes Jadi Pajangan

Gambar
Hampir di seluruh penjuru negeri, pengangguran masih jadi wajah nyata desa.  Ironisnya, para "raja kecil" (kepala desa) seolah nyaman duduk di balik meja tanpa solusi.  Padahal pemerintah pusat sudah berkali-kali mengucurkan anggaran besar ke desa, bukan untuk dibagi-bagi dalam bentuk proyek mercusuar, tapi untuk membangun kesejahteraan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes sejatinya adalah senjata pamungkas untuk menggairahkan ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, dan membuat desa tak lagi tergantung pada kota.  Tapi apa yang terjadi? Banyak BUMDes justru mati suri, tidak punya arah, bahkan ada yang hanya numpang nama di baliho kantor desa. Kegagalan ini tak lain karena mayoritas "raja kecil" miskin gagasan dan takut mengambil risiko.  Mereka hanya menjalankan roda pemerintahan sebagai rutinitas, bukan sebagai ladang inovasi.  Dana desa yang melimpah tak diolah jadi kekuatan ekonomi, tapi dihabiskan untuk proyek jangka pendek yang tak menyentuh inti ...

Kepala Desa dan BUMDes: Antara Anggaran dan Pengangguran

Gambar
Sudah bukan rahasia, hampir di pelosok negeri, kepala desa belum mampu memberikan solusi konkret terhadap persoalan pengangguran di wilayahnya.  Padahal pemerintah pusat tidak pernah absen menggelontorkan anggaran ke desa, bahkan dengan jumlah tak sedikit.  Tujuannya jelas: Demi kesejahteraan seluruh warga desa, salah satunya melalui pengembangan BUMDes. BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) adalah alat yang disediakan negara agar desa bisa mandiri secara ekonomi.  Dengan BUMDes, desa bisa menggali potensi lokal, membuka lapangan kerja, dan menggerakkan roda perekonomian warga.  Sayangnya, potensi ini stop di atas kertas.  Banyak BUMDes yang dikelola setengah hati, asal-asalan, bahkan tak berjalan sama sekali. Mengapa ini terjadi? Karena banyak kepala desa tidak memiliki visi kewirausahaan.  Dana desa habis buat program seremonial atau infrastruktur jangka pendek, bukan untuk membangun ekonomi berkelanjutan.  Padahal, jika BUMDes dikelola serius, penganggura...

BUMDes: Harapan Ekonomi Desa yang Sering Terlupakan

Gambar
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sejatinya adalah tulang punggung ekonomi lokal yang lahir dari desa, oleh desa, dan untuk desa.  Dirancang sebagai mesin penggerak perekonomian, BUMDes memiliki potensi besar untuk mengelola aset desa, membuka lapangan kerja, dan menyediakan layanan yang dibutuhkan masyarakat.  Sayangnya, potensi itu seringkali hanya tinggal konsep indah di atas kertas. Jika BUMDes benar-benar dikelola secara profesional, transparan, dan berkelanjutan, maka desa tak perlu lagi menggantungkan harapan pada kota besar atau negara lain.  Warganya tidak harus pergi merantau, meninggalkan tanah kelahiran demi sesuap nasi. Urbanisasi bahkan bisa ditekan, dan desa akan tumbuh jadi pusat ekonomi mandiri yang kuat. Tapi faktanya, banyak BUMDes yang jalan di tempat, macet karena salah urus, atau bahkan hanya formalitas tanpa kegiatan nyata.  Padahal, BUMDes bisa jadi amunisi terakhir bagi desa agar tidak kehilangan generasi mudanya. Sudah waktunya BUMDes tidak ha...

BUMDes: Harapan Emas yang Dikelola Asal-asalan

Gambar
BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) sejatinya jadi motor penggerak ekonomi desa, bukan sekadar papan nama di kantor desa yang berdebu.  Dirancang guna menggali potensi lokal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan warga, BUMDes sejatinya adalah "badan usaha rakyat" paling dekat dengan denyut kehidupan desa. Sayangnya, banyak BUMDes mandek di tengah jalan. Pemerintah sudah membuka ruang luas bagi desa untuk mengelola usahanya sendiri. Tapi banyak BUMDes tidak punya arah bisnis jelas, tidak transparan, bahkan jadi ladang kepentingan segelintir orang. Alih-alih menjadi solusi ekonomi, BUMDes malah jadi beban administrasi.  Aset desa dibiarkan menganggur, usaha yang dibentuk asal jalan tanpa kajian pasar, dan laporan keuangan pun sekadar formalitas.  Sementara masyarakat tetap miskin, pengangguran tetap tinggi, dan impian mandiri ekonomi desa hanya jadi slogan. BUMDes bukan tidak bisa berhasil. Tapi selama manajemen masih dikuasai kepentingan pribadi, bukan ke...

Surat Menteri PANRB: Hadiah atau Hukum Mati untuk Honorer R4?

Gambar
Surat Menteri PANRB Nomor B/825/M.SM.02.00/2025 terdengar seperti angin segar bagi para honorer non-ASN yang tak tercatat di database BKN.  Disebut-sebut sebagai bentuk penghargaan, surat ini membuka peluang bagi kategori R4 mengikuti seleksi jalur khusus PPPK. Tetapi mari kita buka mata: Benarkah ini bentuk penghargaan, atau justru hukuman terselubung yang dibungkus rapi? Di atas kertas, syarat-syarat yang diajukan tampak logis: Aktif bekerja minimal sejak 31 Desember 2021, usia maksimal 56 tahun, pendidikan minimal D3/S1 dengan IPK minimal 2,75, dan tidak dalam masa pensiun.  Sekilas tampak adil. Tapi kenyataan di lapangan, khususnya di daerah seperti Kabupaten Sumenep, menunjukkan hal sebaliknya. Banyak honorer R4 yang kini sudah di ujung usia batas tersebut.  Jika seleksi kembali molor hingga tahun depan, mereka akan otomatis gugur, bukan karena tak layak, tapi karena waktu tak memihak.  Mereka tak pernah diberhentikan, tapi dibiarkan perlahan tenggelam oleh regu...

Bezetting: Ancaman Tersembunyi bagi Honorer R4

Gambar
Wacana bezetting mulai ramai dibicarakan di Kabupaten Sumenep pra seleksi kompetensi PPPK tahun 2024.  Bezetting, yang dalam konteks birokrasi berarti penghitungan dan penyesuaian jumlah pegawai berdasarkan kebutuhan riil formasi, kini menjadi sorotan.  Pemerintah pusat mendorong efisiensi di berbagai lini birokrasi, termasuk dalam struktur kepegawaian.  Tujuannya jelas: Mengefektifkan layanan publik dengan formasi yang tepat dan terukur. Tapi di balik kebijakan ini, ada kekhawatiran besar bagi tenaga honorer, khususnya kategori R4, mereka yang tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).  Nasib mereka kini seperti daun kuning di ranting yang rapuh: Tidak langsung digugurkan, tapi menunggu waktu untuk jatuh sendiri. Pemerintah memang tidak serta-merta akan merumahkan honorer R4.  Akan tetapi dengan bezetting yang akan diterapkan, peluang mereka untuk diangkat atau sekadar bertahan kian menipis.  Regulasi ini secara tidak langsung jadi penyarin...

Nasib Tenaga Honorer Kategori R4: Di Ujung Tanduk Tanpa Kepastian

Gambar
Tenaga honorer kategori R4, mereka yang tidak masuk dalam database BKN, kini berada dalam posisi yang kian terpinggirkan.  Meskipun pemerintah berulangkali menegaskan tidak akan serta-merta merumahkan mereka, kenyataannya keberadaan mereka ibarat daun kuning di ranting yang siap gugur oleh waktu. Tanpa kepastian status, harapan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) semakin menipis. Duh...  Ditambah ada wacana penerapan regulasi bezetting, yang membatasi formasi pegawai berdasarkan kebutuhan riil. Ini jelas jadi ancaman serius.  Ketika instansi mulai fokus hanya pada pegawai dalam database resmi, maka tenaga honorer R4 seolah hanya tinggal menunggu waktu untuk tersingkir secara perlahan. Ironisnya, mereka yang telah lama mengabdi justru tak mendapatkan ruang dalam skema penataan ASN yang dijanjikan pemerintah.  Di tengah janji reformasi birokrasi dan keadilan untuk semua abdi negara, tenaga honorer kategori R4 masih harus bertahan dalam ketidakpastian nasib. [Surya]

PPPK Paruh Waktu: Solusi Parsial yang Belum Menjawab Keadilan bagi Semua Honorer

Gambar
Pemerintah, melalui Keputusan Menpan RB Nomor 16 Tahun 2025, resmi membuka skema pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu.  Kebijakan ini disebut sebagai bagian dari langkah strategis untuk menyelesaikan penataan tenaga honorer sekaligus memperkuat pelayanan publik, terutama di sektor yang kekurangan SDM. Dalam skema ini, PPPK Paruh Waktu akan diangkat dengan masa kerja satu tahun (dapat diperpanjang), memiliki Nomor Induk PPPK dari BKN, dan tetap berstatus ASN meski bekerja tidak penuh waktu seperti PPPK reguler.  Dua kelompok honorer yang berhak atas skema ini adalah mereka yang: 1. Sudah mengikuti seleksi CPNS 2024 namun tidak lulus. 2. Sudah mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK 2024 namun tidak mendapat formasi. Secara administratif, keputusan ini tampak bijaksana. Akan tetapi yang dimaksud honorer di sini adalah mereka yang namanya sudah masuk dalam database BKN.  Dan dibalik kebijakan tersebut, muncul kegelisahan dari ribuan tenag...

Sekretaris KKKS Pasongsongan Galang Donasi untuk Guru Honorer Sakit Jantung

Gambar
Dari kiri: Bambang Sutrisno, Pak Akbar, dan Agus Sugianto. [Foto: Surya] SUMENEP– Sekretaris Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) Kecamatan Pasongsongan, Agus Sugianto, menginisiasi penggalangan dana untuk membantu Pak Akbar. Status Pak Akbar saat ini adalah guru honorer Pendidikan Agama Islam di SDN Soddara 2 Kecamatan Pasongsongan yang tengah menderita sakit jantung. Bantuan yang terkumpul diserahkan langsung oleh Agus Sugianto kepada Pak Akbar di kediamannya. Disaksikan Bambang Sutrisno Kepala SDN Soddara 2. Selasa (9/7/2025).  “Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak. Semoga amal baik bapak/ibu mendapatkan balasan yang lebih baik,” ujar Pak Akbar dengan haru. Sementara Agus Sugianto mengungkapkan, bahwa Inisiatif ini mendapat dukungan luas dari beberapa kepala sekolah di Kabupaten Sumenep dan para guru di wilayah Kecamatan Pasongsongan. "Hal ini menjadi bentuk nyata solidaritas dan empati di kalangan para pendidik. Terima kasih atas segala bentuk atensi Bapak/i...

KKKS Pasongsongan Buka Donasi untuk Bapak Akbar, Guru PAI yang Alami Penyakit Jantung

Gambar
Dari kiri: Bambang Sutrisno, Bapak Akbar, dan Agus Sugianto. [Foto: Surya] SUMENEP — Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) Kecamatan Pasongsongan menunjukkan solidaritas dan kepeduliannya dengan membuka open donasi untuk Bapak Akbar, seorang guru honorer Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN Soddara 2, yang tengah berjuang melawan penyakit jantung. Selasa (8/7/2025).  Bapak Akbar sebelumnya dilarikan ke rumah sakit di Surabaya akibat serangan jantung dan harus menjalani operasi.  Saat ini, kondisi kesehatannya mulai membaik, tapi ia masih harus menjalani serangkaian perawatan lanjutan di Surabaya. Sebagai bentuk empati dan dukungan, KKKS Kecamatan Pasongsongan menggalang dana dari para kepala sekolah dan guru di wilayah tersebut, bahkan turut melibatkan sejumlah kepala sekolah dari berbagai kecamatan di Kabupaten Sumenep. Penyerahan bantuan secara simbolis dilakukan oleh Agus Sugianto selaku Sekretaris KKKS Kecamatan Pasongsongan.  Ia didampingi Bambang Sutrisno, Kepala SDN ...

KKKS Pasongsongan Buka Donasi untuk Bapak Akbar, Guru Honorer PAI yang Derita Penyakit Jantung

Gambar
Dari kiri: Bambang Sutrisno, Bapak Akbar, dan Agus Sugianto. [Foto: Surya] SUMENEP — Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) Kecamatan Pasongsongan menunjukkan kepeduliannya dengan membuka open donasi untuk Bapak Akbar, seorang guru honorer Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN Soddara 2, Kecamatan Pasongsongan, yang tengah berjuang melawan penyakit jantung. Selasa (8/7/2025).  Bapak Akbar sebelumnya mengalami serangan jantung dan dilarikan ke rumah sakit di Surabaya.  Ia harus menjalani operasi untuk menstabilkan kondisinya. Saat ini, kesehatannya sudah menunjukkan kemajuan, tapi ia masih harus menjalani perawatan lanjutan di rumah sakit yang sama. Sebagai bentuk empati, KKKS Kecamatan Pasongsongan menggalang donasi dari para kepala sekolah di wilayah tersebut, bahkan turut melibatkan beberapa kepala sekolah dari luar kecamatan di Kabupaten Sumenep. Penyerahan bantuan dilakukan secara simbolis oleh Agus Sugianto, Sekretaris KKKS Pasongsongan, yang didampingi oleh Bambang Sutrisno,...

Honorer R4 dan Ketidakpastian Penataan ASN 2024

Gambar
Penataan ASN tahun 2024 yang difokuskan pada tenaga honorer terverifikasi, sesuai UU Nomor 20 Tahun 2023, membawa harapan baru bagi para honorer.  Tapi tidak demikian dengan mereka yang berstatus honorer R4, masih belum jelas.  Mereka belum mendapat kepastian apakah akan diangkat sebagai PPPK atau justru dikesampingkan. Di Kabupaten Sumenep, banyak honorer R4 dan THK 2 yang tidak lolos seleksi PPPK 2024.  Mayoritas dari mereka berusia 50 tahun ke atas, yang tentu kesulitan bersaing secara kompetitif meski telah lama mengabdi. Kebijakan penataan ASN perlu lebih berpihak dan adil.  Pemerintah tidak cukup hanya melakukan verifikasi, tapi wajib memberikan solusi nyata, terutama bagi honorer yang sudah mendekati usia pensiun dan belum mendapatkan status yang pasti. [Surya]

Nasib Honorer R4 Masih Menggantung, Pemerintah Perlu Segera Bertindak

Gambar
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menegaskan bahwa penataan ASN 2024 difokuskan pada tenaga honorer yang telah terverifikasi dalam database BKN, sesuai amanat UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN.  Fokus ini membuat honorer kategori R2 dan R3 mendapat prioritas dalam rekrutmen PPPK. Akan tetapi, honorer R4 masih berada dalam ketidakpastian.  Mereka belum mendapat kejelasan status, padahal sebagian telah lama mengabdi.  Sambil menunggu kebijakan baru, opsi yang tersedia bagi mereka sangat terbatas: Menunggu regulasi baru, mengikuti rekrutmen berikutnya, atau beralih ke sektor pekerjaan lain. Kondisi ini menimbulkan keresahan. Pemerintah didesak segera memberikan solusi konkret dan kepastian hukum.  Menunda penanganan honorer R4 hanya akan memperpanjang ketimpangan dan mengabaikan kontribusi ribuan tenaga honorer di berbagai sektor pelayanan publik . [Surya]

Jabatan Tampungan PPPK: Antara Transisi dan Ketidakpastian

Gambar
Pengumuman seleksi administrasi PPPK tahap 2 tahun 2024 menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan honorer.  Banyak diantara mereka, termasuk dari kategori K2 dan non-ASN yang terdaftar dalam database BKN, dinyatakan lulus tapi ditempatkan dalam jabatan tampungan.  Hal ini menimbulkan kekhawatiran, terutama jika para honorer tidak lulus seleksi lanjutan akibat keterbatasan formasi yang tersedia.  Jika kelulusan seleksi menjadi syarat utama pengangkatan PPPK, bagaimana nasib mereka yang tidak lolos bukan karena kurangnya kompetensi, tapi karena formasi yang terbatas? Pemerintah sendiri pernah menyampaikan bahwa sebanyak 1,7 juta honorer dalam database BKN telah disiapkan NIP PPPK.  Oleh karena itu, penting agar jabatan tampungan benar-benar berfungsi sebagai transisi menuju pengangkatan, bukan jadi ruang tunggu tanpa kepastian. Kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan status honorer dinilai masih belum sepenuhnya tuntas.  Beberapa regulasi yang berjalan tumpang ...

Jabatan Tampungan PPPK: Harapan atau Jalan Petaka?

Gambar
Pengumuman seleksi administrasi PPPK tahap 2 tahun 2024 menimbulkan kebingungan.  Banyak honorer, termasuk K2 dan non-ASN dalam database BKN, justru dimasukkan ke dalam jabatan tampungan, kategori baru yang tidak ada dalam tahap 1. Persoalannya begini; jika mereka tidak lulus seleksi karena formasi terbatas, apakah mereka tetap punya harapan diangkat jadi ASN?  BKN menyebut kelulusan seleksi sebagai syarat mutlak. Tapi bagaimana jika yang jadi kendala bukan kompetensi, melainkan minimnya formasi? Bahkan pemerintah sebelumnya telah menyatakan, bahwa 1,7 juta honorer di database BKN sudah disiapkan NIP PPPK.  Maka, seharusnya jabatan tampungan bukan akhir, melainkan jembatan menuju pengangkatan.  Jangan sampai ini justru jadi jalan petaka yang menunda penyelesaian masalah honorer. Jika pemerintah sungguh serius, perbesar formasinya. Jangan gantungkan masa depan honorer pada sistem yang tak berpihak pada kenyataan di lapangan. [Surya]

PPPK Paruh Waktu 2025: Peluang Baru bagi Honorer R2 dan R3, R4 Harus Menunggu?

Gambar
Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024 yang digelar Badan Kepegawaian Negara (BKN) sesungguhnya memiliki dua misi penting.  Pertama, sebagai upaya konkret untuk mengakomodasi tenaga honorer agar diangkat jadi PPPK.  Kedua, sebagai sarana pendataan menyeluruh terhadap jumlah tenaga honorer di seluruh tanah air.  Langkah ini cukup strategis, tapi juga jadi cermin bahwa pemerintah mulai membuka mata terhadap persoalan  yang lama menghantui sistem birokrasi Indonesia.  Menariknya, hasil dari proses seleksi ini kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk skema PPPK paruh waktu.  Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menpan-RB Nomor 16 Tahun 2025.  Skema ini memberikan celah bagi peserta yang tidak lolos dalam formasi penuh waktu untuk tetap berkontribusi di jalur paruh waktu, dengan catatan mereka terdaftar di database BKN dan termasuk dalam kategori R2 atau R3. Bagi peserta dengan kode R4 atau R5, belum ada kejelasan. Mereka diminta b...

Ki Sagara Tampil di Pagelaran Macopat Lesbumi NU Sumenep, Penonton Terpukau

Gambar
Ki Sagara (kiri) saat tampil membawakan tembang Macopat Madura. [Foto: Surya] PAMEKASAN — Kesenian tradisional Madura kembali menggema melalui pagelaran Macopat kolaboratif yang mempertemukan dua perkumpulan seni budaya ternama di Kabupaten Sumenep dan Pamekasan. Sabtu malam (5/7/2025)  Acara ini melibatkan perkumpulan Macopat Lesbumi MWC NU Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep dan perkumpulan Macopat Bintang Sembilan dari Lesbumi MWC NU Kecamatan Pasean, Kabupaten Pamekasan.  Bertempat di kediaman Tohari, Desa Bindang, Kecamatan Pasean, pagelaran ini menarik perhatian warga sekitar.  Sebagai tuan rumah, Tohari tak hanya membuka ruang bagi kolaborasi budaya ini, tapi juga secara khusus mengundang salah satu maestro Macopat Madura, Ki Sagara dari Batumarmar, Kabupaten Pamekasan. Kehadiran Ki Sagara menjadi sorotan utama malam itu. Dengan suara emasnya, ia sukses memukau seluruh hadirin, menyuguhkan tembang-tembang Macopat yang penuh makna.  Alunan tembang klasik b...

Penemuan Mayat di Rumah Kosong Gegerkan Warga Panaongan, Sumenep

Gambar
Muhammad Hasan (tengah) bersama personil Polsek Pasongsongan. [Foto: Surya] SUMENEP –  Warga Dusun Sumur Kramat, Desa Panaongan, Kecamatan Pasongsongan, dikejutkan dengan penemuan sesosok mayat laki-laki di sebuah rumah kosong milik Jamal. Korban ditemukan dalam kondisi telah meninggal dunia. Sabtu malam (5/7/2025).  Kabar tersebut dilaporkan warga kepada Kepala Desa Panaongan, yang langsung bergerak cepat dengan melakukan pengecekan ke lokasi kejadian.  Kepala Desa kemudian berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mencari identitas korban dan membawa jenazah ke Puskesmas Pasongsongan guna pemeriksaan lebih lanjut. "Korban bernama H. Sukkur, lahir di Sumenep pada 30 Desember 1961. Ia merupakan warga Dusun Raas, Desa Masalima, Kecamatan Masalembu, beragama Islam, sudah menikah, dan bekerja sebagai nelayan," terang Kepala Desa Panaongan.  KTP korban. [Foto: Surya] Menurut Muhammad Hasan, salah satu perangkat Desa Panaongan, korban sempat turun dari kendaraan dengan nia...

Pagelaran Macopat Kolaborasi Lesbumi NU Pasongsongan dan Pasean Pukau Penonton dengan Kisah Nurbuat

Gambar
Pagelaran Macopat Lesbumi Pasongsongan dan perkumpulan Macopat Bintang Sembilan. [Foto: Surya] PAMEKASAN – Suasana malam di Desa Bindang, Kecamatan Pasean, Kabupaten Sumenep, dipenuhi oleh alunan syair dan nuansa spiritual yang mendalam dalam pagelaran Macopat kolaborasi antara dua perkumpulan budaya, yakni Macopat Lesbumi MWC NU Kecamatan Pasongsongan dan Macopat Bintang Sembilan dari Lesbumi MWC NU Kecamatan Pasean. Sabtu malam (5/7/2025).  Acara yang digelar di kediaman Tohari ini berhasil menyedot perhatian warga sekitar.  Masyarakat antusias menyimak pertunjukan seni sastra lisan khas Madura yang kini semakin jarang ditemui.  Sebelum pementasan, suasana acara diselimuti kekhidmatan dengan siraman rohani dari pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukarromah, yang mengajak para hadirin untuk merenungi nilai-nilai spiritual dalam kehidupan. Pementasan Macopat kali ini mengangkat kisah Nurbuat, yang diyakini sebagai syair-syair tentang cahaya kenabian Rasulullah SAW.  “Kisah...

Jabatan Tampungan: Solusi atau Penundaan Nasib Non-ASN?

Gambar
Pemerintah memperkenalkan jabatan tampungan sebagai formasi sementara bagi tenaga non-ASN yang sudah terverifikasi dalam database BKN, namun belum mendapatkan penempatan aktif.  Tujuannya disebut sebagai masa transisi yang adil dan tertata, dengan dasar hukum yang kuat melalui Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2024 serta dua Kepmenpan RB tahun 2025. Namun, di balik kebijakan ini, muncul kekhawatiran: apakah ini solusi atau justru bentuk penundaan berkepanjangan?  Tenaga non-ASN ditempatkan di posisi tanpa kejelasan waktu pengangkatan dan peran fungsional yang pasti. Jika tidak disertai dengan kepastian, pengakuan masa kerja, dan jalur jelas menuju jabatan definitif, jabatan tampungan hanya akan menjadi tempat parkir yang sah bagi para pejuang pengabdian.  Sejatinya pemerintah bertindak cepat, bukan sekadar memberi janji, agar kepercayaan yang tersisa tidak semakin memudar. [Surya]

Stop Angkat Honorer: Peluang atau Pukulan?🔥

Gambar
Pemerintah saat ini mengambil langkah tegas dengan melarang pengangkatan tenaga honorer baru.  Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai poin plus bagi para honorer yang telah lama mengabdi.  Tujuannya jelas: menuntaskan masalah honorer yang selama puluhan tahun tak kunjung selesai.  Melalui seleksi kompetensi PPPK 2024, pemerintah ingin memastikan bahwa tidak ada lagi tenaga honorer “siluman” yang tiba-tiba muncul tanpa riwayat kerja yang jelas. Akan tetapi, muncul pertanyaan mendasar: Mengapa proses pendataan tidak dilakukan melalui instansi tempat para honorer mengabdi?  Bukankah sekolah, Puskesmas, atau OPD jauh lebih mengetahui siapa saja tenaga non-ASN yang selama ini bekerja setia, bahkan dalam keterbatasan?  Dengan begitu, data yang masuk akan lebih akurat dan berjenjang, bukan tiba-tiba ditarik secara nasional yang justru menyulitkan banyak pihak. Yang lebih menyedihkan, alih-alih merasa dimudahkan, para honorer kini justru pontang-panting mengurus b...

PPPK Paruh Waktu: Jurus Baru Pemerintah Menguras Anggaran?🔥

Gambar
Keputusan Menpan-RB Nomor 16 Tahun 2025 tentang pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu kembali memunculkan tanda tanya besar.  Sekilas, aturan ini terdengar seperti angin segar. Ada peluang untuk para honorer yang sudah lama mengabdi.  Tapi mari kita telisik lebih dalam: syaratnya ternyata harus punya ijazah yang sesuai jabatan, terdata di database BKN atau minimal punya masa kerja dua tahun, dan—ini yang paling mencurigakan—harus sudah ikut seleksi CPNS atau PPPK 2024 tapi tidak lolos karena tidak ada formasi. Logikanya terbalik. Kalau memang tidak ada formasi, kenapa disuruh ikut seleksi?  Seperti yang terjadi di Kabupaten Sumenep, formasi guru kelas untuk seleksi tahap 2 PPPK 2024 sudah habis.  Tapi para guru tetap dipaksa ikut seleksi, dengan ancaman: Jika tidak ikut, mereka tidak akan bisa mendaftar lagi ke depan. Lalu, untuk apa semua ini? Hanya untuk mencatat kegagalan massal? Biaya tes, verifikasi berkas, perjalanan, bahkan...

PPPK Paruh Waktu: Solusi atau Sekadar Janji Baru?🔥

Gambar
Keputusan Menpan-RB Nomor 16 Tahun 2025 memperkenalkan skema PPPK Paruh Waktu, ditujukan bagi mereka yang gagal dalam seleksi ASN 2024 atau tidak mendapat formasi.  Tiga syarat utama diberlakukan: ijazah sesuai jabatan, terdata di BKN atau memiliki masa kerja minimal dua tahun, serta pernah ikut seleksi CPNS atau PPPK 2024. Sekilas, ini tampak sebagai peluang kedua. Namun, realitanya justru menyisakan pertanyaan.  Mengapa pengabdian puluhan tahun hanya dibalas dengan status “paruh waktu”? Bukankah ini menciptakan kasta baru dalam ASN, antara yang penuh dan yang setengah? Kepercayaan para honorer kini mulai memudar. Jika pemerintah benar-benar berniat mengangkat mereka, mengapa tidak sekalian diangkat menjadi ASN penuh?  Mengapa harus melalui jalur setengah hati yang justru menambah ketidakpastian? Kebijakan ini seolah memberi harapan, tapi belum tentu menjamin kejelasan nasib.  Apakah ini solusi sesungguhnya, atau sekadar janji baru yang dibungkus manis? [Surya]

PPPK Paruh Waktu: Harapan Baru atau Jalan Buntu bagi Honorer?🔥

Gambar
Pemerintah melalui Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025 memperkenalkan skema baru dalam rekrutmen Aparatur Sipil Negara: PPPK Paruh Waktu.  Di atas kertas, kebijakan ini tampak sebuah solusi mengatasi tumpukan tenaga honorer yang tak kunjung tercover jadi ASN penuh.  Tapi di balik semangat efisiensi dan keterbukaan peluang, tersembunyi sejumlah tanda tanya besar yang layak dikritisi. Tiga syarat utama ditetapkan bagi pelamar PPPK Paruh Waktu: (1) memiliki ijazah yang sesuai jabatan; (2) terdata dalam database BKN atau memiliki masa kerja minimal dua tahun; serta (3) pernah mengikuti seleksi ASN 2024 tapi gagal lolos atau tak mendapat formasi.  Sekilas tampak rasional, kemungkinan besar dalam praktiknya, bisa pula jadi jebakan baru bagi para honorer yang selama ini telah berjuang tanpa kepastian status. Karena banyak tenaga honorer yang telah lama mengabdi tapi terkendala ketidaksesuaian administratif meski pengalaman kerja mereka tak terbantahkan.  Selanjurnya...

Siasat Pemerintah dan BKN dalam Seleksi PPPK 2024: Menunggu Harapan di Ujung Usia🔥

Gambar
Pemerintah dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tampaknya belum juga lelah meracik siasat dalam proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024.  Seleksi pada tahap I, istilah PPPK paruh waktu dan penuh waktu muncul sebagai angin segar, walau sebenarnya masih menyisakan banyak tanda tanya.  Iming-iming ini menjadi daya pikat tersendiri, meski tak sedikit peserta merasa itu hanya sekadar penenang sementara. Lalu, tibalah seleksi tahap II dengan istilah baru yang lebih membuat resah: R4.  Sebuah kode yang menjadi semacam ruang tunggu tanpa kepastian bagi para tenaga honorer yang sudah lama mengabdi.  Mereka dijanjikan akan “diangkat semua”, sebuah kalimat manis yang terlalu sering diucapkan namun tak pernah jelas ujungnya. Yang menyedihkan, pemerintah menyarankan agar para peserta R4 menunggu sampai ada formasi.  Pertanyaannya: Sampai kapan harus menunggu? Waktu terus berjalan, dan mayoritas peserta R4 adalah tenaga honorer yang telah pul...

Jurus Aman Pemerintah dan BKN, Harapan R4 di Ujung Usia🔥

Gambar
Pemerintah dan BKN kembali memainkan jurus aman dalam seleksi PPPK 2024.  Pada tahap I, mereka melempar wacana PPPK paruh waktu dan penuh waktu tanpa kejelasan.  Tahap II muncul lagi istilah R4, peserta yang katanya “akan diangkat semua”, tapi diminta menunggu formasi yang belum tentu ada. Masalahnya, mayoritas peserta R4 adalah guru dan tenaga honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun.  Usia mereka tidak muda lagi. Jika menunggu terus tanpa kepastian, mereka bisa “pensiun sendiri” sebelum sempat diangkat. Ini bukan soal teknis semata, tapi soal keadilan. Jangan terus umbar janji jika tak ada niat menepati.  Pengabdian mereka sudah cukup jadi alasan untuk diberi tempat, bukan dilempar dalam antrian tak berujung. Para honorer tidak meminta keistimewaan, mereka hanya ingin pengakuan atas dedikasi yang sudah lama mereka berikan. [Surya]

R4: Kode yang Menyayat Nurani Honorer dari Pulau ke Pulau🔥

Gambar
Pemerintah bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) kembali membuat kebijakan yang mencederai harapan ribuan guru honorer, khususnya dalam seleksi kompetensi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun 2024 Tahap 2.  Dengan dalih pendataan, mereka mewajibkan peserta membuat surat lamaran yang rumit, hanya untuk kemudian diberi label "R4".  Kode ini artinya jelas: pelamar tidak mendapat formasi.  Sebuah pukulan telak bagi para pejuang pendidikan, terutama yang datang dari wilayah kepulauan seperti Kabupaten Sumenep. Yang paling memilukan adalah kenyataan di balik data dan kode.  Para guru honorer dari pulau jauh seperti Masalembu harus mempertaruhkan nyawa demi mengikuti proses seleksi yang pada akhirnya hanya memberikan harapan palsu.  Mereka harus menempuh perjalanan laut selama 14 jam, berangkat sejak lima hari sebelum jadwal seleksi karena kapal hanya beroperasi pada hari-hari tertentu.  Mereka menumpang di rumah keluarga, atau jika tidak punya...

R4: Simbol Penghinaan terhadap Honorer Lama🔥

Gambar
Kebijakan terbaru pemerintah dan BKN dalam seleksi PPPK 2024 Tahap 2 layak disebut sebagai kebijakan menyakitkan.  Ribuan tenaga honorer yang telah mengabdi belasan tahun diberi kode R4, bukan sebagai bentuk penghargaan, tapi sebagai label yang mempermalukan.  Mereka disuruh membuat surat lamaran amat rumit, melengkapi berkas, bahkan menghabiskan waktu dan biaya, hanya untuk diberi status “didata”.  Tidak ada formasi, tidak ada kepastian, tidak ada penghargaan. Alasannya? Sekadar pendataan. Sebuah dalih yang dangkal dan tidak masuk akal.  Jika hanya untuk mendata, kenapa harus membebani peserta dengan proses administratif?  Kenapa harus ada surat lamaran segala, kalau ujung-ujungnya tidak ada peluang? Inilah bentuk pemborosan anggaran dan energi.  Negara memaksa ribuan peserta melalui proses sia-sia, seolah lupa bahwa mereka adalah manusia, bukan robot.  Mirisnya, ini terjadi kepada para guru yang sudah puluhan tahun mengabdi, menghidupkan pendidikan n...

Kebijakan R4: Luka Baru Bagi Honorer Lama🔥

Gambar
Pemerintah dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) kembali menatalkan kecewa mendalam di hati para tenaga honorer lewat kebijakan "pendataan" yang dibungkus dalam kode R4.  Pada seleksi kompetensi PPPK 2024 Tahap 2, ribuan peserta terjebak dalam sistem yang rumit dan melelahkan: diminta membuat surat lamaran, melengkapi berkas administratif.  Mereka berharap ada formasi, tapi pada akhirnya mendapat status R4.  Artinya? Mereka hanya "didata", tanpa jaminan formasi, tanpa peluang seleksi nyata. Ini bukan sekadar kekecewaan, tapi keputusan menyakitkan.  Bagaimana mungkin seseorang yang telah mengabdi belasan tahun di sekolah negeri, mengisi kekosongan guru, tiba-tiba dikategorikan hanya sebagai "data"?  Bila benar hanya untuk pendataan, mengapa harus melalui proses administratif yang rumit dan memakan anggaran negara?  Bukankah instansi tempat mereka bekerja selama bertahun-tahun sudah memiliki data valid tentang kinerja dan masa kerja mereka? Dengan dalih “pendat...

R4 Digantung Harapan, Dihantam Janji Palsu🔥

Gambar
Surat Menteri PANRB Nomor B/825/M.SM.02.00/2025 digembar-gemborkan sebagai harapan baru bagi tenaga honorer kategori R4.  Tapi benarkah demikian? Atau ini hanya ilusi harapan yang kembali digantung? Selama bertahun-tahun, honorer R4 diperlakukan bak bayangan di ruang gelap: hadir, bekerja, tapi tak pernah dianggap.  Mereka bukan guru lulus passing grade, bukan tenaga kesehatan, apalagi THK-II.  Tapi ironisnya, justru mereka yang paling lama mengabdi di sekolah, puskesmas, dan kantor pemerintahan. Apakah itu tidak cukup? Kini, pemerintah menjanjikan "formasi khusus" bagi R4. Syaratnya pun berlapis: minimal satu tahun kerja, usia di bawah 56, pendidikan sesuai, dan IPK minimal 2,75.  Bahkan ada embel-embel: bisa diangkat tanpa tes kalau formasi sesuai.  Lagi-lagi, pakai kata kalau. Bukankah itu sinyal samar bahwa masih ada celah untuk digugurkan? Lebih ironis lagi, janji manis dari BKN tahun lalu soal peserta seleksi PPPK 2023 yang katanya tidak perlu buat surat l...

R4 Masih Cemas di Tengah Asa Menggunung🔥

Gambar
Surat resmi Menteri PANRB Nomor B/825/M.SM.02.00/2025 membawa harapan bagi tenaga honorer kategori R4.  Selama ini, mereka adalah kelompok yang nyaris tak pernah disebut dalam afirmasi atau prioritas seleksi PPPK.  Padahal, sebagian besar telah mengabdi belasan tahun di instansi pemerintah. Bahkan ada THK ll pada seleksi kompetensi tahap 1 tahun 2025 kemarin gagal jadi PPPK.  Lalu, kini mereka diberikan peluang melalui formasi khusus PPPK 2025, asalkan memenuhi syarat tertentu - usia, masa kerja, kualifikasi pendidikan, dan status kepegawaian.  Bahkan, ada kemungkinan diangkat langsung jika formasi sesuai. Ini jelas menjadi angin segar. Tapi, harapan itu belum sepenuhnya menenangkan jiwa.  Banyak honorer R4 masih dihantui kekhawatiran: Apakah benar peluang ini nyata atau sekadar janji manis?  Apakah semua instansi akan serius membuka formasi khusus itu? Dan bagaimana jika ternyata formasi tak linear? Mereka tetap menunggu, berharap kali ini negara benar-ben...

Kisah Pilu Bu Yati: 17 Tahun Mengabdi, Tetap Diabaikan🔥

Gambar
Bu Yati (bukan nama sebenarnya), guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di salah satu SD Negeri di Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, tak sanggup menyembunyikan kekecewaannya.  Selama 17 tahun, bukan waktu sebentar, mengabdi sebagai guru honorer, harapannya untuk diangkat jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), kandas di Seleksi Kompetensi Tahap 2 tahun 2025. Miris! Selama hampir dua dekade, Bu Yati setia mendidik generasi muda di pelosok desa, walau dengan gaji minim dan status tanpa kepastian.  Tapi pengabdian panjang itu tak cukup hantarkan tiket menuju kelolosan.  Pemerintah nyatanya lebih menitikberatkan pada aspek teknis, dan tidak memberikan bobot berarti pada masa kerja. Yang lebih memilukan, Bu Yati termasuk dalam kategori honorer R4, yakni guru honorer yang tidak tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).  Status ini membuatnya seakan "tidak pernah ada" dalam sistem, meski realitanya ia telah hadir, mengajar, dan mengabdi set...

Dua Dekade Mengabdi, Bu Mia Gagal Jadi PPPK🔥

Gambar
Bu Mia (nama samaran), seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di salah satu SD Negeri di Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, tak kuasa menahan kecewa.  Usianya sudah 45 tahun. Memiliki dua putri. Suaminya buruh lepas.  Setelah 20 tahun mengabdi sebagai guru honorer, Bu Mia harus menerima kenyataan pahit: Namanya tidak lolos dalam seleksi kompetensi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap 2 tahun 2025. Padahal, selama dua dekade, Bu Mia bukan hanya mengajar, tapi juga menjadi sosok ibu, sahabat, dan pembimbing spiritual bagi murid-muridnya.  Tapi, rupanya masa pengabdian yang panjang tak cukup kuat menjadi syarat kelolosan. Yang lebih menyakitkan, Bu Mia tergolong dalam kategori honorer R4; kategori guru honorer yang tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).  Status ini membuatnya seperti “tidak dianggap” meskipun telah bertahun-tahun mendedikasikan hidupnya untuk dunia pendidikan. “Saya hanya ingin diakui. Bukan soal gaji be...

Terbaru‼️ R4 Mendapat Jalur Khusus PPPK 2025🔥

Gambar
Harapan baru untuk para tenaga honorer kategori R4, kelompok yang selama ini seperti anak tiri dalam rekrutmen ASN.  Lewat surat resmi Menteri PANRB bernomor B/825/M.SM.02.00/2025, mereka kini mendapat peluang mengikuti jalur khusus PPPK 2025.  Meski bukan guru lulus PG, nakes, atau THK-II, mayoritas dari mereka telah lama mengabdi di instansi pemerintah tanpa kepastian status. Kebijakan baru ini membuka jalan, asalkan mereka memenuhi syarat: masa kerja minimal setahun, usia di bawah 56 tahun, pendidikan D3/S1, dan tidak dalam proses pensiun atau pernah diberhentikan tidak hormat.  Bahkan, jika formasi cocok, mereka bisa langsung diangkat tanpa tes. Wow keren!  Inilah saatnya negara menebus janji pada para honorer yang telah terlalu lama menunggu dalam diam. Tapi, di balik peluang ini, tetap ada kekhawatiran. Banyak tenaga honorer R4 masih ragu: Benarkah janji manis ini akan benar-benar diwujudkan?  Jangan sampai harapan ini hanya jadi formalitas di atas kertas,...

PPPK: Janji Palsu untuk THK-II yang Terlupakan🔥

Gambar
Seleksi PPPK 2024 Tahap 1 membuktikan janji pemerintah untuk menuntaskan THK-II hanyalah ilusi.  Mereka yang sudah puluhan tahun mengabdi kini hanya bisa menggantungkan nasib pada janji-janji tanpa kepastian. Menjelang seleksi kompetensi PPPK Tahap 2, muncul kalimat manis "PPPK Paruh Waktu". Nadanya terdengar indah meninabobokan.  Selesai pengumuman Tahap 2 siapa saja yang lulus, muncul lagi istilah baru: “optimalisasi.”  Duh... Kata manis yang lagi-lagi jadi pengalihan isu. Mungkin sebagai pengobat kecewa bagi mereka yang tak lulus.  Faktanya, banyak peserta tetap tidak bisa meraih mimpinya.  Ada alasan lagi yang menyakitkan bagi sebagian besar peserta, yaitu ada istilah R4. Golongan ini tak tercatat di BKN. PPPK kini bukan solusi, tapi jebakan harapan.  Sistem berubah-ubah, nasib honorer makin terpuruk. Janji negara? Tinggal slogan yang memudar . [Surya]

THK-II Ditinggalkan, PPPK Jadi Ladang Janji Politik yang Tak Pernah Tuntas🔥

Gambar
Seleksi Kompetensi PPPK 2024 Tahap 1 sekali lagi membuktikan bahwa janji pemerintah terhadap penyelesaian nasib Tenaga Honorer Kategori II (THK-II) hanyalah tong kosong.  Sejak awal, pemerintah menggembar-gemborkan akan menuntaskan pengangkatan THK-II menjadi PPPK.  Tapi, kenyataannya ribuan honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi malah tak masuk radar. Tidak tercover. Tidak terdata. Tidak dianggap. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, ini pengingkaran sistematis.  Di usia yang tidak lagi muda, para honorer yang dulu disebut "pahlawan tanpa tanda jasa" kini hanya bisa menggantungkan harapan pada mimpi.  Mereka dipinggirkan oleh sistem seleksi yang teknis di atas kertas, tapi politis dalam praktik. Lucunya, menjelang PPPK 2025 Tahap 2, muncul lagi jargon baru: PPPK Paruh Waktu. Sebuah istilah asing yang entah mau menyelesaikan masalah atau menambah luka.  Belum selesai kegaduhan karena banyak peserta tak terdata di BKN, kini pemerintah malah melemparkan m...

Janji yang Menguap di Tengah Usia Senja: Nasib THK-II dalam Pusaran Seleksi PPPK🔥

Gambar
Seleksi Kompetensi PPPK Tahap 1 tahun 2024 kembali membuka luka lama, terutama bagi Tenaga Honorer Kategori II (THK-II) yang sejak lama digadang-gadang akan segera dituntaskan statusnya.  Jauh sebelum pelaksanaan seleksi, pemerintah telah menyampaikan komitmen untuk mengangkat THK-II teknis jadi PPPK.  Tapi kenyataan di lapangan sungguh berbeda: Banyak dari mereka yang tidak tercover. Mereka, yang sudah mengabdi bertahun-tahun, kini hanya bisa menatap harapan dari kejauhan.  Di usia yang tak muda lagi, janji pengangkatan jadi PPPK terasa makin absurd.  Mereka seolah dibenturkan dengan sistem yang makin kompleks dan berubah-ubah tanpa kepastian. Kini, Seleksi Kompetensi PPPK Tahap 2 tahun 2025 telah selesai, wacana baru kembali dilempar ke publik: PPPK Paruh Waktu.  Sebuah konsep yang belum jelas bentuk dan keadilannya, tapi seakan jadi pelipur lara bagi para peserta yang telah tersingkir.  Di sisi lain, muncul pula istilah “optimalisasi” bagi peserta yang t...

PPPK: Dari Harapan jadi Sindiran "Peserta Pelengkap Penderita"🔥

Gambar
Seleksi PPPK Guru 2025 yang baru saja berlalu meninggalkan jejak kekecewaan mendalam bagi sebagian peserta, khususnya di Sumenep.  Di berbagai platform media sosial, muncul sindiran tajam yang memplesetkan akronim PPPK jadi “Peserta Pelengkap Penderita Karena tak masuk data.”  Sebuah permainan kata sarat ironi, lahir dari rasa ketidakadilan yang dialami para guru honorer lantaran mereka telah mengabdi belasan hingga puluhan tahun. Pertanyaannya menggantung di langit Sumenep: Kok bisa mereka tidak terdata?  Bagaimana mungkin guru-guru yang sudah mencurahkan dedikasi selama lebih dari 15 tahun tiba-tiba seperti tak pernah ada dalam sistem?  Apakah sekadar karena faktor administrasi, atau ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar teknis? Sindiran ini bukan sekadar lelucon pahit. Ini adalah alarm.  Ketika para pengabdi pendidikan merasa diabaikan oleh negara, kepercayaan publik terhadap sistem seleksi makin rapuh.  Pemerintah harus menjawab: Bukan hanya dengan ...

PPPK 2025 Sumenep Diwarnai Sindiran Pedas: “Peserta Pelengkap Penderita Karena Tak Masuk Data”🔥

Gambar
Proses seleksi kompetensi PPPK 2025 kemarin di Sumenep menuai gelombang kekecewaan.  Bukan hanya karena banyak yang gagal, tapi yang lebih menyakitkan: sejumlah peserta justru tidak muncul dalam data Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kekecewaan pun membanjiri media sosial. Sindiran tajam dilontarkan peserta yang merasa dipermainkan.  Mereka memplesetkan PPPK sebagai “Peserta Pelengkap Penderita Karena Tak Masuk Data”.  Sebuah ungkapan yang menyindir langsung ke jantung persoalan bahwa nasib mereka tak lebih dari pelengkap sistem yang amburadul. Kritik makin tajam karena ada diantara mereka yang mengabdi lebih 15 tahun sebagai guru honorer.  Warganet pun bersuara. Lalu apa kerja pemangku kebijakan daerah selama ini?  Jika tidak, ketidakpercayaan terhadap sistem PPPK hanya akan makin dalam. [Surya]

Sindiran Pedas Peserta PPPK 2025 yang Tak Lolos: “Peserta Pelengkap Penderita Karena Tak Masuk Data”🔥

Gambar
Seleksi Kompetensi PPPK 2025 menyisakan kekecewaan mendalam bagi sejumlah peserta di Kabupaten Sumenep.  Pasalnya, tidak sedikit dari mereka yang dinyatakan tidak lolos dan bahkan tak tercatat dalam data Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kekecewaan itu pun ramai disuarakan di berbagai platform media sosial.  Beberapa peserta melampiaskan rasa frustrasinya dengan sindiran pedas, salah satunya memplesetkan singkatan PPPK menjadi “Peserta Pelengkap Penderita Karena Tak Masuk Data”. Sindiran ini menyebar luas dan menuai beragam reaksi dari warganet.  Sebagian besar merasa heran bagaimana mungkin peserta yang sudah ikut ujian, lengkap dengan administrasi, justru tidak terdata sama sekali. Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar soal transparansi dan akurasi proses seleksi.  Para peserta berharap ada klarifikasi resmi dari pihak terkait untuk menjawab kegelisahan mereka. [Surya]