Postingan

Menampilkan postingan dengan label Cerpen

CERPEN: Hubungan Terlarang

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur berdiri terpaku di depan cermin kamar mandi, wajahnya pucat diterpa cahaya lampu yang redup.  Air masih menetes dari rambutnya, membasahi lantai.  Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka. Tona—mertuanya—masuk dengan langkah tergesa, wajahnya tampak kalut. “Debur…” suara Tona bergetar, entah karena sedih, entah karena dorongan emosi yang tak mampu ia bendung. Sebelum sempat berkata-kata, Tona memeluknya erat.  Pelukan itu bukan sekadar pelukan ibu mertua pada menantunya; ada rasa sepi, ada luka lama yang meledak.  Debur kaget, tubuhnya kaku. “Ibu… jangan begini,” bisik Debur, tapi suaranya terdengar lemah.  Ia tahu ini salah, tapi ada kerinduan manusiawi yang tiba-tiba membelenggunya. Malam itu, batasan hancur. Mereka larut dalam bisu dan dosa. Tapi, setelah semuanya terjadi, sunyi lebih mencekam daripada apa pun.  Tona terduduk di lantai, menutup wajah dengan kedua tangannya.  “Astaghfirullah… apa yang kita lakukan, Bur?” suaran...

CERPEN: Sungai Air Mata Sepasang Kekasih

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Di masa kuliah, Tona dan Debur tak terpisahkan.  Mereka sering jadi tim dalam berbagai kegiatan kampus, dari lomba debat, organisasi kemahasiswaan, hingga proyek sosial.  Kebersamaan itu membuat Debur yakin, suatu hari ia akan melamar Tona. Akan tetapi, semua berubah tatkala Debur tanpa sengaja mengetahui siapa sebenarnya Tona.  Di balik sikapnya yang sederhana, Tona adalah anak dari keluarga berpengaruh dan berharta, pemilik perusahaan besar. Berhari-hari Debur memikirkan itu.  Ia merasa kecil, minder, dan tak pantas.  Rencana lamaran yang sudah ia susun rapi perlahan ia lipat dan simpan di laci pikirannya.  Sedangkan Tona menunggu kabar yang tak kunjung datang. Debur memilih diam, takut melangkah ke dunia yang terasa terlalu tinggi baginya. Dulu dua sahabat berdiri sejajar, kini jarak tak terlihat mulai membentang, bukan karena Tona berubah, tapi karena Debur mundur. [sh]

CERPEN: Malam Duka dan Tangan Kosong

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur duduk diam di kursi bus, menatap jendela yang dipenuhi bayangan lampu jalan.  Di sampingnya, ibunya menahan air mata.  Sejak kabar ayahnya dijebloskan ke penjara karena kasus korupsi,  hidup mereka kelam.  Rumah megah, mobil, tabungan di bank, bahkan uang dan perhiasan yang disembunyikan di ruang bawah tanah, semuanya disita negara. Bus malam yang mereka tumpangi memasuki jalan sempit menuju kampung halaman.  Tak ada koper besar, tak ada kotak kardus - hanya tas lusuh berisi pakaian seadanya.  Begitu turun di depan gang kecil, angin malam menyapa dengan dingin yang menusuk tulang. Lampu-lampu rumah tetangga sudah padam.  Suara jangkrik bersahutan di kegelapan.  Debur menggenggam tangan ibunya erat-erat, berjalan pelan di jalan tanah yang kering.  Mereka pulang, tapi bukan sebagai keluarga yang dulu dikenal kaya, melainkan sebagai orang asing yang kembali membawa cerita pahit. Di ujung gang, rumah kayu tua peninggala...

CERPEN: Kemelaratan yang Tak Pernah Lulus Seleksi

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur sudah lebih dari dua puluh tahun mengajar sebagai guru honorer.  Pagi, siang, bahkan malam ia habiskan untuk mempersiapkan materi, membimbing murid, dan menghadiri rapat sekolah.  Tidak ada gaji yang layak, hanya honor seadanya.  Tapi Debur tetap bertahan, percaya bahwa pengabdian akan dibalas oleh negara. Kenyataan berbicara lain.  Ketika seleksi PPPK datang, Debur kembali gagal.  Bukan sekali, tapi berkali-kali.  Pemerintah, seolah buta, tak melihat keriput di wajahnya yang lahir dari lelah mendidik anak bangsa. Ironisnya, Tona, guru honorer baru empat tahun, lulus seleksi PPPK.  Bagi Debur, itu seperti pil pahit yang harus ditelan sambil menahan air mata.  Bukan karena iri, tapi karena keadilan yang diimpikannya selama ini ternyata hanyalah cerita di atas kertas. Di meja belajarnya yang reyot, Debur menatap tumpukan buku dan catatan muridnya.  “Jika pengabdian tak dihargai, untuk apa kata ‘pahlawan tanpa tanda ja...

CERPEN: Cinta yang Tak Ternilai

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Tona dikenal cantik, cerdas, dan memesona.  Cinta yang Tak Ternilai Tapi, hati Tona seolah tak tersentuh oleh semua kemewahan itu. Di tengah persaingan sengit itu, hadir Debur; seorang pria sederhana yang hidup pas-pasan.  Ia tak punya harta, tak punya jabatan, hanya punya keberanian dan ketulusan.  Debur tak pernah membanjiri Tona dengan hadiah, tapi selalu hadir ketika Tona butuh sandaran.  Ia mendengar, memahami, dan menghargai Tona bukan sebagai “hadiah” yang harus dimenangkan, melainkan sebagai jiwa yang layak dicintai. Lama-lama, Tona merasakan sesuatu yang berbeda.  Keberadaan Debur membuatnya merasa aman, dicintai, dan dihargai apa adanya.  Pada akhirnya, di tengah hiruk pikuk pria-pria kaya yang berlomba memikatnya, Tona memilih Debur—pria sederhana yang berhasil menundukkan hatinya dengan ketulusan yang tak ternilai. []

CERPEN: Bila Hujan tak Mau Turun

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur duduk di teras rumah Tona, menatap perempuan itu. Dalam.  Ada raut letih di wajahnya, tapi juga keteguhan yang sulit digoyahkan. Sejak perceraian itu, Tona memilih hidup sendiri.  Mantan suaminya telah meninggalkan luka di hatinya.  Pukulan demi pukulan, makian demi makian, telah memberangus kepercayaan Tona pada kata cinta. "Aku cuma nggak mau mengulang hidup di neraka yang sama," ujar Tona pelan ketika Debur mencoba membicarakan pernikahan. Debur mengangguk, walau hatinya sesak. Ia paham rasa takut itu, tapi juga prihatin melihat Tona menutup rapat pintu hatinya.  "Kalau aku carikan calon yang baik, yang bisa jaga kamu, mau?" tanyanya hati-hati. Tona menggeleng tanpa menoleh. Debur terdiam sejenak, lalu memberanikan diri. "Bagaimana kalau aku?" Perempuan itu tak menatapnya, tak juga menjawab. Hanya angin sore yang menyapu hening di antara mereka. Debur tersenyum pahit. Kadang, luka masa lalu terlalu dalam untuk dijangkau oleh t...

CERPEN: Aku Memilihmu jadi Imamku

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur awalnya hanya iseng membuka aplikasi media sosial di malam yang lengang.  Ia menemukan profil seorang wanita bernama Tona.  Foto profilnya menampilkan wajah yang tampak lebih tua dari usianya, dengan senyum seadanya.  Dalam percakapan, Tona mengaku berusia 36 tahun, janda dua anak.  Entah mengapa, meski fotonya biasa saja, Debur merasa nyaman ngobrol dengannya. Hari-hari berlalu, obrolan mereka makin intens.  Mereka saling curhat, bercanda, bahkan saling mengirim voice note.  Hingga suatu malam, Tona mengajak jumpa darat. Di kafe kecil pinggir kota, Debur menunggu dengan sedikit gugup. Lalu seorang wanita muda berkulit cerah, berambut panjang, dan bermata teduh melangkah masuk.  Debur tertegun—itu Tona. Cantik, segar, dan jelas jauh lebih muda dari pengakuannya. "Ini… kamu?" tanya Debur setengah tak percaya. Tona tersenyum, duduk di hadapannya.  "Foto dan usia di profil itu hanya untuk menguji. Aku ingin tahu siapa yang ...

CERPEN: Debur dan Bayang-Bayang Korupsi

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur cukup muak tiap kali menonton berita tentang para koruptor di Indonesia.  Hukuman mereka seringkali ringan, bahkan beberapa tetap bisa hidup mewah di balik jeruji.  Ironisnya, ayahnya sendiri adalah salah satu dari mereka, seorang koruptor yang kini mendekam di penjara karena kasus suap. Ayah Debur dulu menyuap pejabat negara agar dimudahkan mendapatkan proyek.  Katanya, kalau tidak menyuap, ia pasti kalah bersaing dengan pihak lain yang juga main uang.  Bagi ayahnya, suap hanyalah “biaya masuk” dunia bisnis. Debur tidak pernah membela perbuatan ayahnya, meski ia paham alasan di baliknya.  Ia justru melihat bahwa alasan semacam itu adalah akar busuk yang membuat negeri ini sulit berubah.  “Kalau semua orang berpikir begitu, kapan negara ini bisa bersih?” batin Debur. Kini, tiap mendengar janji pemerintah soal pemberantasan korupsi, Debur tersenyum miris.  Bagi dia, korupsi bukan sekadar kejahatan, tapi juga warisan mental yan...

CERPEN: Sujud Debur tanpa Batas

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur tumbuh jadi lelaki perkasa, meski masa lalunya tak pernah luput dari bisik-bisik hinaan.  Ia adalah anak pelacur.  Tapi Debur tidak menundukkan kepala karena malu.  Ia justru menengadahkan hati kepada Tuhan. Ia yakin, Tuhan Maha Pengampun.  Tiap malam, Debur sujud lama di atas sajadah, merintih dalam doa.  Ia memohon ampun bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk ibunya.  Debur tidak pernah membenci ibunya.  Justru, ia menyimpan rasa sayang yang dalam, meski tak diungkapkan dengan kata-kata.  Dalam tiap tetes air matanya, terselip doa agar ibunya selamat di akhirat kelak. Baginya, masa lalu hanyalah ujian. Dan sujud yang panjang adalah jalan pulangnya. []

CERPEN: Cinta di Ujung Senja

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Bagi Debur, usia bukanlah penghalang untuk menemukan cinta.  Menjelang kepala lima, ia masih perjaka.  Hidupnya dihabiskan untuk bekerja keras, membangun usaha kecil di kota.  Ia tak pernah berpikir akan menikah, hingga Tona hadir. Tona, janda beranak dua, membawa warna baru dalam hidupnya. Senyumnya mencaikan kesepian yang telah lama membeku di hati Debur.  Banyak tetangga mencibir, menuduh Debur buta mata. Tapi Debur hanya tersenyum.  Baginya, kebahagiaan tak perlu persetujuan siapa pun. Selesai akad nikah, Debur merasa seperti lelaki paling beruntung di dunia.  Bukan karena Tona sempurna, tapi karena Tona menerima dirinya. Bagi Debur, cinta bukan soal usia atau masa lalu, melainkan keberanian untuk memilih satu hati dan menjaganya. []

Cerpen: Nasi Sudah Jadi Bubur

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur pulang dari Jakarta dengan hati penuh rindu.  Seminggu terakhir, ia bekerja keras menjaga toko kelontong yang sedang berkembang.  Wajah Tona dan tawa dua buah hati mereka selalu membayang di kepalanya.  Ia membayangkan pelukan hangat keluarga saat pintu rumah dibuka. Tapi, yang menyambutnya hanyalah sunyi.  Pintu terkunci, tirai rumah tergerai kusam.  Debur mengintip ke dalam, kosong. Tak ada suara, tak ada jejak. Dari bisik tetangga, ia mendengar kabar pahit: Tona telah pergi.  Ia tergoda oleh seorang lelaki berharta, yang bahkan sudah memiliki istri.  Lelaki itu membawanya pergi jauh, meninggalkan segala yang pernah mereka bangun bersama. Yang lebih menusuk hati, kedua anaknya ikut dibawa kabur Tona.  Amarah Debur sempat mendidih, mengguncang dadanya.  Tapi ia hanya bisa terdiam, menatap langit sore yang meredup.  Semua sudah terjadi. Nasi sudah jadi bubur. Bagi Debur, tak mungkin lagi merangkai cinta yang te...

Cerpen: Akhir Tragis Debur, dari Pejabat Kebal Hukum ke Narapidana

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Dulu, Debur adalah pejabat negara yang disegani—penampilannya rapi, tutur katanya meyakinkan, dan jaringannya luas.  Saat desas-desus penyalahgunaan wewenang mulai muncul, ia tak gentar.  Di sekelilingnya ada pengacara-pengacara kawakan dan pakar hukum yang lihai memainkan pasal, membelokkan fakta, dan merancang strategi pembelaan.  Dengan bantuan mereka, Debur lolos dari jerat hukum, seolah tak tersentuh.  Debur kembali melenggang di panggung kekuasaan. Nah, roda waktu terus berputar. Ketika rezim berganti dan wajah-wajah baru mulai mengurai benang kusut warisan masa lalu, nama Debur kembali mencuat.  Bukti-bukti yang dulu tersembunyi mulai terkuak, saksi-saksi yang dulu bungkam kini berani bersuara.  Tanpa tameng kekuasaan dan pengaruh, Debur tak lagi kebal.  Satu per satu, lembaran lama dibuka kembali, dan kali ini hukum menjemputnya dengan lebih tegas. Kini Debur mendekam di balik jeruji, bukan lagi sebagai pejabat terhormat, m...

Cerpen: Satu Anak, Seribu Penyesalan

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Tona tak pernah menyangka pagi itu jadi awal dari kehilangan terbesar dalam hidupnya.  Anak lelaki satu-satunya menghembuskan napas terakhir akibat demam berdarah.  Semua terasa begitu cepat—dari demam ringan, perawatan di klinik, hingga perpisahan yang tak pernah ia bayangkan.  Tona dan suaminya, Debur, tak sanggup berkata-kata saat tubuh mungil anak mereka dibaringkan di atas pembaringan terakhir.  Dunia mereka runtuh dalam diam. Mereka berdua pernah menaruh harapan besar pada anak itu—untuk kelak tumbuh dewasa, menikah, dan memberi cucu yang bisa mereka gendong di hari tua.  Tapi kini harapan itu musnah, menyisakan ruang kosong yang tak tergantikan.  Yang tertinggal hanya bayangan kenangan dan kamar kecil yang tak lagi berpenghuni. Dalam duka yang dalam, penyesalan pun tumbuh jadi tembok dingin di antara Tona dan Debur.  Tona dulu bersikeras cukup memiliki satu anak agar tak repot, kini diam-diam merasa bersalah.  Sementara...

Cerpen: Mengabdi Tanpa Henti, Pensiun dengan Harga Diri

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Debur adalah seorang guru honorer yang telah mengabdi lebih dari 24 tahun di SD Negeri di desanya.  Setiap pagi, ia datang lebih awal dari siapa pun, menyiapkan materi pelajaran, dan menyambut murid-murid dengan senyum hangat.  Di balik dedikasinya yang luar biasa, Debur menyimpan harapan sederhana: Diangkat jadi ASN melalui jalur PPPK.  Tapi, harapan itu tak pernah jadi kenyataan.  Berkali-kali ia ikut seleksi, dan berkali-kali pula namanya tak pernah muncul dalam pengumuman kelulusan. Kini, di usia 61 tahun, Debur memutuskan pensiun dari tugasnya sebagai guru.  Ia pamit dengan mata berkaca-kaca, di hadapan murid-murid dan rekan sejawat yang mengenalnya sebagai sosok sabar dan tekun.  Meski negara belum sempat menghargai pengabdiannya secara layak, Debur pergi dengan hati lapang dan kepala tegak.  Dalam senyap masa tua, Debur tak sendiri. Ia ditemani istri setia mendampingi dari awal perjuangannya sebagai guru, serta tiga anak yan...

Cerpen: Sayur Harapan

Gambar
By: Suriyanto Hasyim Tona, seorang perempuan tangguh berusia enam puluhan. Ttiap pagi menyusuri jalan tanah menuju pasar di desanya.  Walau tubuhnya mulai renta, ia tetap setia membawa bakul berisi sayuran segar hasil kebun kecilnya.  Di rumah, suaminya, Debur, hanya bisa terbaring sejak terserang stroke lima tahun lalu.  Tona merawatnya seorang diri, menyuapi, membersihkan, dan menjaga dengan penuh kasih sayang, tanpa keluh. Berjualan sayur bukan sekadar mata pencaharian bagi Tona, melainkan bentuk cintanya yang paling tulus.  Hasil jualan itulah ia membeli obat untuk suaminya dan memenuhi kebutuhan hidup mereka.  Meski beberapa tetangga menawarkan bantuan, Tona menolaknya dengan lembut.  “Selama tangan ini masih bisa bekerja, biar saya usaha sendiri,” tekadnya.  Tiap siang, Tona pulang membawa hasil seadanya, duduk di samping suaminya, dan bercerita tentang hari itu.  Debur hanya bisa menatapnya, sesekali menggenggam tangannya, lembut. Di rumah ...

Cerpen: Garis yang Dilanggar

Gambar
Oleh: Suriyanto Hasyim Debur, seorang guru honorer di sebuah sekolah dasar negeri di pesisir.  Usianya 51 tahun, tubuhnya kurus dan rambutnya mulai memutih.  Meski hidup sederhana, Debur dikenal ramah dan sabar. Ia kerap membantu siapa pun yang ingin belajar, termasuk Tona, seorang mahasiswi dari perguruan tinggi swasta yang sedang kesulitan dalam pelajaran bahasa Inggris. Pertemuan mereka bermula di sebuah perpustakaan kecil milik desa.  Tona, masih berusia dua puluhan, datang meminta bantuan Debur untuk mengasah kemampuan bahasa asingnya.  Debur, yang melihat semangat belajar Tona, dengan senang hati mengajarinya.  Hari demi hari, mereka makin sering bertemu. Debur menganggap Tona seperti anaknya sendiri. Tapi, suatu sore, ketika pelajaran hampir usai, Tona tiba-tiba memeluk Debur erat dan mengecup pipinya.  Debur terkejut, tubuhnya menegang, dan seketika ia menjauh. "Aku ini sudah seperti ayahmu, Ton," kata Debur.  Tona menatapnya tajam, menolak mun...

Cerpen: Memilih Jalan Lain

Gambar
Oleh: Suriyanto Hasyim Setelah dua tahun memeras keringat sebagai kuli bangunan di Malaysia, Debur akhirnya pulang ke kampung halaman dengan harapan sederhana: memeluk istri dan anak yang ia rindukan tiap waktu.  Tapi, begitu ia menginjakkan kaki di depan rumah, suasana hening yang menyambut membuat dadanya terasa kosong.  Rumah itu tak lagi hangat. Tak ada istrinya, Tona. Tak ada suara tawa anaknya. Bagai tersambar petir, ketika Debur mendengar kabar dari tetangga, Tona pergi bersama lelaki lain. Dan lebih menyakitkan lagi, kini tengah mengandung anak dari pria itu.  Sedangkan anak mereka yang masih kecil pun dibawa serta. Saudara-saudaranya murka. Mereka mendesak agar Debur membalas.  "Biar kami yang urus! Atau kau sendiri, Bur! Harga dirimu diinjak!" kata salah satu dari mereka. Tapi Debur hanya diam. Di sudut kamarnya, Debur duduk sendirian. Ia bukan tak marah, tapi hidup telah mengajarinya banyak hal.  Ia tahu, membalas dendam bisa berarti menukar luka deng...

CERITA ANAK: Nyai Agung Madiya, Panglima Perang Pemberani dari Sumenep

Gambar
Pada abad ke-17 masehi, di sebuah kerajaan yang damai di Pulau Madura, hiduplah seorang perempuan pemberani bernama Nyai Agung Madiya.  Ia dikenal sebagai wanita bijaksana dan tangguh, ahli dalam strategi perang serta ilmu bela diri.  Suatu hari, Raja Sumenep, Bindara Saod, menerima permintaan bantuan dari Kerajaan Islam Aceh yang sedang berjuang melawan penjajah Belanda. Raja Sumenep pun memanggil Nyai Agung Madiya. "Nyai, Aceh membutuhkan bantuan kita. Aku percayakan kau memimpin pasukan kita untuk membantu mereka," kata Raja. Dengan tekad bulat, Nyai Agung Madiya menjawab, "Saya siap, Paduka. Akan saya bawa pasukan kita menuju kemenangan!" Singkat cerita, berlayarlah Nyai Agung Madiya bersama pasukannya menuju Aceh. Di sana, mereka bergabung dengan pejuang Aceh melawan Belanda.  Dengan kecerdikan dan keberaniannya, Nyai Agung Madiya memimpin serangan yang membuat Belanda kewalahan.  Pasukannya bertempur dengan gagah berani, dan akhirnya, kemenangan pun diraih! Se...

Rahasia Ikan Tahan Lama

Gambar
Cerita Anak: Yant Kaiy Kata Pengantar: Salam sejahtera bagi semua pembaca. Buku Rahasia Ikan Tahan Lama ini tercipta sebab adanya kenyataan yang terjadi di sekitar kita.  Dalam cerita ini, kita akan bersama-sama menjelajahi kehidupan anak gadis luar biasa dan belajar tentang cara membuat ikan supaya bisa tahan lama.  Kita dibawa kepada kehidupan anak pesisir yang cerdik, punya ide kreatif, pemikiran jauh kedepan. Memanfaatkan hasil laut bisa berguna dalam memenuhi kebutuhan ikan dilain waktu.  Melalui cerita ini, mari kita bersama-sama merenungkan kebermanfaatan jangka panjang supaya sumber ikan laut tidak cepat habis.  Selamat menikmati petualangan ini. Kita dapat mengambil inspirasi dari perjalanan hidup Tona, dalam keterbatasan ada peluang untuk berkarya nyata.  Semoga Anda menemukan banyak pesan moral didalamnya.  [Penulis] 01 Tona anak seorang nelayan. Keluarganya dari kalangan warga biasa-biasa saja. Penghasilan ayahnya hanya mengandalkan dari hasil l...

Gerak Jalan dan Sarapan Pagi

Gambar
  Cerita Anak: Yant Kaiy Pengantar Penulis: Selamat datang di dunia ajaib di mana petualangan salah seorang murid yang tidak memperhatikan anjuran gurunya. Pagi ini kita bertemu dalam kisah "Gerak Jalan dan Sarapan Pagi."  Dalam buku ini, anak-anak akan diajak untuk mengikuti cerita Sadar yang ikut lomba gerak jalan.  Mereka akan belajar tentang pentingnya gerakan fisik dan sarapan pagi melalui kisah yang penuh warna dan ceria. Buku ini tidak hanya akan menghibur, tetapi juga memberikan pesan moral dan tentang gaya hidup sehat.  Mari bergabung bersama Sadar, murid kelas IV pada salah sebuah Sekolah Dasar (SD) Negeri. Selamat membaca! 01 Sadar duduk di bangku SD kelas 4. Tubuhnya kekar mirip ayahnya. Matanya bulat, rambutnya ikal. Ayahnya seorang nelayan.  Kalau sore hari, Sadar bersama teman-temannya bermain sepak bola di pantai. Rumahnya berada di kawasan padat penduduk pesisir pantai.  Sebelum matahari terbenam, Sadar bergegas pulang karena ia harus mandi...