DONGENG MADURA: Nyai Madiya, Panglima Perang dari Sumenep

kerajaan sumenep dan kerajaan aceh

Di ujung timur Pulau Madura, di wilayah yang kini dikenal sebagai Dusun Pakotan, hiduplah seorang putri penyebar agama Islam yang namanya kelak harum sepanjang masa: Nyai Madiya, putri dari Kiai Ali Akbar Syamsul Arifin, seorang ulama kharismatik dari Pasongsongan.

Sejak kecil, Nyai Madiya tumbuh bukan hanya dengan kecerdasan dan kelembutan seorang putri, tetapi juga keberanian laksana singa betina.

Konon, ketika masih remaja, ia mampu menundukkan hewan buas hanya dengan sekali ayunan tangan dari jarak jauh, dan mampu menangkis senjata tajam tanpa pernah sekalipun terluka. Ya, Nyai Madiya kebal senjata tajam.

Karena kesaktiannya, Raja Sumenep menobatkannya sebagai panglima perang wanita—gelar yang jarang diberikan pada siapa pun.

Titah dari Raja Sumenep

Pada suatu hari, datanglah kabar dari jauh, dari negeri sahabat seiman: Kerajaan Aceh. Raja Aceh meminta bantuan, sebab pasukan kolonial Belanda mulai menggempur pesisir dan memaksa rakyat tunduk pada kekuasaan asing.

Hubungan persaudaraan antara Raja Sumenep dan Raja Aceh membuat permintaan itu tak mungkin diabaikan.

Maka Raja Sumenep pun memanggil Nyai Madiya.

“Wahai panglima agung, Aceh memanggil kita. Berangkatlah, bawa pasukan kecilmu, dan jadilah benteng bagi saudara-saudara kita di seberang lautan.”

Nyai Madiya membungkuk hormat.

“Daulat, Tuan Raja. Hamba siap mengemban amanat.”

Menghadapi Samudra dengan Tengkong

Dengan pasukan kecil pilihan, Nyai Madiya berlayar menuju Aceh menggunakan tengkong, perahu kecil sederhana yang diberi pengaman bambu pada kanan-kirinya agar tidak mudah dihantam ombak besar.

Malam itu angin berembus kencang, dan gelombang laut seakan ingin menelan mereka.

Namun Nyai Madiya berdiri tegak di haluan, rambutnya berkibar, keris kecilnya terikat di pinggang.

“Tenanglah, wahai anak ombak,” katanya sambil merapal doa.

Lalu tangannya dicelupkan ke air laut.
“Kami datang membawa amanat kebenaran.”

Anehnya, setelah kata-kata itu, ombak berubah jinak, seolah tunduk pada tekad sang panglima.

Pertempuran di Aceh

Sesampainya di pesisir Aceh, perang meletus hebat. Asap mesiu menutupi langit, dentuman senapan kolonial beradu dengan teriakan takbir laskar Aceh.

Di tengah kekacauan itulah, Nyai Madiya maju ke garis depan.

Begitu ia mengangkat keris kecilnya, tubuhnya terangkat ke udara—terbang laksana burung elang. Dari atas, ia melesat cepat, menebas barisan musuh dengan gerakan yang tak terlihat mata.

Para serdadu Belanda panik luar biasa.

“Hantu! Perempuan terbang!” teriak mereka sambil tercerai-berai seperti kawanan lebah yang sarangnya terusik.

Pasukan Aceh yang menyaksikan pun terheran-heran, seakan melihat legenda hidup. Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan gemilang berkat keberanian Nyai Madiya dan pasukannya.

Hadiah dari Raja Aceh

Raja Aceh sangat terkesan. Ia memanggil Nyai Madiya ke istananya yang megah dan berkata:

“Wahai panglima dari Sumenep, engkau bukan hanya pendekar, tetapi anugerah Tuhan bagi negeri kami. Terimalah amalan mulia ini: Zikir Samman. Peliharalah dan wariskanlah kepada generasimu.”

Nyai Madiya menerima bingkisan itu dengan penuh hormat, menyimpannya di dada sebagai pusaka spiritual.

Kepulangan Sang Panglima

Sekembalinya ke Sumenep, Raja menyambutnya dengan kebanggaan. Atas jasanya yang tiada banding, ia menghadiahkan sebidang tanah yang sangat luas kepada Nyai Madiya dan ayahandanya.

Tanah itu kelak menjadi dusun yang diberi nama Dusun Pakotan, yang hingga kini masih berdiri sebagai saksi kejayaan sang panglima wanita.

Sementara amalan Zikir Samman yang dibawa Nyai Madiya tetap diwariskan dan dilestarikan—menjadi penuntun jiwa, cahaya spiritual yang tak pernah padam.

Demikianlah dongeng tentang Nyai Madiya, panglima perang tangguh dan sakti dari Sumenep. Kisahnya adalah warisan keberanian, kehormatan, dan keimanan—yang terus hidup dalam ingatan masyarakat hingga kini.[sh]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Amazing! Siswa SDN Soddara 1 Pasongsongan Raih Juara III se-Madura

SDN Soddara 1 Pasongsongan Turunkan 4 Atlet di Skill and Sport Competition 03 se-Madura

Surajiya dan Juan Dali: sebuah Enigma dan Anak Kecil yang Mewarnai Langit

Mitos Uang Bernomer 999

LPI Nurul Ilmi Gelar Peringatan Hari Guru Nasional 2025 dengan Baca Yasin, Tahlil, dan Doa Bersama

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura Kelas 3 SD di Sumenep

Upacara Bendera di SDN Padangdangan 2 Berlangsung Khidmat, Pembina Upacara Ingatkan Kesiapan Asesmen Sumatif Semester