DONGENG MADURA: Pertempuran Jokotole dan Dempo Abang di Atas Langit

jokotole vs dempo abang

Pada masa jauh sebelum orang-orang menuliskannya dalam sejarah, Madura pernah berada di bawah bayang-bayang ancaman seorang pemuda sakti bernama Dempo Abang. Ia bukan hanya kuat dan berilmu tinggi, tapi juga haus kekuasaan dan perempuan.

Di setiap kerajaan yang ia taklukkan, Dempo Abang merampas kehormatan para putri dan gadis, menyimpan selendang-selendang mereka sebagai tanda kesombongannya.

Dengan kekuatan gaibnya, ia bermaksud menaklukkan seluruh Madura, tak menyisakan satu pun tempat yang aman bagi para perempuan muda.

Kabar itu akhirnya sampai kepada pendekar muda perkasa dari Madura:
Jokotole, sang penunggang kuda terbang Megaremeng.

Megaremeng bukanlah kuda biasa. Sayapnya lebar bagai awan sore, dan langkahnya memekikkan kilat ketika memukul angin.

Jokotole, yang terkenal teguh membela kaum lemah, segera berangkat menuju langit utara Madura, tempat Dempo Abang dan pasukannya melayang-layang di atas perahu terbang raksasa.

Pertemuan di Langit

Ketika Megaremeng menembus kabut, Jokotole melihat perahu Dempo Abang tergantung di antara mega. Perahu itu gelap, seolah dibuat dari bayangan malam. Dari geladaknya, Dempo Abang berdiri dengan mata merah menyala.

“Hai Jokotole!” teriaknya menggema. “Tak ada yang bisa menghalangi aku menguasai Madura!”

Jokotole mengangkat cemeti pusakanya, Cemeti Kelap, yang konon sekali diayunkan mampu membelah badai.

“Selama aku berdiri di tanah Madura, kau tak akan menyentuh satu pun putri disini!” balas Jokotole.

Langit pun bergetar. Burung-burung beterbangan, dan awan terbelah bagai pintu yang dibuka.

Pertempuran Dahsyat

Pertempuran keduanya berlangsung di udara, jauh di atas puncak gunung dan permukaan laut. Megaremeng meliuk cepat, menghindari serangan petir merah yang ditembakkan Dempo Abang. Sementara itu, perahu terbang sang raksasa berputar, mencoba menabrakkan haluannya ke Jokotole.

Dengan satu kibasan, Jokotole melecutkan cemeti pusaka saktinyanya. Suaranya keras seperti petir. Traaak...

Cemeti itu menghantam perahu terbang Dempo Abang. Sihir yang menjaga perahu itu runtuh seketika. Perahu raksasa itu terbelah jadi dua — retakannya memanjang dari haluan hingga buritan.

Dempo Abang dan pasukannya hancur berkeping, jatuh berterbangan.

Jatuhnya Perahu dan Selendang

Bagian perahu yang mengarah ke laut meluncur turun, jatuh dengan gemuruh hebat lalu tenggelam ke dasar samudra.
Sementara separuh lainnya terhempas ke daratan, membentuk bukit besar yang kini dikenal sebagai Bukit Perahu di Desa Dempo Timur.

Dari tubuh Dempo Abang terlepas selendang-selendang milik para putri yang dahulu dirampasnya. Selendang-selendang itu terbawa angin dan jatuh bertumpuk di sebuah kampung yang kemudian dinamakan Kampung Potre — “kampung para putri” — di Desa Dempo Barat, Kecamatan Pasean, Pamekasan.

Setelah Pertempuran

Dempo Abang akhirnya takluk dan menghilang dari muka bumi. Musnah tanpa bekas
Penduduk Madura bersyukur, sebab sejak saat itu tidak ada lagi ancaman yang berani mengusik ketenangan mereka.

Sementara itu, Jokotole kembali ke keratonnya di Sumenep bersama Megaremeng. Dalam setiap langkahnya, ia membawa kabar bahwa keadilan tetap hidup di bumi Madura.

Dan hingga kini, masyarakat percaya:
Bukit Perahu dan Kampung Potre adalah jejak nyata dari pertempuran dahsyat yang pernah menggetarkan langit Madura.
[sh]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Amazing! Siswa SDN Soddara 1 Pasongsongan Raih Juara III se-Madura

SDN Soddara 1 Pasongsongan Turunkan 4 Atlet di Skill and Sport Competition 03 se-Madura

Surajiya dan Juan Dali: sebuah Enigma dan Anak Kecil yang Mewarnai Langit

Mitos Uang Bernomer 999

LPI Nurul Ilmi Gelar Peringatan Hari Guru Nasional 2025 dengan Baca Yasin, Tahlil, dan Doa Bersama

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura Kelas 3 SD di Sumenep

Upacara Bendera di SDN Padangdangan 2 Berlangsung Khidmat, Pembina Upacara Ingatkan Kesiapan Asesmen Sumatif Semester