Stop Angkat Honorer: Peluang atau Pukulan?🔥
Pemerintah saat ini mengambil langkah tegas dengan melarang pengangkatan tenaga honorer baru.
Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai poin plus bagi para honorer yang telah lama mengabdi.
Tujuannya jelas: menuntaskan masalah honorer yang selama puluhan tahun tak kunjung selesai.
Melalui seleksi kompetensi PPPK 2024, pemerintah ingin memastikan bahwa tidak ada lagi tenaga honorer “siluman” yang tiba-tiba muncul tanpa riwayat kerja yang jelas.
Akan tetapi, muncul pertanyaan mendasar: Mengapa proses pendataan tidak dilakukan melalui instansi tempat para honorer mengabdi?
Bukankah sekolah, Puskesmas, atau OPD jauh lebih mengetahui siapa saja tenaga non-ASN yang selama ini bekerja setia, bahkan dalam keterbatasan?
Dengan begitu, data yang masuk akan lebih akurat dan berjenjang, bukan tiba-tiba ditarik secara nasional yang justru menyulitkan banyak pihak.
Yang lebih menyedihkan, alih-alih merasa dimudahkan, para honorer kini justru pontang-panting mengurus berkas dan mengikuti seleksi kompetensi.
Mereka yang bertahun-tahun setia mengajar atau melayani masyarakat harus bersaing dalam sistem yang belum tentu berpihak pada pengalaman dan loyalitas.
Bukankah akan lebih bijak jika pemerintah terlebih dahulu memastikan ketersediaan formasi, lalu membuka seleksi berbasis kebutuhan riil daerah?
Proses ini tidak hanya lebih efisien, tapi juga lebih adil. Sebab tanpa formasi, para honorer hanya dijanjikan mimpi kosong: Ikut seleksi, tapi tak ada tempat untuk diisi.
Kebijakan pelarangan pengangkatan honorer seharusnya menjadi langkah penyelesaian, bukan pembungkaman.
Pemerintah wajib mendengar suara para honorer dan melibatkan instansi daerah dalam proses validasi data.
Jika tidak, maka harapan untuk menuntaskan masalah honorer hanya akan menjadi agenda politik lima tahunan—tanpa ujung, tanpa solusi. [Surya]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.