Langsung ke konten utama

Anarko-Sindikalisme dan Rokok Ilegal

[Episode 1]

Oleh: Sulaisi Abdurrazaq
_(Ketua DPW APSI Jatim dan Direktur LKBH IAIN Madura)_

*DRAMATURGI* bakar tembakau Jawa berikut armada di Pamekasan (15/9/22) bagi saya merupakan adegan menghina Polisi dan Bea Cukai.

Mengapa? Karena tindakan itu menonjolkan situasi _anarkhia_, suatu keadaan tanpa kekuasaan pemaksa yang merupakan cita-cita penganut aliran anarkisme.

Anarkisme menolak semua kekuasaan memaksa. Polisi, Undang-Undang, Peradilan, Angkatan Bersenjata, dan lain-lain bagi penganut aliran ini adalah buruk, sehingga harus ditolak dan dilawan. Dengan demikian, termasuk bea cukai.

Baginya, jika perekonomian ditata dengan adil, lembaga negara tidak diperlukan lagi.

Moral manusia tidak boleh dipaksa, kesatuan manusia yang dipaksa oleh negara harus diganti dengan komunitas yang bebas, baik individu maupun masyarakat.

Perang, kejahatan, kriminal dan perselisihan akan sirna jika perekonomian ditata dengan adil. Itulah paham anarkisme.

Lalu, apa anarko-sindikalisme?

Ia adalah Cabang dari aliran anarkisme. Sindikalisme menganut prinsip "aksi langsung": pemboikotan, sabotase, pembakaran, pemberontakan, pemogokan umum, dan lain-lain. Seperti yang dilakukan pelaku pembakaran truk dan tembakau Jawa itu.

Sindikalisme setia pada akarnya, anarkisme. Menolak adanya negara yang memaksa, termasuk polisi, penyidik bea cukai, dan sejenisnya.

Mikahil Bakunin, politikus Rusia, merupakan tokoh utama anarkisme-anarko sindikalisme yang  berlawanan dengan Karl Marx.

Saya menilai adegan anarki itu menghina polisi dan bea cukai, karena adanya polisi dan bea cukai adalah untuk memaksa agar masyarakat yang tidak tertib _(public disorder)_ menjadi tertib _(public order)._

Artinya, anarkisme atau anarko-sindikalisme itu memang aliran yang berlawanan dengan polisi dan bea cukai sebagai bagian dari negara yang memang harus memaksa.

Tinggal kita lihat, apakah institusi Polri dan Bea Cukai harus "menundukkan bahu" atau "menghamba" di hadapan pelaku anarki.

Reputasi dan integritas penegakan hukum Polres Pamekasan di era Pak Rogib Triyanto benar-benar diuji, karena selama ini, publik melihat dengan mata telanjang, bagaimana perilaku anarkisme selalu menang.

Misalnya, kasus anarkisme Pilkades Panaguan Proppo, hanya diproses satu Tersangka.

Dengan demikian, bisa saja, dalam kasus pembakaran tembakau Jawa plus truk ini hanya akan ada satu atau dua Tersangka.

Atau, dapat saja masalah ini selesai lewat _Restorative Justice_ yang menandakan bahwa ada aktor intelektualnya, namun dapat saja menguap karena tak ada klarifikasi kepada publik.

Siapa pemilik tembakau Jawa, siapa pembelinya, siapa aktor intelektual dibalik anarkisme itu?

Ujian lainnya dihadapi Bea Cukai, karena saya menduga, peristiwa anarki ini berkaitan dengan persaingan sesama pengusaha rokok. Baik yang legal maupun ilegal.

Berkaitan dengan rokok ilegal, ada sebagian rakyat yang menduga Bea Cukai sepertinya bukan mau berantas rokok ilegal. 

Faktanya, "Haji-Anu" atau Haji Anu aman-aman saja, meski mesin produksinya jalan dan gudang produksinya jelas di mana letaknya. 

Yang ditangkap hanya pedagang-pedagang kecil yang yang tidak cukup modal untuk bersaing dan hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari. Kalau tidak ditangkap di Madura ya ditangkap di luar Madura.

Meski rokoknya jelas milik siapa, Bea Cukai tidak melangkah tuh untuk menyita gudang, mesin produksi rokok atau menindak pemiliknya.

Paling banter, menyita mobil dan rokok yang diedarkan oleh rakyat kecil, yang berharap untung untuk kehidupan sehari-hari. Miris. 

Supaya clear, episode berikutnya, coba kita bongkar: _siapa penguasa alat/mesin produksi rokok ilegal di Pamekasan. Setelah kita laporkan, kita lihat bagaimana APH bertindak. []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p