Langsung ke konten utama

Antologi Puisi Fragmen Nasib (35)



Karya: Yant Kaiy

Elegi Perjuangan

ikhtiar selamanya harus ada di muka bumi fana ini

berlomba menggunduli keserakahan membacok hati

deraslah impian menelanjangi segalanya

dendangkan kemarahan meletup sekuat otot

meletus kebencian melanda hidup tak sejahtera

penderitaan mendera tanpa sisa lagi

 

satu demi satu menghembuskan napasnya

kematian akibat kecongkakan kekuasaan

suasana mengenaskan dari kaum pinggiran

sketsa hidup nyata di pelosok kampung

 

seolah percuma memohon

doa linangkan air mata jatuh berceceran

disepanjang jalan tak beraspal, berdebu…

keinsyafannya jauh terbang tanpa nakhoda

di riak matanya hanya ada makan-minum

dan seterusnya harus kenyang

 

mulutnya seperti harimau

sikapnya malu-malu kucing

berteriak-teriak di persimpangan jalan

bahwa dirinyalah paling bijaksana

diantara seluruh pemimpin alam semesta

kemudian meletakkan poster-poster besar

tentang kemurahan hatinya

seakan-akan melampaui malaikat

 

dibalik itu semua bohong belaka

maklumlah anak tukang jamu

jadi pintar berbicara di mimbar

selebihnya adalah kebusukan siasat

otaknya menindas kaum jelata

 

perjuangan menetes dari lembah-lembah sengsara

bergerak hati nurani diantara hidup atau mati

ketakutan begitu membelenggu angan amat kuat

barangkali takkan pernah bisa lepas bebas

dari kuku-kuku kebiadaban perkasa

lantaran topan siap menantang jalan dan gerakku

 

memang hati percaya sepenuh telaga

bahwa Tuhan pencipta alam semesta

yakin diri, ternyata ada yang lebih kuasa

atas segala kebebasan kami berbuat kebajikan.

Sumenep, 20/08/1988



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p