Riwayat Syekh Ali Akbar Pasongsongan (17)
Penulis: Yant Kaiy
Hadiah
Raja Bindara Saod
Atas
kemenangan perang Aceh, sebagai bentuk penghargaan dari Raja Bindara Saod,
lagi-lagi Syekh Ali Akbar kedatangan Raja Sumenep beserta rombongan. Banyak
cerita tentang karomah Syekh Ali Akbar dalam mempersiapkan suguhan bagi Sang
Raja. Sebab Syekh Ali Akbar dan keluarganya tidak mempunyai bahan makanan yang
baik untuk dipersembahkan kepada seorang raja.
Sebagai
manusia yang doanya senantiasa diijabah oleh Allah SWT, Syekh Ali Akbar lalu
memancing ikan di sungai. Cukup dengan isyarat tangan beliau ikan-ikan pun
melompat dengan sendirinya ke daratan. Begitu pula ketika Syekh Ali Akbar mau
mengambil buah kelapa, dengan gerakan tangan, pohon kelapa merunduk dan beliau
memetiknya.
Itulah
beberapa karomah yang menurut KH. Imam Arifin tidak bisa di jangkau oleh akal
manusia. Sebab akal manusia hanya sebatas pada yang nyata belaka. Sedangkan
yang gaib hanya bisa dirasa, tidak bisa diraba. Banyak orang bilang kalau
matematika ada pada akal manusia, akan tetapi berbeda dengan metafisika yang
hanya ada pada rasa semata.
Andai
saja Syekh Ali Akbar tidak memiliki karomah, terang saja Raja Bindara Saod
tidak membutuhkan bantuan kepada beliau. Bukankah banyak orang di sekeliling Raja
Bindara Saod yang jenius dan pakar dalam banyak hal. Akan tetapi soal karomah
tentu jarang orang yang memilikinya, hanya orang-orang tertentu saja yang
diberi kelebihan dangan Allah. Maka tidak berlebihan kiranya kalau Raja Bindara
Saod memerlukan orang-orang seperti Syekh Ali Akbar. Terang saja yang dibutuhkan Raja Sumenep itu adalah karomah
yang dimiliki Syekh Ali Akbar. Untuk apa jauh-jauh Raja Bindara Saod datang ke kediaman
Syekh Ali Akbar di Pasongsongan, sedangkan di lingkungan istana banyak juga
orang yang sakti. Jadi di sini bisa ditarik kesimpulan, kalau karomah doa Syekh
Ali Akbar memang telah terbukti mustajab dan terpercaya. Karena karomah itu
dirurunkan Allah kepada umatnya yang terpilih. Bukan sembarangan orang.
Tepat
hari yang telah ditentukan, Raja Bindara Saod beserta rombongan datang ke
kediaman Syekh Ali Akbar. Acara penyambutan pun berlangsung amat sederhana
tetapi aura meriahnya sangat terasa. Warga tumpah-ruah menyambut kehadiran Sang
Raja.
Sebagai
bentuk ucapan terima kasih dari Raja Sumenep kepada Syekh Ali Akbar, Raja
Bindara Saod membawakan bingkisan emas dan mutiara yang sangat banyak. Namun dengan sikap sangat sopan Syekh Ali
Akbar dan tutur bahasa yang lemah lembut, beliau menolaknya. Raja Sumenep tetap
memaksanya bahwa apa yang diberikannya semata-mata sebagai bentuk penghormatan
dari seorang raja kepada rakyatnya. Dan hal itu sudah menjadi tradisi Kerajaan
Sumenep selama dirinya menjadi penguasa. Akan tetapi Syekh Ali Akbar tetap pada
pendiriannya.
Akhirnya
Raja Bindara Saod menawarkan beberapa pilihan, ingin hadiah yang lain atau
jabatan sebagai penggantinya. Karena Sang Raja terus memaksa untuk tetap
mempersembahkan hadiah kepada Syekh Ali Akbar, ujung-ujungnya Syekh Ali Akbar pun
luluh, karena beliau tidak ingin mengecewakan keponakannya tersebut. Syekh Ali
Akbar kemudian meminta kepada raja untuk diberikan bingkisan berupa tanah yang
ditempatinya menjadi hak miliknya.
Sang
Raja memberikan pilihan tanah lain yang lebih subur yang dimiliki kerajaan,
yaitu tanah kerajaan yang ada di Ambunten. Ke arah timur dari Pasongsongan. Karena
menurut Raja Bindara Saod tanah yang didiami Syekh Ali Akbar adalah tanah
berbatu kapur kuning. Terjal dan tidak subur. Penuh lembah.
Akan
tetapi Syekh Ali Akbar bersikukuh kalau dirinya tidak akan pindah-pindah lagi
lantaran beliau merasa cocok tinggal di lokasi tersebut. Apalagi keturunan
beliau lebih banyak tinggal di daerah itu. Pendek kata, Syekh Ali Akbar sudah
terlanjur cinta tinggal di daerah tersebut kendati tanahnya miring dan lebih
banyak lembah-ngarai di sana-sini. Singkatnya, tanah yang didiami Syekh Ali
Akbar dan keluarganya tidak baik untuk dijadikan daerah pertanian.
Raja
Bindara Saod memahami betul alasan yang dikemukakan Syekh Ali Akbar, maka
dengan segera Sang Raja membuatkan surat keputusan bahwa tanah yang didiami Syekh
Ali Akbar dan keluarganya menjadi hak miliknya dan keturunannya. Surat
keputusan raja itu ditulis pada selembar kertas kayu lengkap dengan stempel
Kerajaan Sumenep.
Hingga
saat ini surat tanah itu masih ada di salah satu keturunan Syekh Ali Akbar
Pasongsongan. Di situ juga ada dua senjata perang dan bekas kotoran Syekh Ali
Akbar. Sedangkan bukti penguat dan menjadi pijakan bagi siapa saja untuk
menulis keagungan Syekh Ali Akbar hanya ada di daun pintu kayu yang diukir.
Jadi bukti ini tentu tidak akan terbantahkan oleh siapa pun. Daun pintu itu
sekarang diamankan oleh salah seorang keturunan Syekh Ali Akbar, tidak
diletakkan lagi di mushalla tempat dimana makamnya berada.
KH.
Muhammad Mukammal Mustofa sekitar tahun 1999 ketika dirinya masih menjabat
sebagai anggota DPRD Sumenep pernah menyempatkan diri untuk mengetahui
keberadaan surat tanah dari Raja Bindara Saod itu. Surat itu memang benar
adanya. Namun belakangan ini surat itu sudah raib tak tahu rimbanya. Terakhir
surat sebagai bukti sejarah tentang tanah “parebbe’en” (Bahasa Madura:
Parebbe’en=persembahan) tersebut ada pada keluarga besar Ustadz Abdul Karim
Mastura. Banyak sekali yang menyayangkan atas hilangnya surat hibah tanah dari
Raja Bindara Saod tersebut, terutama mereka yang merasa sebagai keturunan Syech
Ali Akbar. Karena hal itu merupakan bukti sejarah yang teramat penting bagi
masyarakat luas yang ada di wilayah Kabupaten Sumenep. Menurut Sertu Mohammad
Syamsul Arifin, seyogyanya surat hibah tanah tersebut berada di Museum Sumenep
agar tidak hilang. Agar anak-cucu keturunan Syekh Ali Akbar mempunyai sebuah
kebanggaan tersendiri.
Akhirnya
tanah tempat tinggal Syekh Ali Akbar dihibahkan Raja Sumenep menjadi hak milik
keluarga Syekh Ali Akbar. Sekarang tanah pemberian Raja Bindara Saod bernama
Dusun Pakotan, termasuk dalam wilayah Desa Pasongsongan. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.