Riwayat Syekh Ali Akbar Pasongsongan (14)
Penulis: Yant Kaiy
Riyadhah
Tirakat
dalam Bahasa Arab adalah riyadhah. Dalam Bahasa Indonesia disebut dengan olah
batin (laku spiritual). Tirakat yakni suatu bentuk usaha seseorang dengan
mengolah batinnya lewat jalur tertentu, seperti puasa/meditasi agar supaya yang
dicita-citakan tercapai dengan sempurna.
Tirakat
bukanlah semacam ritual yang aneh untuk mendapatkan kesaktian atau semacamnya.
Akan tetapi pengertiannya lebih mengarah kepada sebuah proses mujahadah
(mengekang hawa nafsu) dan penyucian diri agar semua amal ibadah begitu bermakna di sisi Allah.
Logikanya, jika seseorang semakin dekat dengan-Nya, maka semua keinginannya
akan mudah tercapai dan segala bentuk
urusannya akan dipermudah. Allah akan senantiasa memberi pertolongan kepada
hamba-Nya yang dekat tanpa harus memintanya.
Seperti
kebanyakan tokoh-tokoh Islam lainnya, tradisi tirakat ini juga sering
dikerjakan oleh Syekh Ali Akbar. Tirakat beliau adalah berpuasa sepanjang
hidupnya kecuali hari-hari yang dilarang dalam agama Islam. Selain tirakat
puasa, ia juga sering tirakat di beberapa gua sekitar daerah Pasongsongan. Teladan
Syekh Ali Akbar ini terus dikerjakann oleh banyak keturunan beliau. Satu bukti
bahwa keturunan beliau juga menjalankan laku tirakat yakni adanya bekas rumah
jaman dahulu di sekitar Astah Syekh Ali Akbar. Sebagian rumah warga Dusun
Pakotan jaman dahulu separuh ada di luar gua dan separuhnya lagi ada di dalam
gua. Kita bisa menyaksikan bekas rumah-rumah di jaman tempo dulu tersebut yang sekarang masih ada sisa-sisanya
di dekat Astah Syekh Ali Akbar. Kajian ini menandakan kalau orang-orang di saat
itu gemar mengerjakan olah batin sebagai implementasi penyatuan diri dengan
Sang Khalik.
Sesungguhnya
tujuan tirakat adalah mengasah batin seseorang untuk lebih mendekatkan diri
kepada Sang Pencipta alam semesta ini. Ibarat sebuah pisau, agar ia tajam dalam
memotong maka ia perlu diasah. Semakin lama diasah pisau tersebut, maka jelas
akan semakin tajam. Tentu waktu akan sangat efisien dalam urusan
potong-memotong kalau pisau tersebut sudah tajam. Sama halnya dengan amalan
doa, jika amalan doa itu sering diasah tidak menutup kemungkinan amalan doa
tersebut akan semakin gampang diijabah oleh Allah.
Sedangkan
tirakat Syekh Ali Akbar di dalam gua
selain berpuasa dan shalat malam adalah melakukan secara rutin khataman
Al-Qur’an. Beliau sangat istikomah dalam mengamalkan segala sesuatunya. Ia
adalah tipe orang yang serius dalam melaksanakan amalan. Ia tidak berhenti
walau amalannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Ia senantiasa berbaik
sangka kepada Tuhannya.
Wudhu’
yang Tak Pernah Batal
Ada
silang pendapat, bahkan mengarah pada polemik tak berkesudahan di kalangan akar
rumput yang masih awam, mengenai pendapat para leluhur dari sebagian keturunan
Syekh Ali Akbar yang mengatakan; kalau wudhu’ Syekh Ali Akbar tidak pernah
batal selama satu tahun lebih. Hal yang tak logis, terlalu bombastis, demikian
beberapa komentar yang terlontar dari mereka. Sebab tidak mungkin rasanya
seseorang tidak buang air besar selama satu tahun. Ya, bagaimana mungkin ia
akan hidup, sementara kotoran yang ada dalam perut harus dibuang, kalau tidak
kotoran itu akan menjadi penyakit dan bisa membunuhnya. Demikian pula ketika
berkumpul dengan sang istri, karena Syekh Ali Akbar mempunyai keturunan, jelas
dan pasti mengalami yang namanya junub.
Penulis
akhirnya menjumpai seorang pengasuh thorikoh di Desa Paberasan Kecamatan Kota
Sumenep, beliau adalah KH. Ismail Tembang Pamungkas. Penulis menanyakan tentang
kebenaran pendapat lama yang menyatakan perihal wudhu’ yang tak pernah batal
tersebut. Apakah ada kemungkinan wudhu
satu kali untuk satu tahun lebih seperti wudhu’ Syekh Ali Akbar.
Menurut
KH. Ismail Tembang Pamungkas, wudhu’
menurut bahasa berarti bersih, sedangkan menurut syara’ berarti menggunakan air pada anggota
wudhu’ yang diawali dengan niat. Wudhu’ yang sempurna yang diterangkan dalam
kitab Tanbihul Ghafilin karya Abul Laits as-Samarqandi yang dikenal dengan
julukan Imamul Huda terbagi menjadi tiga jenis:
1.
Wudhu’ dhahir pakai air.
2.
Wudhu’ dhahir tanpa air.
3.
Wudhu’ batin pakai air gaib.
Wudhu’
dhahir pakai air adalah wudhu’ yang berdasarkan tuntunan seperti yang termaktub
dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah 5:6.
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tanganmu
sampai dengan siku, dan usaplah kepala dan kakimu sampai dengan kedua mata
kaki.”
Wudhu’
dhahir tanpa air adalah wudhu’ yang menghentikan perilaku jelek/tercela atau
akhlak madzmumah. Beberapa akhlak tercela yang bisa membatalkan wudhu’ dhahir
tanpa air tersebut yakni : Kufur, syirik, ujub, takabur, riya’, sum’ah, kidzib (dusta), hasad (dengki),
bakhil (kikir), ghibah, su’udzan (buruk sangka), namimah (adu domba), dan
lain-lain. Masuk akal kalau wudhu’ Syekh Ali Akbar selama setahun lebih tidak
batal. Karena menurut keterangan dari para
keturunan beliau, jika Syekh Ali akbar dicemooh atau difitnah maka beliau hanya tersenyum. Ia
tetap memuliakan orang yang telah berbuat aniayah terhadap dirinya.
Sedangkan
wudhu’ batin pakai air gaib maksudnya hati manusia selalu berdzikir kepada
Allah. Dzikir adalah sesuatu yang gaib, tapi itu bisa menyucikan kotoran hati
manusia. Jadi dzikir adalah perlambang sebagai air gaib. Untuk Syekh Ali Akbar
hatinya senantiasa suci karena ia selalu berdzikir kepada Allah.
Kesimpulan
tentang wudhu yang sempurna menurut KH. Ismail Tembang Pamungkas, agar bisa
diterima amal ibadah seseorang, maka ia harus berwudhu’ ketiganya sekaligus. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.