Bingkai Sejarah Buju’ Panaongan Madura (10)
Penulis: Yant Kaiy
Kontroversi
Ada
beberapa orang atau tokoh masyarakat yang mengatakan kalau tahun yang tertulis
di Astah Buju’ Panaongan adalah Hijriah. Berarti keberadaan Astah Buju’
Panaongan lebih awal Astah Syekh Ali Akbar yang ada di Dusun Pakotan
Desa/Kecamatan Pasongsongan Sumenep.
Akan
tetapi K.H. Ismail Tembang Pamungkas (da’i, pengasuh thoriqoh di Desa Paberasan
Sumenep) sangat yakin jikalau adanya
orang-orang yang terkubur di Astah Buju’ Panaongan lebih awal ketimbang
turunnya Wali Songo di Pulau Jawa.
Masih
menurutnya, keturunan mereka yang ada di Buju’ Panaongan tersebut berdakwah ke
beberapa pelosok. Mereka tanpa memikirkan diri dan keluarganya. Mereka lebih
memilih menyelamatkan keimanan umat lewat cara beribadah yang benar seperti
dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Jika
memegang pendapat K.H. Ismail Tembang
Pamungkas, berarti Astah Buju’ Panaongan lebih awal ketimbang Syekh Ali Akbar.
Bibliografi
Graaf,
H.J. De, (1990), Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, Jakarta:
Pustaka Grafiti.
---------------,
(1987), Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati, Jakarta
Utara: Pustaka Grafitipers.
Kaiy, Yant, (2019), Syekh Ali Akbar Syamsul
Arifin: Menelisik
Sejarah Pasongsongan yang Terputus, Sumenep: Rumah Literasi.
Susanto,
Arif, (2015), Pasongsongan Tanah Mardikan: Perspektif Sejarah dan
Pengembangan Potensi Wisata di Kecamatan Pasongsongan, Sumenep: Kantor
Kecamatan Pasongsongan.
Abdurachman,
(Tjetakan II), Sedjarah Madura Selajang Pandang, Sumenep: Pertj.
Automatic The Sun.
Al-Humaidi,
Muh. Ali, (2010), Cina dalam Bingkai Islam Pesisir, Pamekasan: STAIN
Pamekasan.
Raffles,
Thomas Stamford, (2008), The History Of Java, Yogyakarta: Narasi
Bachtiar,
Tiar Anwar, dkk, ((2002), Sejarah Nasional Indonesia Perspektif Baru, Bogor:
Aiems.
Fauziah, Wiwik, dkk, (2010), Atlas
Sejarah Indonesia dan Dunia, Sidoarjo: CV. Orion.
Mestu, Slamet, (2003), Pemakaman
Raja-raja Bangkalan: Makam Aer Mata, Bangkalan: Kasi Kesenian, Pengemb.
Bahasa dan Budaya, Dinas P dan K.
de Jonge, Huub, (1989), Madura dalam Empat Zaman: Pedagang,
Perkembangan Ekonomi, dan Islam, Jakarta: Gramedia.
Gunawan, Restu, (2017), Sejarah
Indonesia, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Vlekke, Bernard H. M,
(2008), Nusantara: Sejarah Indonesia, Jakarta: Gramedia.
Ahmad, Zainollah, (2019), Tahta
di Timur Jawa: Catatan Konflik dan Pergolakan pada Abad ke-13, Yogyakarta:
Matapadi Presindo
Hardjowigeno, Sarwono, (1995), Ilmu
Tanah, Jakarta: Akademika Pressindo.
Syamsu As, Muhammad, (1999), Ulama
Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, Jakarta: Lentera.
Hartono Hs, Bambang, (2001), Sejarah
Pamekasan: Panembahan Ronggosukowati Raja Islam Pertama di Kota
Pamekasan-Madura, Sumenep: Nur Cahaya Gusti.
Mansurnoor, Lik Arifin, (1990), Islam in an Indonesia World Ulama of Madura, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Darmawijaya, M. Isa, (1990), Klasifikasi
Tanah (Dasar-dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di
Indonesia), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kasdi, Aminuddin, (2003), Perlawanan
Penguasa Madura atas Hegemoni Jawa, Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Mahasin, Aswab, (1996), Ruh Islam dalam Budaya Bangsa, Jakarta:
Yayasan Festival Istiqlal.
Azra, Azyumardi, (1999), Jaringan
Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung:
Mizan.
Investigasi
1.
Antara Buju’ Panaongan dan Syekh Ali Akbar belum ditemukan sebuah
korelasi/hubungan kekeluargaan. Para tokoh agama dan sejarah di Pasongsongan
dalam penelusurannya juga belum mendapatkan titik terang tentang adanya bukti
(sejarah) yang valid kalau keduanya ada keterkaitan pada silsilah keluarga
(nasab).
2.
Tetapi KH. Ismail Tembang Pamungkas, Ustadz Aji Lahaji, dan beberapa tokoh
agama mukasyafah di Pasongsongan menyatakan dengan tegas dan meniscaya, bahwa
mereka yang terkubur di Astah Buju’ Panaongan adalah orang-orang yang berasal
dari Negeri Timur Tengah.
Dan
Buju’ Panaongan merupakan titik awal lahirnya ulama-ulama besar penyebar agama
Islam di Pulau Madura dan Jawa. Memang tidak ada catatan/bukti sahih yang
mempertegas itu semua, karena para waliyullah itu dalam mendakwahkan ajaran
Islam secara sembunyi-sembunyi pada awalnya. Tak ada kamera pengintai yang
mengabadikan semua aktifitas mereka.
3.
KH. Ismail Tembang Pamungkas sangat yakin, kalau suatu saat nanti pelabuhan
Pasongsongan menjadi pelabuhan internasional, maka berarti Allah SWT telah
mengembalikan lagi kejayaan/kemakmuran pelabuhan Pasongsongan seperti masa
silam. Pengerjaan pembangunan Pelabuhan
Pasongsongan terus dilakukan; mulai peletakan blok beton raksasa sampai ke
tengah laut, penimbunan dan pengerukan dasar laut.
Selanjutnya
menurut informasi masyarakat Pasongsongan, kalau kalau pelabuhan tersebut saat
ini menjadi sebuah pelabuhan terbesar di Madura.
Biodata
Penulis
Yant
Kaiy lahir di Sumenep tahun 1971. Karya-karyanya tersebar di media cetak,
antara lain: Jawa Pos, Surya, Memorandum, Bhirawa, Majalah Kuncup, Fakta,
Berita Yudha, Sinar Pagi, Buana, Mutiara, Jayakarta, Swadesi, Surabaya Post,
Idola, Karya Darma, dan lain-lain.
Untuk
media online karya-karyanya dipublikasikan oleh: limadetik.com, lontarmadura.com,
maduraaktual.blogspot.com, dan lain-lain
Novelnya
berjudul “Ombak dan Pantai” diterbitkan Karya Anda Surabaya sebanyak 20
serial.
Buku
cerita anak karyanya antara lain: Bung Karno, Bung Hatta, Cerita
Rakyat Madura “Kortak”, Pesan Ibu (penerbit Papas Sinar Sinanti, Depok), Halima,
Cerita Rakyat Madura “Ki Moko”, Kumpulan Cerita Anak (penerbit
Garoeda Buana Indah, Pasuruan).
Buku sejarah yang telah diterbitkan Syekh Ali Akbar: Menelisik Sejarah Pasongsongan yang Terputus (penerbit Rumah Literasi Sumenep). (Tamat)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.