Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (25)



Novel: Yant Kaiy

Kuibaratkan botol minuman di depan mejaku sebagai seorang nona manis bertubuh sintal namun telanjang bulat tanpa kesan sebagai Kartini Indonesia nan lestari nilainya, kupegang dan kuusap penuh kecewa, kubelai sekali lagi serta kutuang isi hatinya ke dalam gelas berwarna jingga langit senja, lalu kuminum bersama-sama tanpa ada rasa bersalah sekali lagi, sebab kami membutuhkan lautan kasih lebih banyak agar tidak terlalu dahaga tatkala kemarau menghunus nasib. Yah, kasih terhadap sesama, bukan saja nafsu birahi yang terlepas bersama hasrat tak terbendung, padahal terlalu keji sekaligus menyakitkan tak ubahnya perilaku hewan, tak lebih dari binatang buas di alam ini. Aku tak dapat mengambil kesimpulan lebih dari sebuah kesenangan sementara dalam mengimla kedengkian terhadap dosa dan maksiat pada malam ini. Sedangkan halimun berguguran ke telapak tanganku tiada henti-hentinya berdoa dalam harapan berserakan. Jujur aku tak mungkin berbuat seenaknya terhadap seorang perempuan semanis dan secantik dia. Aku tahu dari kecil, ketika aku masa kanak-kanak, ketika itu aku mulai berkembang dalam berpikir tentang kehidupan ini, bahwa aku lahir dari seorang Ibu... Dari rahimnya memberikan kesempatan untuk melihat kehidupan lebih luas tentang alam semesta.

Haruskah kencingku dibuang secara najis terhadapnya? 0... tidak... Aku masih waras, sehat apa adanya. Lebih dari itu, aku banyak belajar dari para alim ulama sebagai pencerahan hati gersang, memberikan pesan tentang hari akhir dari janji Tuhan tidak bisa ditunda lagi.

Setelah selesai urusan, aku tinggalkan mereka agar terus larut pada noktah problematika tak berpantai. Kuberikan dia kenangan yang tak pantas barangkali menurut tradisi modern saat ini. Ada sesuatu yang mengikuti langkah-langkahku di sepanjang jalan malam lelah. Kubiarkan dia berteriak-teriak menggapai polusi suara, karena binatang-binatang modern yang menembus malam itu tak pernah mau didiamkan kepada sesuatu penuh luka membusuk. Silih-berganti menggiring skenario Tuhan, kendati akhirnya semua makhluk bernyawa akan musnah seiring waktu merenggut usia.

Acapkali aku terlupa bahwa nikmat dunia tidak sebanding surga abadi berselimut hasrat tak terbendung. Tatkala terbersit niat, terjadilah apa yang dikehendaki. (Bersambung)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p