Mengakali Air yang Tercemar
Artikel Keluarga: Yant Kaiy
DI daerah industri atau daerah-daerah permukiman padat penduduk, manusia sering ceroboh dan seenak perutnya membuang sampah dan bahan-bahan kimia ke dalam air. Akibatnya air tersebut menjadi tercemar. Zat-zat kimia yang sering disebut sebagai pemasok paling dominan dalam pencemaran air adalah deterjen, logam-logam, pupuk, pestisida, minyak bumi, serta zat-zat pewarna.
Air tercemar tersebut tentu tidak dapat
diminum, tidak dapat dipakai sebagai pencuci ataupun pelarut. Berdasarkan hasil
penelitian Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Kapuslitbang) Pengairan Departemen PU, Dr. Ir. Badrudin
Mahbub selama hampir 10 tahun, ditemukan kenyataan bahwa beberapa sungai di
Pulau Jawa dalam kondisi tercemar amat berat. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Citarum
Hulu, Sungai Surabaya Hilir, Sungai Bekasi Hilir, Saluran Mookervaat, Banjir Kanal, dan Sungai Sunter.
Di Waduk Saguling, yang
sumber airnya terutama berasal dari Sungai Citarum, Jawa Barat, sekitar 50
ton ikan mati. Menurut penelitian TKP-2 Jawa Barat tingkat pencemaran Citarum telah
melampaui ambang batas. Tingkat keasaman (pH) air limbah industri sepanjang Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum mencapai
1,5 – 11,5 mm, bahan terlarut 34 – 9,445 mg/l serta kadar Fe (besi) sekitar
0,28 – 7,99, mg/l.
Mudah
dioperasikan
Kualitas air bersih dapat dilihat dari kadar oksigen yang terlarut dalam air (dissolved oxygen atau DO). Apabila suatu air mengandung zat pencemar cukup banyak, maka harga DO akan turun, sebab oksigen yang larut dalam air akan terpakai oleh bakteri-bakteri untuk menguraikan zat-zat pencemar.
Banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan kotoran-kotoran itu disebut biochemical oxygen demand (BOD). Harga BOD berbanding terbalik dengan harga DO. Air bersih tentu memiliki harga DO tinggi dan harga BOD rendah. Apabila harga DO lebih rendah dari 4 mg per liter, berarti air tersebut cukup tercemar.
Pengendalian pencemaran air dengan proses elektrolisa adalah suatu alternatif yang dapat digunakan. Sistem ini amat mudah dioperasikan. Kita sudah mengenal pengendalian air limbah dengan proses kimiawi, tetapi proses ini dirasa sudah tidak efektif lagi karena prosesnya cukup lama. Hal ini terbukti dalam pemakaiannya di beberapa kota seperti di Jakarta, Tangerang dan juga di daerah-daerah lain di Indonesia.
Untuk itulah para pakar terus mengupayakan guna menemukan cara/metode yang paling efektif, pada akhirnya ditemukan metode pengendalian air limbah baru dengan proses elektrolisa yang sudah barang tentu memanfaakan arus listrik. Alat ini diberi nama elektroflokulator.
Kendati sampai kini desain elektroflokulator
masih dalam tahap penyempurnaan, tetapi alat ini cukup menjanjikan hasil yang lebih qualified dibanding metode kimiawi.
Dibanding dengan
metode-metode kimiawi dan metode konvensional lainnya, elektroflokulator
memiliki keunggulan-keunggulan, antara lain membutuhkan waktu amat singkat dan
tepat tanpa unit koagulasi, floknya bersifat padat, dalam prosesnya tidak bergantung
pada pH, cepat membentuk flok dan lebih utama hasilnya (lebih bersih), investasinya
kecil, pengoperasiannya mudah dan murah serta tahan korosi.
Rumah
Tangga
Memang, pemakaian elektroflokulator hingga kini
masih dalam pemakaian di lingkungan rumah tangga. Tentu saja bentuknya
sederhana dan dirancang lebih kecil agar tidak memakan tempat. Dan, suatu hari
nanti juga akan dikembangkan guna pengendalian air limbah industri yang tentu
desainnya lebih besar
plus sempurna dengan beberapa alat tambahan.
Pada intinya alat ini
terdiri atas tiga bagian, bagian pertama tempat elektroda untuk melakukan
proses elektroflokulasi. Bagian kedua, berupa tangki penampung endapan. Dan
bagian ketiga tangki penyaring pasir serta pasir.
Pada waktu proses
penggumpalan materi pencemar yang terkandung dalam air limbah, dilakukan dengan
mengalirkan arus listrik searah (DC) dan katode ke anode. Kedua elektrode itu
akan menarik materi pencemar menjadi flok (gumpalan), sehingga air limbah
menjadi jernih kembali. Besarnya arus listrik searah yang dipakai
sangat bergantung pada pekat atau tidaknya zat pencemar.
Setelah arus listrik dialirkan, maka pada
anode terbentuk
gas oksigen (O2), pH asam dan aluminium. Sementara pada katode
terbentuk hidrogen (H2), pH basa endapan logam tercemar. Unsur-unsur ini bereaksi membentuk flok (gumpalan) dari senyawa
Al (OH)3, Mg(OH)2 dan Hipolklorit serta pH netral.
Ketiga senyawa flok tersebut mempunyai peranan berbeda. Flok Al (OH)3 dan Mg (OH)2 akan bertindak sebagai penggumpal kotoran, sedangkan Mg(OH)2 juga berperan menyerap kandungan N dan P dalam air, dan flok Hipolklorit merupakan desinfektan yang berfungsi memusnahkan bakteri-bakteri yang ada dalam air limbah tersebut.
Proses elektrolisa
Setelah instrumen dirangkai seperti apa yang terdapat pada skema, air limbah akan mulai dialirkan melalui bagian pertama yang telah dialiri arus
listrik, sehingga terjadilan proses penggumpalan seperti penjelasan di atas. Kemudian, air dan gumpalan dialirkan ke tangki penampung. Sementara gumpalan ringan mengambang dibuang, dan gumpalan berat jenisnya (BD) besar akan mengendap secara gravitasi.
Air ini sebenarnya telah jernih, tetapi masih
perlu sekali lagi untuk diolah dengan tangki saringan berisi pasir. Dan air yang
keluar dari elektroflokulator ini telah jernih plus normal seperti alami
dan siap
dipergunakan sebagai air minum dan buat kepentingan lainnya.[]
Diolah dari berbagai sumber
Publish: Tabloid Mutiara (Minggu I/11/1991)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.