Surat Terbuka Yant Kaiy (Bagian III (Habis))
Melalui puisi pula aku mencurahkan pengalamanku menyeberang dari Kamal (Madura) ke Ujung (Surabaya). Puisi menampung kesan-kesanku yang berangkat dari keterpikatanku terhadap sebuah objek. Misalnya pernik-pernik cahaya matahari yang memantul di laut, bias ombak, langit biru dan suasana saat kapal kapal meninggalkan tanah kelahiranku. Puisi tidak saja menampung kesan yang nampak, tapi juga kesan-kesan perasaanku dikala aku hendak mengarungi dunia di luar Madura.
Bagiku puisi adalah
perjalanan hidup.
Ingin kucatat semua
yang dapat terlihat pada bola mata. Aku benar-benar antusias bila panca
inderaku menangkap sesuatu. Bila sudah demikian cepat-cepat aku duduk di depan
mesin ketik usang sudah karatan.
Suatu hari, ketika
Ayah akan berangkat ke perkumpulan macapat, ia menepuk pundakku.
"Ayah salut
terhadapmu, Nak!" ujarnya hampir tak terdengar dengan sikap berwibawa.
Aku sangat bangga
memiliki Ayah seperti dia. Ayah yang tak memasung segala cita-cita anaknya. Tidak
membelenggu segala yang kumau. Thank's berat terhadapmu, Ayah.
Bagiku puisi adalah
segala-galanya.
Kamu boleh mencemooh, menghina,
menelantarkan aku dari pergaulan. Boleh kamu menyumpahi aku, asalkan jangan
kamu bumi hanguskan keinginanku menulis puisi.[]
Publish: Koran Karya Darma (21/11/1992)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.