Langsung ke konten utama

Fenomena OMGB di Sumenep


Opini: Yant Kaiy
Orang Madura, khususnya orang Sumenep adalah pekerja ulet dan tekun. Pantang menyerah sebelum sukses dalam genggaman. Sesuai dengan falsafahnya: Abantal omba’ asapo’ angin, alako barra’ apello koneng. (berbantalkan ombak berselimut angin, bekerja keras berkeringat kuning). Artinya, mereka kalau sudah bekerja akan selalu fokus pada pencapaian diri.

Di perantauan mereka mampu lebih baik dalam kesejahteraan ketimbang berada di tanah kelahirannya. Di rantau mereka berperilaku hidup cukup sederhana, mengebiri kesenangan sesaat demi cita-cita mulia.  Terbukti ikhtiar ini bisa mengantarkannya pada raihan sukses tak terelakkan.

Tapi berbanding terbalik di tanah asalnya. Mayoritas kalangan sarjana baru lulus lebih memilih jadi tenaga kerja sukwan di kantor pemerintah dan beberapa di lembaga pendidikan, baik negeri atau swasta. Seolah tidak ada pilihan baginya bekerja di bidang lain agar taraf hidupnya bisa lebih baik.

Padahal mereka tahu kalau bayaran tenaga sukwan itu tidak manusiawi. Sekali masuk kerja mereka dibayar berkisar Rp 10.000,- sampai Rp 15.000,-. Banyak kerja tapi hasil tiada. Kira-kira begitu realita yang saat ini terjadi.

Memang tidak mudah bagi mereka dalam mencari alternatif kerja lain. Terbatasnya lapangan kerja, para pemilik modal seolah tidak punya ide dalam menciptakan lapangan kerja, regulasi dari pemerintah tidak pro rakyat  membuat para lulusan perguruan tinggi banyak menganggur. 

Akhirnya tenaga kerja profesional bergelar sarjana itu umumnya menjadi OMGB (Orang Miskin Gaya Baru). Kasihan mereka. Sudah sekolah tinggi-tinggi tapi akhirnya jadi orang sengsara.

Sementara pemerintah hingga detik ini lebih menggalakkan bantuan sosial, bukan lapangan kerja. Aneh. Apakah mereka memiliki nurani. Ini menjadi pertanyaan yang akhir-akhir ini viral di tengah pandemi Covid-19.[]


Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p