Cerpen: Yant Kaiy
Sungai yang tercemar karena orang-orang telah membuangi
sampah seenak perutnya sendiri, ternyata banyak menyimpan kenangan cukup
mendalam bagi Debur. Maka setiap kali Debur pulang kampung, pasti ia
menyempatkan diri mengunjunginya. Sungai itu berjarak 5000 meter dari rumahnya.
Dua puluh satu tahun yang lalu, Debur pernah bermain bersama
di sungai yang dulunya bersih tersebut. Bagi Debur rasanya seperti kemarin.
Waktu begitu singkat. Suara Rani masih terngiang bila Debur menyentuh air
sungai yang tidak terlalu lebar itu. Di air sungai, kadang ada wajah Rani
tersenyum padanya. Maka ia namakan sungai itu dengan Sungai Rani.
Rani yang berhidung mancung meninggalkan kampung Debur
karena ayahnya dipindah-tugaskan ke daerah Kalimantan Tengah, tepatnya di
daerah Sampit. Ayah Rani seorang pegawai negeri di salah satu kantor
pemerintah. Kala itu mereka sama-sama duduk di bangku SD kelas 5.
Tak pernah terpikirkan dibenak mereka kalau suatu hari nanti
akan saling merindukan karena terpisah oleh jarak dan waktu. Pada saat itu tidak
ada alat komunikasi canggih seperti saat ini.
“Kapan kau kembali, Bur?” tanya Ayah padanya ketika selesai
makan malam bersama.
“Besok.”
“Kau sudah ketemu dengan keluarga Rani?”
“Belum. Tapi aku sudah mengantongi alamatnya.”
“Kalau ketemu, sampaikan salamku pada mereka!”
Debur mengangguk.
Debur adalah seorang nakhoda kapal penumpang jurusan
Surabaya – Kalimantan. Dan setiap kali kapalnya singgah di Sampit ia mencari
informasi akan keberadaan keluarga Rani.
Sebelum berangkat ke Surabaya, Debur menyempatkan diri mengunjungi
sungai yang menyimpan banyak kenangan itu. Seakan-akan Debur mau berpamitan.Tapi tiba-tiba ada yang memanggil
namanya. Debur menoleh, ternyata seorang wanita dengan anak kecil berusia empat
tahun.
“Kau lupa aku?” ucap wanita yang mendekat ke arahnya. Ia
tersenyum merekah.
Debur membongkar memori otaknya.
“Kau… Rani?”
Rani langsung menubruk tubuh Debur. Pria yang sudah berbaju
rapi itu tidak bisa mengelaknya.
“Ini anakmu?”
“Bukan.”
“Lalu apamu?”
“Keponakanku. Anak kakakku, Mas Ansori.”
“O…”
“Kok rapi banget, kau mau kemana?”
“Ke Surabaya. Aku bekerja di kapal.”
Rani dan Debur duduk di pinggir sungai. Sedangkan anak kecil
itu duduk di sebelah Rani.
“Sengaja aku ke sini karena aku kangen sungai ini.”
“Syukurlah.”
“Lebih-lebih aku rindu kamu.”
“Sama. Aku juga ingin selalu bersamamu, Ni. Seperti saat
kita main bersama.”
Tangan mereka saling berpegangan, disaksikan air sungai yang
mengalir dengan tenang.
Pasongsongan,17/2/2020
Komentar
Posting Komentar