Langsung ke konten utama

Mengenal Hairul Anwar (Bagian II)

Hairul Anwar berada di Pelabuhan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. (Foto: Yant Kaiy)


Catatan: Yant Kaiy

Hairul Anwar juga menjadi Ketua Aklindo (Asosiasi Kontraktor Ketenagalistrikan Indonesia, 2010 – sekarang). Ketua KADIN Kabupaten Sumenep. Ketua Aksindo (Asosiasi Kontraktor Konstruksi) Kabupaten Sumenep. Wakil Ketua I BPP Jawa Timur (2015 – sekarang). Wakil Ketua HIPMI Bidang Energi Sumber Daya Mineral (2015 – sekarang). Ketua PSSI Sumenep.

Itu beberapa poin utama tentang nilai plus yang melekat pada sosok Hairul Anwar.

Banyak orang terkesan terhadap karakter Hairul Anwar yang cenderung peduli terhadap nasib sesama; mereka yang hidupnya berada di bawah garis kemiskinan. Satu pembawaan masa kecil Hairul Anwar ini tidak pernah berubah hingga sekarang, begitulah beberapa komentar teman-teman masa kecilnya.

 

1.Masa Kecil Hairul Anwar

Hairul Anwar dilahirkan pada, 18 Agustus 1980, di Dusun Benteng Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Ia menjalani masa kecilnya seperti anak-anak lazimnya. Ia dari keluarga yang biasa-biasa saja. Anak bungsu dari tiga bersaudara berdarah Madura, Arab dan Cina ini memiliki kecerdasan lumayan, terbukti ia selalu masuk tiga besar sebagai murid terbaik di sekolahnya.

Ketekunan belajar menjadi modal utama Hairul Anwar sebagai murid teladan di SDN Panaongan I. Ia sangat gigih, telaten, ulet dan disiplin dalam banyak hal. Menomer satukan menimba ilmu sebaik mungkin sebagai bekal kelak setelah dewasa.

Kesetiakawanan Hairul Anwar menjadi sikap mendasar dalam bergaul. Ia tak pernah membeda-bedakan teman. Walau dalam garis keturunan, ayah Hairul Anwar berasal dari trah alim ulama dan tokoh Islam terkemuka di Kecamatan Pasongsongan. Sedangkan Ibu Hairul Anwar berasal dari keturunan Syekh Abdul Latif (adik Syekh Ali Akbar Syamsul Arifin) dengan perpaduan Cina muslim. Namun egosentris Hairul Anwar akan trah dalam bersosial budaya tidak terlihat.

Satu kebiasaan Hairul Anwar sehabis shalat subuh ia langsung mempersiapkan diri berangkat sekolah. Sore harinya bersekolah lagi di MI An-Najah Pasongsongan. Malam harinya mengaji Al-Qur’an pada Kiai Mustamar yang tak lain paman Hairul Anwar. Kemudian Hairul Anwar mengikuti kajian Kitab Sullamut Taufiq dan Safinatun Naja di musholla tempatnya mengaji.

Pulang mengaji Hairul Anwar makan malam dulu. Setelah itu ia mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan guru sembari mempersiapkan semua peralatan sekolah untuk dibawa besok. Begitulah kegiatannya setiap hari tanpa mengenal lelah.

Ia teringat kata–kata seorang guru, tidak ada ruginya bagi orang terlalu pintar. Maka dengan selalu memaksakan diri mengasah otak, memperbanyak membaca buku atau apa saja maka akan membuat seseorang menjadi lebih cerdas. Ia akan mempunyai power nalar handal yang menguntungkan bagi kepribadiannya.

Hanya dengan modal belajar dan terus belajar maka ilmu apa pun akan mudah diserapnya. Dari haus membaca buku-buku pelajaran tentang agama Islam dan pernak-pernik hukumnya, ilmu pengetahuan Hairul Anwar semakin meniscaya. Kesenangannya membaca dan mempelajari berbagai dasar ilmu Islam menjadikan keimanannya begitu kokoh. Tertanam dan mengakar kuat di hatinya. Tidak mudah diombang-ambingkan situasi dan kondisi apa pun. Tidak gampang terjebak pada suatu paham keliru dan menyesatkan, karena memiliki banyak kajian keilmuan sebagai pembanding.

Dimasa liburan sekolah, biasanya Hairul Anwar lebih banyak di rumah membaca buku penunjang pelajaran, warisan kedua kakaknya. Hanya sebentar kalaupun ia bermain lantaran harus menyegerakan shalat berjamaah di masjid yang tidak jauh dari rumahnya.

Hairul Anwar sangat suka kebersihan. Ia mencuci sendiri semua pakaiannya. Ia sering menyapu dan mengumpulkan sampah pada tempatnya.

Hairul Anwar kecil adalah anak penurut. Berbakti kepada kedua orang tuanya. Tidak pernah berbuat macam-macam yang membuat orang tuanya kecewa. Prinsipnya tak mau membuat orang lain terbebani oleh tingkah lakunya dan keinginannya semata. Ia sangat menjaga nama baik keluarganya. Ia juga tak pernah meminta sesuatu apa pun yang tidak begitu penting. Kesederhanaan dan kedisiplinan ini terus tertanam di kalbunya.

Sikap mandiri Hairul Anwar menjadikan teman-teman sekolahnya mengagumi kepribadiannya yang tulus. Sudah cerdas masih senang berbagi ilmu pelajaran, membuatnya mendapat banyak pujian. Seringkali ada teman sekolahnya yang tidak mengerti pelajaran dari guru, maka Hairul Anwar mengadakan kelompok belajar bersama di rumahnya. Karena dia sudah paham, dia yang mengajari mereka (teman-temannya) sampai bisa.

Sikapnya yang tidak sombong, suka mengalah, dan selalu menghormati siapa pun adalah akhlak mulia yang melekat pada sifatnya. Yang tak kalah menarik dari semua itu, Hairul Anwar adalah pemaaf dan tidak pendendam kepada siapa saja. Ia tidak mudah hanyut atau ikut-ikutan temannya yang bertingkah tidak baik.

Terkait dengan ilmu pengetahuan, Hairul Anwar menyadari kalau dirinya tidak akan bisa menaklukkan dunia kalau tidak pintar. Dengan berotak pintar orang bisa menginjakkan kakinya di bulan. Dengan berotak cerdas orang bisa membuat pesawat terbang. Inilah dorongan semangat dari kedua kakaknya, membuat Hairul Anwar kian tekun dalam belajar.

Apalah artinya harta berlimpah kalau otaknya bodoh, begitu kata-kata orang tuanya yang senantiasa terngiang di telinga Hairul Anwar. Orang tua Hairul Anwar juga menganjurkan untuk mendalami ilmu-ilmu Islam yang berkaitan dengan akhlak. Otak pintar harus seiring sejalan dengan akhlak yang baik. Kalau sudah demikian, maka akan banyak memberi maslahah bagi orang lain secara luas. Kalau seseorang akhlaknya rusak jangan harap orang lain mendapat manfaat dan kebajikan darinya. Justru sebaliknya, orang lain akan mendapat mudarat.

Hal ini mahfum, sudah tertulis dalam beberapa kisah lama tentang orang pintar yang akhirnya kufur kepada Tuhannya. Ingkar terhadap nikmat-nikmat yang diberikan Allah terhadapnya. Bahkan pada akhirnya ada yang menganggap dirinya Tuhan. Nauzubillahi min zalik.

 

2.Menakar Keimanan Hairul Anwar

Kapasitas keimanan seseorang tidak bisa hanya dilihat dari sisi performanya saja. Tidak bisa dilihat dari sisi penampilannya. Namun kualitas keimanan seseorang bisa dilihat dari perilaku saban harinya. Seperti halnya beribadah ritual, bergaul dengan orang-orang sekitarnya. Adalah orang-orang terdekat yang bisa mengukur sampai seberapa hebat keimanan seseorang dibanding dengan orang lain.

Atau bisa jadi menakar keimanan seseorang itu lewat wawancara dengan tetangganya. Biasanya mereka akan memberikan penjelasan, gambaran kepribadian, dan tingkah lakunya secara transparan.

Hairul Anwar penganut agama Islam taat. Sedari kecil ia telah diajarkan halal-haram oleh orang tuanya. Mereka menyadari kalau saat kecillah yang paling tepat menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Ternyata sesuai dengan impian orang tuanya, Hairul Anwar kecil menyukai ilmu-ilmu Islam yang diajarkan guru mengaji dan para ustadz di Madrasah Ibtidaiyah.

Orang tua Hairul Anwar memahami benar kalau menjalankan ibadah amaliah adalah harga mati. Tak bisa ditawar-tawar. Sebab setiap manusia beragama yang tidak menjalankan kewajibannya, maka hidupnya takkan bahagia dunia dan akhirat.

Maka ketika Hairul Anwar sangat menguasai Kitab Sullam Safinah, beberapa saudara dari kedua orang tuanya menganjurkan Hairul Anwar untuk dimasukkan pada salah satu pondok pesantren di Pulau Jawa. Pada waktu itu Hairul Anwar masih di bangku Sekolah Dasar. Seperti tradisi para leluhurnya, menimba ilmu agama Islam dengan menjadi santri di pondok pesantren. Tujuannya agar Hairul Anwar bisa menggantikan posisi pamannya, Kiai Mustamar, melanjutkan pengelolaan pondok pesantrennya. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p