Berkawan Sepi



Cerpen: Yant Kaiy

Sosoknya selalu berkelebat diantara sepi menikam. Tak bisa lepas. Aku terkurung sedemikian rupa. Rindu terhampar diantara ranting kering. Walau kutahu dia bukanlah kekasih yang mengikrarkan cintanya. Dia sebatas teman baru di kampus. Tidak lebih.

“Malam Minggu kau ada acara?”

“Ada,” sahutku datar.

“Kirain sendiri,” suaranya tercekat di sudut ruang kantin yang ramai dengan mahasiswa.

“Kau makan apa?” kualihkan pembicaraan.

“Aku sudah pesan. Kau sendiri?”

“Sudah juga.”

Sejurus kemudian datang pesanan kami. Tak ada lagi kalimat meluncur. Kami sama-sama menikmati makanan sederhana asal mengenyangkan perut. Seorang mahasiswi yang kuliah di luar daerah harus lebih banyak berhemat, pesan Ayah sebelum berangkat.

Belum selesai makan, tiba-tiba teman-teman lain datang. Pecahlah suasana hati kami.

“Sudah jadian nih ye…” celetuk salah seorang diantara mereka.

“Apanya? Kita nunggu kalian sedari tadi, kok,” sahutku tanpa meminta persetujuannya.

***0***

Banyak teman mahasiswa mengatakan, kalau aku tergolong wanita dingin dan tertutup.

“Haruskah aku membuka diri?”

“Memperbanyak teman tidak ada salahnya kan, Mila. Kita kan mahasiswa baru di kota ini. Siapa tahu kelak kita ada kesulitan, kita kan lebih enak minta bantuannya,” terang Desi semangat.

“Entahlah.”

“Memang kau tidak kerasan? Masih memikirkan orang rumah?” korek Desi dengan mimik serius.

Aku tersenyum kecut.

“Atau kau mau pindah jurusan?” cecar Desi.

“Tidak semuanya!”

“Lalu kenapa?”

Aku menarik napas panjang. Ada sesuatu mengganjal pada benak. Kisah cinta setahun lalu membuatku tak bergairah lagi menerima kehadiran cowok lain.

“Bagaimana menurutmu tentang Reihan?”

“Kuakui Reihan punya perhatian padaku. Dia memang belum menyatakan perasaan hatinya. Aku sengaja menutup diri karena aku tak mau terluka kembali…”

“Jadi kamu belum move on ceritanya?” timpal Desi.

“Ya. Begitulah mungkin.”

“O…”

Desi dan aku berasal dari kota yang sama. Beda kecamatan. Kami kenal di salah satu seminar. Aku sebagai moderator, Desi selaku panitia pelaksana.

“Tapi Reihan itu ngebet sama kamu, Mila,” celetuknya sambil beringsut ke arahku.

Aku tersenyum.

“Kau sebagai duta dia?”

Derai tawa kami pun pecah. Suasana malam tidak sunyi lagi.

***0***

Sebulan kemudian, Reihan nekat bertandang ke tempat kosku. Aku terpaksa keluar. Menjumpainya di teras depan. Hatiku berkecamuk. Dia duduk menyambut kedatanganku.

Tanpa babibu lagi, Reihan berkata: “Aku tak butuh jawabanmu sekarang, Mila. Aku hanya ingin menyatakan perasaanku. Aku menyukaimu.”

Dari ujung mata, kulihat dia memandangiku. Jantungku berdegub kencang. Reihan mendekat. Kubiarkan saja. Ketika tanganku hendak disentuhnya, aku memberi isyarat kalau itu tidak perlu.[]

Pasongsongan, 11/4/2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BPRS Bhakti Sumekar Pasongsongan Salurkan Sedekah di SDN Panaongan 3

Abu Supyan: Kepala SD yang Memiliki TK Satu Atap Diminta Segera Urus Izin Operasional

MS Arifin Menerima Kunjungan Ahli Pengobatan Alternatif di Yogyakarta

Anak Yatim di SDN Panaongan 3 Terima Santunan dari BPRS Bhakti Sumekar Pasongsongan Kabupaten Sumenep

Saran Agus Sugianto dalam Rapat KKG SD Gugus 02 Pasongsongan

Ramuan Banyu Urip Bawa Serda Arifin Go International

Agus Sugianto Sependapat dengan Pengawas Bina SD, Dorong Pengurusan Izin Operasional TK Satu Atap

Cara Penggunaan Ramuan Banyu Urip Sesuai Anjuran MS Arifin

KKG SD Gugus 02 Pasongsongan Gelar Rapat Penyegaran dan Konsolidasi

Abah Asep, Perjalanan Panjang Sang Pejuang Herbal Therapy Banyu Urip