Langsung ke konten utama

Tembang Santet (Bagian X)

 


Cerpen: Yant Kaiy

"Apakah benar Bapak yang bernama Pak Andi?" tanya perempuan setengah baya itu. Ia mempersilakan duduk.

Saya merasa kikuk, bimbang, ragu, kecewa berbaur sedih menjalar seluruh pori-pori tubuh ini.

"Betul, sayalah orangnya!"

Anak perempuannya keluar dengan membawakan segelas minuman. Lalu mereka mempersilakan saya minum.

"Sebelumnya jangan terkejut, Pak Andi. Sebenarnya rumah ini telah dijual oleh Bu Andi," paparnya datar dengan sikap penuh perhatian.

"Betulkah itu? Lantas kemanakah istri dan anak saya?" pertanyaan saya memburu jawaban dari wanita setengah baya itu.

"Benar! Sekarang istri dan anak Bapak berada di Sulawesi. Ikut transmigrasi. Tepatnya, setahun setelah Bapak dipenjara."

"Oh," gumam hati kecil yang meluncur tanpa dikomando lewat mulut. Berdesis! Hampir tak terdengar di daun telinga.

"Sepuluh tahun yang lalu istri Bapak menulis surat ini. Istri Bapak mewanti-wanti untuk menyimpan surat ini dengan sebaik mungkin, dan memberikannya hanya kepada sampeyan. Saya pun tak tahu apa isi surat ini,” terangnya jujur.

Wanita setengah baya itu memberikan sepucuk surat terbungkus plastik. Dengan tangan gemetar saya terima surat itu.

Saya bawa rasa kecewa itu dan segera meninggalkan rumah megah yang dulu adalah gubuk. Saya timang sebentar surat dari istri tercinta itu.

Tulisan yang morat-marit itu mengingatkan saya padanya dan serasa akrab dengan kerinduan ini. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p