Bingkai Sejarah Buju’ Panaongan Madura (1)


Penulis: Yant Kaiy

Persembahan

Kepada orang-orang yang saya cintai:

Eppa’          : Muhammad Salehodin Minggeh

Emma’        : Asmawiya binti Hasyim

Bini             : Sundari Binti Surahmo

Ana’            : Fatillah Alfi Maghfirah

                      Azizah Syifana

Taretan        : S. Yohana

 

Ucapan Terima Kasih

1. K.H. Ismail Tembang Pamungkas, (da’i, sejarawan, pengasuh thoriqoh Desa Paberasan-Sumenep).

2. Ustadz Aji Lahaji (pengamat sejarah Islam tinggal di Jakarta kelahiran Sumenep).

3. Drs. K.H. Mas Ula Ahmad (pengasuh Pondok Pesantren Assyafi’iyah Desa Panaongan-Sumenep).

4. Sri Sundari (pengamat sejarah Islam tinggal di Desa Panaongan-Sumenep).

5. Ustadz Abdul Karim Mastura (keturunan Syekh Ali Akbar tinggal di Desa Pasongsongan-Sumenep).

6. Madun, S.Pd. (Kepala SDN Padangdangan II Kecamatan Pasongsongan-Sumenep).

7. Ustadz Komarudin Nasir (da’i, keturunan Syekh Ali Akbar tinggal di Bengkulu).

8. K. Muhammad Ersyad (peranakan China tinggal di Desa Pasongsongan-Sumenep).

9. Ibnu Suaidi (peranakan China tinggal di Desa Pasongsongan-Sumenep).

10. Tri Bambang DS. (pemerhati sejarah, pegawai Kantor Kecamatan Pasongsongan-Sumenep).

11. Agus Sugianto, S.Pd. (pengamat sejarah, guru di SDN Pasongsongan I Kecamatan Pasongsongan-Sumenep).

12. Kiai Hasbullah (juru kunci Astah Syekh Ali Akbar Dusun Pakotan Desa/Kecamatan Pasongsongan-Sumenep).

13. Akhmad Jasimul Ahyak, S.Pd.I, (keturunan Syekh Ali Akbar, Kepala Madrasah Aliyah Itmamunnajah Desa Pasongsongan-Sumenep, Ketua Lesbumi MWC NU Pasongsongan).

14. Sertu Mohammad Syamsul Arifin (keturunan Syekh Ali Akbar yang berdomisili di Yogyakarta, CEO Komunitas Therapy Ramuan Banyu Urip International Yogyakarta).

15. Hairul Anwar (pengusaha muda asal Panaongan-Pasongsongan, owner Madura Energy, Goa Soekarno Pasongsongan, dan destinasi wisata e-Kasoghi Saronggi Sumenep).

16. Syaf Anton Wr. (sastrawan, budayawan asal Kota Sumenep).

Serta tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tulisan ini. Penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka. Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang senantiasa memberkati langkah kita.

 

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT terhadap limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga tulisan  Bingkai Sejarah Buju’ Panaongan Madura” bisa selesai dan dipublikasikan media online apoymadura.com.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah-limpahkan kepada junjungan Baginda Nabi Muhammad SAW. Revolusioner Islam yang tiada tanding dan banding di jagad alam raya ini.

Sensasional, itulah kesan penulis pertamakali dalam mengadakan semacam riset lapangan dan beberapa wawancara terhadap tokoh agama setempat. Bagaimana tidak, ternyata ada khasanah sejarah baru tentang penemuan kuburan penyebar agama Islam pertama di Pulau Madura, yaitu Astah Buju’ Panaongan di Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep Madura.

Banyak pemerhati sejarah mengatakan, jikalau penemuan kuburan massal ini telah menyebabkan pergeseran peta sejarah penyebaran agama Islam pertamakali di Madura. Sungguh mengejutkan memang, tapi itu suatu realita yang tidak bisa dibantah. Bahwa Buju’ Panaongan telah membelalakkan mata para ahli sejarah di Madura. Sementara sebagian besar dari mereka tidak punya suatu catatan yang bisa mengungkap cerita sesungguhnya.

Sedangkan metode pengambilan sejarah suatu obyek prosesnya memakan waktu lama. Kaidah-kaidah yang ada tidak memungkinkan bagi mereka bisa merenda puing-puing sejarah secara cepat sesuai kebutuhan masyarakat. Kendala-kendala inilah menjadi batu sandungan bagi mereka dalam melakukan observasi.

Jujur saja, bagi saya pribadi tidak ada keuntungan materi menulis Buju’ Panaongan. Tapi karena panggilan jiwa, saya terus menggali folklor yang ada tanpa menambah dan menguranginya. Beban moral itu menjadi pertangungjawaban saya terhadap generasi saya berikutnya.

Disaat orang-orang latah, lebih mempercayai ahli sejarah dari luar Pulau Madura karena memiliki lembaga riset, saya mencoba menguak sedikit tabir sejarah dari para penduduk lewat data wawancara. Sebab tidak ada literatur atau buku sejarah sebagai pijakan menulis.

Penulis menganggap bahwa folklor adalah jalan satu-satunya menyingkap sejarah Buju’ Panaongan sebenarnya. Karena tak ada satu kans yang bisa mengaitkan Buju’ Panaongan dengan bukti sejarah yang ada saat ini. Buju’ Panaongan obyek bersejarah terselubung lantaran terputus dari rangkaian cerita usang masa lalu. Langkah inilah menjadi acuan untuk terus digali dan menjadi salah satu solusi terbaik bagi pengungkapan fakta.

Folklor bagi sebagian besar ahli sejarah seringkali dikesampingkan. Padahal jangan-jangan dari folklorlah berkembang suatu titik temu dengan keberadaan sejarah sebenarnya. Jangan-jangan cerita mulut ke mulut itu bagian fakta sesungghhnya. Biarkan folklor terus berkembang seiring ditemukannya makam para arifbillah di Buju’ Panaongan.

Kadang ada rasa pesimis di hati, jangan-jangan nanti akan melahirkan polemik. Namun niat hati tulus, kenapa sebagai orang yang ada di sekitar lokasi Buju’ Panaongan seperti saya tidak ‘boleh’ membuat catatan tentang keberadaan kuburan massal itu. Sepertinya saya berdosa jika tidak mengkajinya. Kenapa kita lebih percaya kepada penulis luar negeri tentang obyek sejarah Buju’ Panaongan. Biarkanlah kita juga punya catatan yang bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya. Siapa tahu catatan sejarah kitalah yang lebih mendekat pada sejarah sesungguhnya.

Kontroversi penulisan sejarah Astah Buju’ Panaongan tidak menyurutkan niat penulis untuk menelaah lebih detail tentang makam para arifbillah ini. Sebelumnya memang ada kebimbangan. Karena nanti akan berbenturan dengan beraneka-ragam kepentingan kelompok tertentu. Tapi beberapa situs peninggalan sejarah yang ada memberangus kekhawatiran tersebut. Akhirnya penulis mengambil satu kesimpulan untuk melanjutkan investigasi lapangan dan beberapa wawancara.

Kita menyadari kalau sejarah di Indonesia kebanyakan merupakan hasil kenangan orang-orang yang mengalami peristiwa yang konon terjadi secara langsung. Bahkan ada sebagian lagi berdasar dari cerita nenek-moyang, lalu dikolaborasikan dengan obyek yang mengiringinya. Sebab tradisi orang Indonesia jaman dahulu hanya mengingat, bukan tradisi mencatat. Maka orisinalitas penulisan sejarah tersebut sangat dipertaruhkan.

Kita pun tidak punya potret sejarah masa lalu tentang Buju’ Panaongan. Yang tersisa adalah keping-keping memori dari cerita orang tua. Cerita itu terus diwariskan dari generasi ke generasi. Tentu dalam perjalanannya mengalami pasang-surut. Bisa juga mengarah jauh dari obyek itu sendiri, bisa pula mendekat pada titik kebenaran.

Saya pun tak mau berdebat tentang beda perspektif dengan para ahli sejarah. Walau tak jarang antara tokoh yang satu dengan lainnya berbeda, justru hal itu akan semakin memperkaya pengetahuan tentang Buju’ Panaongan itu sendiri.

Sesuatu yang sudah lazim dalam penulisan sejarah melahirkan pro-kontra. Sebab sudah pasti ada celah yang bisa membuatnya abu-abu. Tapi senyampang kita tidak berandai-andai tentu sejarah akan menempati posisi hampir benar yang sifatnya bukan personal. Ilmu sejarah itu unik dan khas, berbeda dengan ilmu lain. Maka ketika kita mengkaji sebuah obyek sejarah, tentu akan melahirkan banyak perdebatan. Sebab sejarah itu pada dasarnya bersifat perdebatan dari ragam metode perspektif personal. Terutama ketika yang bersifat fakta itu sudah diselesaikan.

Semoga tulisan ini bisa mengantarkan kita pada kebenaran sejarah Buju’ Panaongan ke altar dunia. Tidak ada yang tak mungkin di alam fana ini, bahwa keberadaan Buju’ Panaongan mata rantai sejarah yang sekian lama terputus dengan sejarah perkembangan Islam di bumi nusantara.

Demikian. Semoga tulisan ini bisa menambah ilmu pengetahuan baru bagi kita. Amin!

                                                                Sumenep, September 2019

                                                                                 Penulis

                                                                               Yant Kaiy

(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BPRS Bhakti Sumekar Pasongsongan Salurkan Sedekah di SDN Panaongan 3

Abu Supyan: Kepala SD yang Memiliki TK Satu Atap Diminta Segera Urus Izin Operasional

Anak Yatim di SDN Panaongan 3 Terima Santunan dari BPRS Bhakti Sumekar Pasongsongan Kabupaten Sumenep

Saran Agus Sugianto dalam Rapat KKG SD Gugus 02 Pasongsongan

Agus Sugianto Sependapat dengan Pengawas Bina SD, Dorong Pengurusan Izin Operasional TK Satu Atap

Notulen Rapat KKG PAI Kecamatan Pasongsongan Awal 2025

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

KKG SD Gugus 02 Pasongsongan Gelar Rapat Penyegaran dan Konsolidasi

Program Guru Tamu SDN Panaongan 3, Meningkatkan Kesadaran Perlindungan Perempuan dan Anak

Rapat KKG PAI Kecamatan Pasongsongan, Serah Terima Jabatan dan Permintaan Maaf