Sungai Darah Naluri (6)

 


Novel: Yant Kaiy

Aku pun terus membuat langkah-langkah baru sebagai antisipasi kegagalan menghadapi berjuta kendala. Aku juga membuat garis-garis rencana yang kupandang jitu mengusir kemelaratan, dan skema keinginan menjadi lebih bermanfaat bagiku menelanjangi hari baru yang terasa melelahkan sekali. Lalu bagaimana aku harus menaklukkannya?

Sementara aku tak memiliki senjata pemusnah yang dipakai oleh orang-orang sukses dalam bidang bisnis, pemerintahan, bahkan bidang asmara... Sedangkan diriku berjalan dengan tangan kosong. Senantiasa aku belajar berjalan kembali kepada waktu yang membimbingku menjadi lebih dewasa, lebih berani menghadapi persaingan hidup itu sendiri, lebih sering mendapatkan cemooh menyakitkan dari mereka yang tak tahu akan hakikat susastra sesungguhnya, lebih segala-galanya...

Bangkitnya rasa kesadaran daripada kedewasaanku tak lebih dari sebuah deraan lingkungan semena-mena, menginjak-injak duniaku yang dirasa mereka aneh, atau mungkin sikapku di bola mata mereka terlalu eksentrik, sehingga menimbulkan duniaku terlalu langka bagi anak-anak mereka, sedangkan aku berkorban lebih tajam lagi. Terlalu dalam serta terlalu lebar jurang pemisah generasi untuk diminati tentang dunia perasaan amat sensitif bagi terangkatnya bola belahan dunia menyedihkan, menyeramkan, membuat rasa jadi lebih ramah, membuat sikap manusia menjadi lebih bijaksana.

Aku juga terlahir dari sifat kekumuhan dan rasa jijik orang lain yang belum pernah minum dari keringat Ibu di atas ranjang berkasur tangis. Aku pun besar dari keterasingan serta identitas lain yang kurang wajar dan terlalu kurang ajar. Namun aku tak mau dunia kelam Ibu dipertaruhkan kembali di tengah perjuangan, kendati hasrat diri mengikat erat persendian dan otakku agar tak terbawa arus.

Nafsu...

Kubiarkan dewasa !...

Kubiarkan di ranting-ranting kering bermandikan embun, bergelayutan duka mendera diantara derita masa lalu. Hitam membayang. Samar kubisikkan pada rangkaian manis kalimat begitu halus mempesona. Menyihir semua mata seolah tak percaya pada realitas sesungguhnya. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

KB-PAUD Sabilul Rosyad Desa Pagagan Menerima Kunjungan Asesor Akreditasi

Kekecewaan Guru Honorer Pasongsongan: Lama Mengabdi tapi Tak Lolos PPPK

PB Elang Waru Jalin Persahabatan dengan PB Indoras Sumenep

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Mitos Uang Bernomer 999

Sekolah Hebat, SDN Padangdangan 2 Gelar Program Bersase Setiap Sabtu

KH Kamilul Himam Isi Tausiah Maulid Nabi Muhammad SAW di SDN Panaongan 3 Pasongsongan

498 Guru Honorer Sumenep Gagal Terjaring PPPK, Bagaimana Nasib Mereka?