Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (5)

 


Novel: Yant Kaiy

Lalu siapa yang salah? Jikalau budaya "kutu buku" dari rakyat musnah, sedangkan seniman-seniman yang tak lebih dari snob muncul diantara tawa kemenangannya. Duh, kenapa aku harus mengutuk para redaktur yang telah bekerja keras? Biarlah aku lapar asalkan aku tak makan daging tubuhku sendiri akibat benci memangsa ketenangan. Begitulah kupaparkan dari banyaknya keinginan. Biarlah aku sekarat haus akibat sengatan siang asalkan tidak meminum darah kehidupan orang lain. Akan kubakar puing-puing dendam yang memancarkan kepatah-arangan di tetesan sungai harga diri. Namun aku butuh asap rokok yang bisa membangkitkan rona naskah-naskah fiksi, dan aku tak ingin mengemis terlalu hina kepada para dekatnya dan seringnya aku mengirimkan karya-karya itu sendiri, juga aku tak suka kalau nantinya harapan itu menjadi buih-buih tak bermakna.

Sebab manusia bekerja tak hanya lewat otot kekar idem dengan teriakan tukang obat yang digelar di trotoar dan sudut-sudut kota lainnya. Ya, biarlah kemelaratan jadi cambuk, kalau memang limpahan harta justru menjadi bencana buruk rupa, atau jadi macetnya kelepak intuisi. Sementara mereka kian meletakkan sosokku di menara gading, dibawahnya tubuh duri nan runcing menghunus kesalahan dan rasa khilaf tak kusengaja.

Aku betul-betul terbelenggu pada suasana kuciptakan sendiri saban harinya. Padahal aku menatanya dengan curahan semangat berkobar, tak padam jikalau hanya badai emosi bertiup, namun dengan usia kian usang diterpa beragam problema mencekik langkahku membuat kepastian luntur pelahan. Aku tak menyalahkan siapa, kecuali nasib masih belun mujur untuk menggapai citra-cita kudusku.

Api...

Mati

Pasti seperti hidupku...

Aku bahkan tak mengingkari bahwa suatu saat nanti akan ada tangan lembut mengangkis perjuangan, walau aku tak terlalu berharap, sebab hasil akan nihil tanpa lautan ikhtiar, dan hidup manusia itu sendiri menjadi naif tanpa tedeng aling-aling pada ujungnya. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p