Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Cerpen

Tembang Santet (Bagian III)

  Cerpen: Yant Kaiy Paksaan demi paksaan, mau tak mau akhirnya saya terima keputusan Kiai Haji Umar itu walau dengan berat hati. Perasaan tidak nyaman terus bergelayut di pikiran saya, membuncah tanpa ampun. Akhirnya, penyakit yang diderita anak Kiai Haji Umar kian hari kian memburuk saja. Saya tak dapat berbuat apa-apa lagi selain terus memohon kepada Tuhan agar penyakit anak tokoh ternama itu diangkat dari raganya. Selain itu saya terus tak lupa menyarankan agar anaknya tersebut cepat-cepat dibawa ke Puskesmas atau ke dokter.Tetapi Kiai Haji Umar tak mengindahkan saran saya. Berhari-hari penderitaan itu menimpa anak Kiai Haji Umar, saya sangat kasihan apabila mendengar tangisannya yang memilukan. Tangis menahan sakit. Ramuan tradisional dari yang saya berikan juga tak bisa mengubah kondisinya menjadi lebih baik. Namun mengapa ia tetap mempercayai saya? Tanpa disangka dan dinyana akhirnya kematian itu menjemputnya. Memang manusia selalu berencana, namun Tuhanlah yang menentu

Tembang Santet (Bagian II)

  Cerpen: Yant Kaiy "Sebaiknya anak panjenengan ini dibawa ke dokter, Kiai!" ujar saya pada suatu pagi di kediamannya. Karena saya tahu dari hasil pemeriksaan seorang bidan kampung, katanya, anak Kiai Umar menderita penyakit kanker usus. Mau tak mau setidaknya harus dioperasi. "Saya hanya mempunyai keyakinan terhadapmu, Taretan.   Lagi pula kamu sebagai dukun yang dapat menyembuhkan beragam penyakit," ucapnya tetap pada pendiriannya. "Saya tak mampu menyembuhkannya, Kiai." "Berusahalah dulu, baru mengatakan tidak, Taretan !” "Tapi penyakit ini memang harus dioperasi,” tandas saya agar si anak segera mendapatkan penanganan medis. "Kamu telah terkenal di desa kita, orang-orang banyak percaya bahwa kamulah satu-satunya dukun ampuh.” (Bersambung) - Taretan (Bhs.Madura)= Saudara

Tembang Santet (Bagian I)

  Cerpen: Yant Kaiy P erjalanan yang saya rintis dalam dunia fana ini tak ubahnya berjalan menelusuri lorong-lorong penuh debu dan asap knalpot pemerih mata makhluk bernyawa. Dinding tua tak pernah bersuara dan tak pe duli memberikan seberkas cahaya pada saya , yaitu sesuatu berbau bahagia , pelipur lara semata. P adahal diri ini telah menemaninya dalam kesunyian-kesunyian malam seperti saat sekarang . Sudah hampir dua puluh tiga tahun badan ini terbui di dinding berpagar serta berpintu racak. Tak sekalipun indera penglihatan ini menangkap sosok terkasih yang selama ini mengisi kerinduan dalam kehambaran hati kian layu termakan usia. Kembali bayangan masa silam ketika masih bersama dengan istri tercinta dan anak satu-satunya belahan jiwa . Kendati hanya makan sederhana, kebahagiaan selalu menghiasi bahtera rumah tangga kami. Ya, begitu cepat kebahagiaan diberikan Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang pada kami teram pas kembali . H anya karena sebuah prasangka

Syekh Ali Akbar

Cernak Madura: Yant Kaiy Reng-oreng gik bennyak se tak tao sapa Syek Ali Akbar. Otamana para ngangodadhan sateya. Syekh Ali Akbar panyebar agama Islam e Pasongsongan ben sakobenga. Salaena jeriya, Syekh Ali Akbar seggut abanto Raja Bindara Saod e dhelem ngamanagi Karajaan Songenep deri pangaco. Karna jasa-jasana ka Karajaan Songenep, Syekh Ali Akbar ngaolle hadiah aropa tana e Kampong Pakotan Disa Pasongsongan. Bukte sorat tana jeriya sateya badha ban esempen kalaban katoronanna. Syekh Ali Akbar adhinggal dhunnya tanggel 14 Jumadil Akhir 1000. Koburanna sabben arena tak cokba oreng se nyalase. Badha se maos Al-Qur’an. Badha keya se atahlil. Pasongsongan, 12/11/2020  

Mujur tidak Mesti Pintar

  Cerita Hikmah: Yant Kaiy Dari keluarga miskin tujuh bersaudara. Diantara mereka paling bodoh Mohal. Ayah mereka meninggal dunia sejak Mohal menginjak usia 4 tahun. Jadi ibunyalah yang menghidupinya. Paling rajin membantu ibunya berjualan kue ke pasar pagi adalah Mohal. Dalam pelajaran matematika, Mohal selalu mendapat nilai nol. Bahkan sampai di bangku SMP, soal jam ia tidak tahu walau dirinya senang mengenakan arloji. Hanya sampai kelas satu SMA dia drop out. Mohal menyadari kalau dirinya sudah tidak sanggup lagi mengikuti pelajaran. Lantas ia fokus pada ilmu bela diri. Ia berlatih tekun sekali sehingga mengantarkan dia menjadi seorang tentara. Kini, dari ketujuh bersaudara, Mohal paling sukses dan terkaya.[] Pasongsongan, 18/10/2020

Pohon Kelor

  Cerita Hikmah: Rumah berdinding bilik bamb u. Hampir reot. Berlantai semen. Penghuni rumah itu adalah seorang nenek tua dengan anak tunggalnya bernama Jamal. Sebagai tulang punggung ibunya, Jamal mendapat penghasilan menjadi buruh tani. Kalau lagi tidak ada orang memanggilnya kerja, biasanya Jamal menyabit rumput untuk dijual saat musim kemarau. Suatu ketika ada panitia pembangunan masjid datang ke rumahnya meminta sumbangan. Saat itu Jamal lagi tidak punya uang. “Ambil saja sepeda motor saya dan dijual,” pintas Jamal tanpa pikir panjang karena ia tahu masjid yang tak jauh dari rumahnya sudah lama dibangun namun belum juga selesai. Kedua panita pembangunan masjid itu membawa sepeda motor Jamal. Saat di kamar, ia tersadar kalau sepeda motor bututnya itu sangat dibutuhkan untuk mengangkut rumput. Tapi ia tidak punya niat untuk memintanya kembali. Jamal ikhlas. “Ya, Allah. Sepeda motor itu harta paling berharga bagi saya,” gumamnya seorang diri di atas tempat tidur. Tiga h

Dikejar Hutang

  Cerita Hikmah: Yant Kaiy Kisah nyata ini terjadi pada 2001. Saya mempunyai teman, sebut saja namanya Debur. Pria sukses di bidang usaha jual-beli mobil ini pulang dari Jakarta ke Kota Keris Sumenep lantaran ada temannya mengajak kerja sama proyek pengaspalan jalan. Singkat cerita temannya berkhianat, tagihan hutang bank dibebankan pada Debur karena proyeknya mengalami kerugian besar. Prinsip hidup Debur: “Orang meninggal harus segera dikebumikan, kalau punya hutang segera pula membayar.” Falsafah hidup sederhana tersebut sudah mendarah-daging. Debur pun menjual kekayaan yang dimilikinya. Mulai dari rumah dan isinya serta kendaraan roda empat. Hanya tinggal beberapa potong baju dan satu sepeda motor. Istri cantiknya balik pada orang tuanya di Jakarta. Hidup Debur sangat memprihatinkan. Ia menumpang di rumah adik kandungnya. Dengan semangat juang pantang menyerah, sepeda motor ia jual. Hasilnya dijadikan uang muka, kredit kendaraan roda empat. Ia menjalankan bisnis travel Sume

Berakit ke Hulu, Berenang ke Tepian

Cerita Anak: Yant Kaiy Hari masih pagi., sang surya baru menampakkan sinarnya. Seekor belalang kecil dan semut sedang asyik bermain. Mereka lahir di negeri Eropa, keduanya tepat lahir di saat musim semi. Kendati perbedaan badannya lebih besar belalang, namun keduanya tetap rukun, selalu bermain bersama sepanjang hari. Tidak memikirkan hal lain selain bermain dan bernyanyi di padang rumput. Suatu hari yang cerah, kakek semut sedang berjalan-jalan dan bertemu dengan keduanya yang sedang asyik bermain. ”Hari ini cuaca memung cerah, cucuku,“ katanya terbata bata. “Matahari bersinar cemerlang. Musim panas seperti ini memang sangat baik untuk bermain namun jangan lupa. sebentar lagi musim gugur akan segera tiba, dan kita semua harus bekerja. lngatlah selalu. Ada waktu untuk bermain dan ada waktu pula untuk bekerja,” laniutnya sambil meninggalkan keduanya. “Terima kasih,Kek. Apabila musim gugur telah tiba saya akan segera bekerja. Sekarang biarkan kami untuk bermain-main,

Selamat Jalan, Tina…

Cerpen: Yant Kaiy Langit tersaput mendung. Awan hitam berarak ke selatan. Gerimis mulai bertaburan indah. Seindah wajah Tina pagi ini. la adalah siswi paling populer di SMA-ku. Juga sebagai foto model di kotaku. Orangnya memang cantik. Matanya bulat tetapi tidak memberi kesan galak. Alis matanya hitam melintang. Bibirnya merah merekah seolah selalu tersenyum. Rambutnya legam tergerai, dipotong sedikit ke atas bahu dan ada poni menjuntai yang dihiasi bando warna merah. Aku tak tahu istilah apa untuk model rambut seperti itu. Namun yang aku tahu untuk potongan potongan seperti itu sekarang lagi “in”. Deg. Degup jantungku melecut. manakala pandangan kami bersirobok. Sepasang mata indah itu sekilas menyapuku. Namun, cepat-cepat ia menundukkan muka ketika aku tersenyum sinis padanya. Ya, sikapku terhadap Tina memang kubuat demikian lantaran ia teman sekelasku sekaligus musuh bebuyutan. Sekilas kulihat ada rona semburat di wajahnya dan sedikit gelagapan atas pandangan

Sepatuku Melayang

Cerita Humor: Yant Kaiy Kwjadian ini kualami sekitar setahun yang lalu. Tatkala si "Leher Beton", Mike Tyson dipukul 'KO' oleh James "Buster" Douglas di Tokyo (Rabu, 28 Februari 1990). Saat itu aku menghadiri malam resepsi pernikahan kakakku yang sulung di Sumenep. Padatnya acara ditambah banyaknya pekerjaan kasar di resepsi itu membuatku tidak tidur semalam suntuk. Pagi harinya, aku pamitan untuk pulang. Lantaran hari itu ada ulangan Fisika di sekolah. Aku pulang naik bus jurusan Sumenep-Kamal. Aku mengambil tempat duduk paling depan dekat pintu masuk. Penumpang saat itu sedikit, namun setelah beberapa saat lamanya berjalan, bus pun jadi penuh. Dalam situasi mengantuk akhirnya aku tertidur. Terlebih buaian angi semilir seperti membiusku. Ditengah keterlenaanku, aku terbangun. Kaget. Seorang kondektur membangunkan. Minta ongkos. "Mas bayar dulu, baru tidurl", katanya. Aku bingung. Mengucek-ngucekmata. Tingkahku membuat si k

Sabun dari Hotel

Cerpen: L Surajiya Istriku marah-marah dan cemburu. Persoalannya sederhana. Istriku hanya menemukan sabun di tas pakaianku, sehabis pulang dari mengisi workshop batik di luar kota. Seperti biasa, saat workshop, aku hanya menerangkan langkah-langkah proses membatik. Mulai dari persiapan bahan dan alat,  membuat desain, memindah pola ke bidang kain, mencanting, mewarnai tehnik celup, sampai nglorot, langkah terakhir. Tetapi jika waktunya pendek dan tidak cukup untuk proses di atas, kadang hanya praktek sederhana. Tidak perlu membuat desain dalam kertas, melainkan langsung di kain, dicanting, diwarnai -bisa celup atau pewarna remasol-, dilorot, dan kadang hanya dengan satu warna, yang terpenting adalah para peserta tahu dan memahami betul tentang bahan dan alat, cara menggunakannya dari awal sampai hasil akhir. Biasanya hanya membuat sapu tangan atau syal, jikalau memang ada keterbatasan waktu. Harapannya, sehabis pelatihan bisa dipraktekkan sendiri.              Aku mengisi a

Senja Tak Berbekas

Cerpen: Akhmad Jasimul Ahyak Kembali aku diam, namun aku mendengar, aku melihat, dan aku menyimpan di tempat yang paling dalam tentang rindu pada seorang perempuan yang dulu aku kenal. Sedikit berbicara tentang kekasih, dulu waktu saya masih sekolah SMA memiliki pacar, namanya Supriyati, dan aku sering memanggilnya Pri, awal kita menjalin hubungannya sejak aku masih SMA kelas X, sedang mereka masih SMP kelas IX . dia adalah anak seorang pejabat Perhutani, dan kebetulan dinas di daerah tempat tinggal saya, kekasihku Pri sangat baik dan sederhana, sedikit kelihatannya agak nakal, tapi dia berbakti sama kedua orang tuanya sehingga aku membuat jatuh hati kepadanya, tubuhnya tinggi, rambutnya tidak begitu panjang, namun bola matanya yang sayu sendu bagai sinar bulan yang sedikit tertutup awan malam. Mengingat tentang sedikit cerita kenapa saya dan Pri tidak terjadi jodoh, dan tidak bersama lagi. Selama menjalin hubungan kurang lebih 2 tahun, ada banyak hal bahagia dan sedih

Dibalik Masker Tercium Bau Busuk

 Cerpen: Akhmad Jasimul Ahyak Selembar cinta perempuan tua kini kian mengusang, dia adalah nenek Sumenten yang hidup kesendirian hanya bersama setumpuk sampah di sudut ruang jalanan yang mengabu. Pagi ini rembulan tinggal separuh. Wajah si nenek tua mulai terlihat kusam dengan kotoran debu yang menyapu keriput kulit tuannya. Ia duduk di bawah ranting pepohonan yang jadikan ia rumah untuk berteduh, hanya dari sampah dan barang bekas yang terbuang di pinggiran kota ia mengatur hidupnya. Sekejap ia melihat hasil barang bekas yang dikumpulkan dan masih belum banyak untuk dijual, kembali si nenek menghirup aroma pagi dalam-dalam sambil mempersiapkan karung tempat barang bekas yang sudah ia dapat nantinya. Mereka masih termangu, berdiri sambil melihat matahari yang mulai agak meninggi. Nenek pun siap-siap mau pergi ingin mencari nafkah demi sesuap nasi. Ia berjalan dengan kantong yang ia gantungkan di pundaknya, lalu kembali menyusuri jalanan tanpa beralaskan kaki. De

Juniku Memerah

Cerpen: Akhmad Jasimul Ahyak Esok pagi, salam menitip senyum pada dedaunan yang basah, kucoba mencuri ingatan di keheningan jelaga yang tumpah di ujung lelah. Terlintas bayang senyum si Junita seperti menyapa dikala aku merebah di pembaringan yang resah. Aku pun bergegas membuka jendela kamar dan terlihat tentang pagi yang indah, fajar pun menyinari di pangkuan semesta yang tak pernah salah.  Kutengok sejenak ke luar jendela sebelum bertatap dengan layar ponsel, di mana tanah gersang sedang tertutupi peluh yang sedang kedinginan. Kini aku teringat pada kekasih yang dulu pernah menitip senyum pada kecupan matahari hingga menyentuh bibir kaca jendelaku. Kini aku teringat kembali pada lembaran yang telah usang, di mana kekasih “Junita” saban pagi, sebelum berangkat kerja dia selalu mengajak ke sawah mengantar suatu hidangan buat makan ayahnya yang lagi sibuk bekerja di kebunnya sendiri, kadang aku membantu pekerjaan ayahnya. Kala malam begitu gelap, kadang pikira

Kabut di Atas Tamansari

Cerpen: Herry Santoso *)        Banowati menghela napas dalam-dalam. Sesekali ia duduk di sofa  gazebo Tamansari, lalu berdiri lagi, duduk lagi, seraya beranjak ke jendela mengamati senja yang mulai turun di atas kotaraja. Ada bianglala jatuh di kolam pasiraman semburat sinarnya pecah membias di pucuk-pucuk flamboyan membarengi rasa rindunya yang menyayat perih pada Harjuna sang kekasih.       Padahal sebenarnya Banowati sadar bahwa ia bukan seorang gadis lagi. Ia seorang permaisuri dari seorang raja diraja di negeri yang besar, negara super power Hastinapura. Tetapi Banowati seolah berpaling dari kenyataan itu, ia telah membohongi hatinya sendiri. Raganya di Hastina, sedangkan jiwanya di Madukara tempat Harjuna berada.       "Mengapa Gusti Ayu tampak galau, adakah yang bisa hamba haturkan ?" suara pembantunya memutus lamunan sang dewi yang mengembara.       " Eh, Biyung emban...." Banowati tergagap. Bibir yang sejak tadi terkatup rapat itu pun bergerak m