Senja Tak Berbekas
Cerpen: Akhmad Jasimul Ahyak
Kembali aku diam, namun aku mendengar, aku
melihat, dan aku menyimpan di tempat yang paling dalam tentang rindu pada
seorang perempuan yang dulu aku kenal.
Sedikit berbicara tentang kekasih, dulu waktu
saya masih sekolah SMA memiliki pacar, namanya Supriyati, dan aku sering
memanggilnya Pri, awal kita menjalin hubungannya sejak aku masih SMA kelas X,
sedang mereka masih SMP kelas IX . dia adalah anak seorang pejabat Perhutani,
dan kebetulan dinas di daerah tempat tinggal saya, kekasihku Pri sangat baik
dan sederhana, sedikit kelihatannya agak nakal, tapi dia berbakti sama kedua
orang tuanya sehingga aku membuat jatuh hati kepadanya, tubuhnya tinggi, rambutnya
tidak begitu panjang, namun bola matanya yang sayu sendu bagai sinar bulan yang
sedikit tertutup awan malam. Mengingat tentang sedikit cerita kenapa saya dan
Pri tidak terjadi jodoh, dan tidak bersama lagi.
Selama menjalin hubungan kurang lebih 2
tahun, ada banyak hal bahagia dan sedih yang dilalui bersama, saat-saat bahagia,
saat-saat mengecewakan yang tetap ku anggap hal yang
begitu indah karena kita lalui bersama Pri, dan itu sangat berbekas dalam ingatan,
Pri sangat pengertian, suka membuatku senang, kadang setiap harinya dia
membuatku tertawa, karena tingkah lakunya yang juga agak tomboy.
Dia sering
membuatku terkesan dengan apa yang dia lakukan, terima kesederhanaannya. Pada
saat itu aku merasa laki-laki yang paling bahagia di dunia karena Pri selalu
bersamaku, apalagi saat kita bersama berangkat ke sekolah. Hal yang tak bisa
kulupakan saat kala aku tidak punya uang untuk ongkos naik taxi ke sekolah, dia
yang selalu memberiku uang untuk bayar taxi, karena sekolahku jauh, sedang
sekolah Pri hanya sekitar daerah aku.
Pada saat pagi itu, pas hari ahad, merupakan
hari libur bagi semua sekolah, dia si Pri mengajakku jalan-jalan untuk
menghirup udara pagi ke suatu tempat yang tidak jauh dengan sekolahnya Pri.
Pagi itu juga banyak teman-teman Pri yang juga jalan-jalan pagi, kita berdua tidak
ada rasa malu dan sungkan karena teman-teman Pri sudah tau bahwa aku adalah
pacarnya.
Pada saat itu mendung ingin hujan, sedangkan aku dan Pri masih duduk
di tepian pasir pantai yang tidak jauh dengan sekolah Pri. Dia menghampiriku karena
gerimis sudah membasahi tubuhnya. “Mas sudah gerimis ayo kita pulang” tandas Pri.
“jangan pulang sekarang Pri, ini masih gerimis, tunggu dulu, saya membawamu ke
suatu tempat untuk berteduh” kataku. “ke mana mas”, katanya padaku. “Sabarlah”,
sambil aku menarik tangan Pri, lari-lari kecil menuju pohon besar untuk sekedar
berteduh. “bagaimana sudah tidak kena gerimis lagi”, kataku pada Pri.
Kembali aku berdua duduk lagi di bawah pohon
yang sangat rindang, Pri tersenyum, dan aku pun mengelus-elus kepala Pri. Aku
melihat mata Pri tidak berkedip karena menyaksikan pemandangan pantai yang
sangat asri, kala itu masih gerimis membasahi wajah Pri. Aku pun memberanikan
diri memegang tangan Pri, saat itu juga kita berdua saling ucap janji untuk
selalu bersamanya.
“Aku harap, saat-saat seperti ini akan selalu
terjadi sampai kita tua nanti, jadi tolong tetaplah bersamaku Pri ku”.
“apakah kau tidak takut sakit, ketika di
waktu tua kita masih bermain di bawah gerimis hujan”, kata Pri
“Kenapa aku harus takut sakit Pri, aku selalu
bahagia jika itu tentangmu,bukanlah bahagia lebih penting dari segalanya”, kataku,
sembari aku masih tetap menggenggam tangannya.
“Tapi aku tidak suka berdua di bawah gerimis hujan”.
Memang kenapa, bukankah hal seperti ini yang membuat kita lebih dekat Pri”.bukan
seperti itu kata Pri. “tapi aku tidak
biasa melihatmu dengan jelas, melihat senyummu karena tertutup gerimis hujan
mas, aku suka pada suasana yang bisa membuatku lebih dekat dan jelas ketika
bersamamu, pada saat senja”.
Setelah itu, Pri selalu membawaku untuk
melihat senja di pantai, saat-saat indah yang kita lalui bersama, pada setiap
kali aku melihat dan menikmati senja, pundaknyalah yang menjadi salah satu
tempat ternyaman, senja yang makin larut maka makin tampak warna meronanya, yang
indahnya bersaing dengan senyum merona milik Pri, pada saat itu, pada saat senja,
doaku selalu melangitkan harapan agar kutetap menikmati saat-saat seperti ini
bersamanya hingga waktu tua, sembari bersandar di pundak lesunya.
Setelah pelulusan SMA, saya memutuskan untuk mencari
kerja, sedangkan Pri setelah lulus SMP akan melanjutkan lagi ke SMA, perasaan
tidak rela memang kurasakan sebab baru kali ini saya dan Pri berjauhan dengan
waktu yang lama, dan pastinya akan ada hari-hari penuh rindu yang akan saya
lalui. Setelah setahun lebih kita menjalaninya, ada saja dinamika yang terjadi.
Sampai saat ini Pri tak ada kabar.
Pada saat itu tepat hari ulang tahun saya, Pri
tak memberikan kabar, apalagi ucapan romantis, beribu tanya yang timbul dalam
benakku. Aku cuman pasrah dengan keadaan, mungkin Pri tidak membutuhkan aku
lagi.
Pada suatu hari, pas pukul 12.00 WIB, Pri menelpon,
ingin bertemu sore ini, di tempat biasa. Tiba di tempat biasa, di sore hari tepatnya
waktu senja. Pri menungguku sesekali melemparkan senyum padaku, tatapan kali ini
senyumannya berbeda, seperti senyum yang menyembunyikan sesuatu, kuhampiri dia dengan
perasaan tak menentu, antara bahagia karena bertemu dengannya dan perasaan
kecewa dia tak pernah ada kabar. “Apa kabar Pri, kau makin cantik saja”, kataku
sambil berbicara lirih padanya.
“Bicara apa yang ingin kau katakan” kataku
dengan lembut padanya. “Maafkan aku mas beberapa hari aku tak memberiku kabar
apalagi memberi sesuatu di hari ulang tahun kamu mas”
“Maafkan aku mas aku salah, saat ini saya
ingin membicarakan tentang hubungan kita mas, karena ada hal yang ingin aku
katakan sama kamu mas.
Setelah Pri mengutarakan bahwa ingin melanjutkan sekolah
SMA ke Jawa, karena ikut bapaknya sebab tigas bapaknya, dalam minggu ini mau di
pindah ke kampung halamannya yaitu di Jawa, maafkan aku ya mas”, sambil kulempar
pandangan pada senja. Pri kemudian menggenggam tanganku, sambil menyandarkan
kepalanya di pundakku, sembari bersua dengannya dan memandangi senja warna
sendunya kala itu.
“Apakah ini senja terakhir yang akan kita
nikmati bersama mas”, Tanya Pri kepadaku. “yah senja terakhir yang kita nikmati
sebagai sepasang kekasih”, cetusku
Memang benar, senja kali ini adalah senja terakhir
yang kita nikmati bersama, sebab sekarang Pria sekeluarga mau indah ke kampung
halamannya di Jawa, karena demi kedua orang tuannya, kerelaan hatilah yang membuat
kita berpisah, harapanku kepadanya semoga Tuhan masih mempertemukan kita
berdua, serta kelak dia menjadi seorang perempuan yang sukses.
Senja seperti apalagi yang kau minta,
sedangkan aku kembali terjebak dengan rasa ini, rindu yang kini mulai hidup dan
bersinar, kini menjadi layu dan mati, mengakar kuat di jantung hati. Meski aku tak
berani lagi berharap seperti dulu, masih bolehkah aku merindumu?, ataukah engkau
benar-benar pergi dari cintaku?.
Tanpamu hatiku hampa, harusnya ruang kosong
ini ringan di rasa, namun ternyata semakin sesak dalam dada. Ini bukan kesalahan
kita, juga bukan kebenaran. Darimu kutemukan bahagia, darimu pula kutemukan
luka, dan air mata. Kini hatimu semakin jauh, bahkan bayangmu pun tak mampu aku
sentuh, apalagi pelukmu. Mungkin untukku rindumu sudah tak utuh.
Itulah sedikit cerita mengenai kenangan yang
indah bersama Supriyatiku, hal yang kupetik dari ceritaku bersama Supriyatiku, dan
cerita ini adalah merupakan pendewasaan dan hati yang lapanglah membawa kita
pada bahagia yang semestinya. Jadikanlah masa lalunsebagai guru yang terbaik
untuk menjadi murid paling bijaksana di hari ini dan masa nanti.
Pasongsongan,
20/6/2020
Editor: Yant Kaiy
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.