Langsung ke konten utama

Pohon Kelor

 


Cerita Hikmah:

Rumah berdinding bilik bambu. Hampir reot. Berlantai semen. Penghuni rumah itu adalah seorang nenek tua dengan anak tunggalnya bernama Jamal. Sebagai tulang punggung ibunya, Jamal mendapat penghasilan menjadi buruh tani. Kalau lagi tidak ada orang memanggilnya kerja, biasanya Jamal menyabit rumput untuk dijual saat musim kemarau.

Suatu ketika ada panitia pembangunan masjid datang ke rumahnya meminta sumbangan. Saat itu Jamal lagi tidak punya uang.

“Ambil saja sepeda motor saya dan dijual,” pintas Jamal tanpa pikir panjang karena ia tahu masjid yang tak jauh dari rumahnya sudah lama dibangun namun belum juga selesai.

Kedua panita pembangunan masjid itu membawa sepeda motor Jamal.

Saat di kamar, ia tersadar kalau sepeda motor bututnya itu sangat dibutuhkan untuk mengangkut rumput. Tapi ia tidak punya niat untuk memintanya kembali. Jamal ikhlas.

“Ya, Allah. Sepeda motor itu harta paling berharga bagi saya,” gumamnya seorang diri di atas tempat tidur.

Tiga hari kemudian, ada teman SMA-nya datang.

“Kau diterima kerja di perkapalan, Jamal,” ujar temannya tersenyum lebar.

Padahal Jamal mendaftar kerja hanya iseng. Sebab ia paling miskin diantara teman-temannya. Ia baru sadar, bahwa Allah tidak akan salah mengganti harta yang Jamal keluarkan.

Falsafah hidupnya: “Pangkaslah pohon kelor. Niscaya akan tumbuh tunas baru berdaun muda.”

Kemudian Jamal menikahi gadis pujaan hatinya.[]

Pasongsongan, 17/10/2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p