Langsung ke konten utama

Berakit ke Hulu, Berenang ke Tepian


Cerita Anak: Yant Kaiy

Hari masih pagi., sang surya baru menampakkan sinarnya. Seekor belalang kecil dan semut sedang asyik bermain. Mereka lahir di negeri Eropa, keduanya tepat lahir di saat musim semi. Kendati perbedaan badannya lebih besar belalang, namun keduanya tetap rukun, selalu bermain bersama sepanjang hari. Tidak memikirkan hal lain selain bermain dan bernyanyi di padang rumput.

Suatu hari yang cerah, kakek semut sedang berjalan-jalan dan bertemu dengan keduanya yang sedang asyik bermain.

”Hari ini cuaca memung cerah, cucuku,“ katanya terbata bata. “Matahari bersinar cemerlang. Musim panas seperti ini memang sangat baik untuk bermain namun jangan lupa. sebentar lagi musim gugur akan segera tiba, dan kita semua harus bekerja. lngatlah selalu. Ada waktu untuk bermain dan ada waktu pula untuk bekerja,” laniutnya sambil meninggalkan keduanya.

“Terima kasih,Kek. Apabila musim gugur telah tiba saya akan segera bekerja. Sekarang biarkan kami untuk bermain-main,“ kata semut kecil kepada kakeknya.

"Apa kata kakekmu itu?“ tanya belalang kecil sambil tertawa. Seolah menghina atas saran yang diberikan oleh kakek semut. "Lihat, di sini banyak sekali makanan. kita dapat memakannya sepuas hati sambil bermain-main. Apa sih artinya musim gugur itu? Dan mengapa kita harus bekerja?"

"Aku pun tidak pernah tahu akan hal itu. Aku juga belum pernah melihat musim gugur dan musim salju. Tapi kakekku sangat bijaksana. Untuk itulah kita harus patuh pada petuah-petuahnya!“

Mendengar itu, Belalang kecil kembali tertawa, tak mempedulikan kata-kata semut kecil. Perubahan waktu begitu cepat dari jam ke hari, dari hari ke musim. Musim panas telah berlalu dan kini musim gugur telah tiba, cuaca semakin dingin. Semut kecil tahu bahwa telah tiba musim gugur.

”Musim gugur telah tiba sahabat,” kata semut kecil pada belalang, ”Dan takkan lama lagi, musim salju akan segera tiba, marilah kita bekerja mencari makanan untuk persediaan nanti di musim salju! Marilah kita bekerja sama-sama!” semut kecil membujuk belalang.

Tapi bagaimana sikap belalang? Ia hanya tertawa saja sambil menjawab, ”Tidak, aku tak ingin bekerja. Aku lebih suka bermain-main di padang rumput seperti ini. Ayolah kita bermain-main saja!” ajak belalang.

”Tidak, ingatkah kau akan pesan kakekku tempo hari? Ada waktu untuk bermain-main dan ada waktu juga untuk bekerja. Memang, aku tahu sekarang masih banyak makanan, tapi apabila musim salju telah tiba nanti, maka semua akan tertutup salju dan kita tidak dapat mencari makanan lagi,” kata semut kecil.

”Biarkanlah aku akan bermain-main sendirian. Dan kau, kupersilakan untuk bekerja,” kata belalang sambil berlalu.

Dengan semangat yang membara mulailah semut kecil mencari makanan. Setiap ia mendapat makanan, dibawanya makanan tersebut ke dalam lubangnya di bawah tanah. Begitulah semut bekerja setiap hari tanpa mengenal lelah.

Tak beberapa lama kemudian, kata-kata kakek semut menjadi kenyataan, udara semakin dingin mencekam. Serpihan-serpihan salju mulai bertaburan turun dan menutupi semua yang ada. Tanah yang kemarin masih tampak, kini telah tertutup salju. Pepohonan bagaikan berbatang kapas, semua binatang bersembunyi di lubangnya masing-masing. Begitu pula akan halnya semut kecil, ia menikmati hangatnya lubang tempat ia berteduh. Dan ia belum pernah merasakan apa yang ia alami sekarang ini. Dapat tidur sepuas hati, karena persediaan makanannya masih cukup banyak.

Berbeda dengan yang dialami belalang. la tidak mempunyai persediaan makanan. Padang rumput yang kemarin merupakan tempat makanan serta bermain bersama semut. Tapi, padang rumput tersebut telah tertimbun salju. Dan ia tak lagi bermain di padang rumput tersebut. Badannya sangat kurus.

Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki. Belalang kecil berniat untuk menemui rumah semut kecil. Karena ia merasa bahwa dirinya akan mendapatkan makanan sepuas hatinya di rumah semut kecil. Tapi memang telah nasib sial, lubang semut telah tertutup salju. Ia sangat berputus asa. Karena telah lama tidak makan, akhirnya Belalang itu mati kelaparan dan salju pun menimbunnya.

Musim telah berganti, es pun telah mulai mencair. Udara semakin hangat dan pepohonan mulai juga bersemi. Itu pertanda musim semi telah tiba. Semua tampak cerah, secerah wajah semut kecil. Di sana-sini bunga-bunga pun turut bermekaran, memberi keharuman.

Semut kecil keluar dari lubangnya. Ia menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Ia juga sangat bahagia dengan cuaca yang cerah itu. Namun, tiba-tiba ia teringat akan sahabatnya, belalang. Dicarinya ke sana-ke mari, namun tak kunjung bertemu.

”Sayang, si belalang telah tiada. Mengapa ia tak mau menuruti pesan kakekku? Ia pasti telah tertimbun  es. Kakek memang sangat bijaksana,” gumam semut sedih.

Begitulah cerita tentang semut dan belalang. Siapa saja yang tak menuruti pesan orang tua maka akan berakibat buruk. Nah, bagaimana dengan adik-adik? Sebaiknya juga adik-adik ingat akan pesan: berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian (bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian).[]


Publish: Koran Jaya Karta (12/1/1992)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p