Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Puisi

PUISI Jalak Hitam

Berikut ini kita akan menyimak tiga puisi karya terbaru Yant Kaiy. Selamat menyimak!  Jalak Hitam hijau hutan lebat dibawah langit biru seekor jalak hitam indah pesonamu tapi sayang kini terdengar isak tangismu musnah kicauanmu yang pernah mengalunkan dulu, pagi buta di pohon tinggi Òkicauanmu mengisi ruang telinga membuat hati riang namun kini, suaramu sepi tak ada lagi... jalak hitam kurindukan senandungmu hutan semakin terjepit hilang habitatmu penebangan liar merajalela meruah mengancammu tak banyak menyadari meratap atasmu musnahlah jalak hitam untuk kehidupan yang baru. mari kita bersatu jaga alam ini bersama agar jalak hitam miliki asa kita bisa berubah menjaga hutan berupaya sekuat tenaga jangan biarkan mereka lenyap jalak hitam, harapkan padamu lewat perubahan kita alam bisa pulih jalak hitam tetap bersinar penuh kenangan. September, 2023 Terhalang Orang Tua sepotong cinta tulus dalam detik dan senja tapi terhalang orang tua berjaga bi

Menghamba Pada-Mu

Menghamba Pada-Mu Karya : Agus Sugianto Apakah ku pantas menghamba pada rindu. Sedang rindu bukan milikku Tapi milik Dia sang maha segala tahu. Apakah ku pantas menghamba pada sunyi. Sedang sunyi hanyalah suasana tatkala bunyi tak bisa dikenali.   Apakah ku pantas menghamba pada gelap. Sedang gelap tak lebih hanyalah sebuah ruang kosong,dimana cahaya tidak semburat.   Apakah ku pantas menghamba padaMu. Sedangkan adaMu karena ketiadaanku. Dan adaKu karena ketiadaanMu.   Menghamba pada DzatMu,sedang DzatMu menyelimuti jasadku. Menghamba pada sifatMu,sedang sifatMu menjadi penyifat jasadku. Menghamba pada jasadku,sedang jasadku musnah menjadi Sahara debu.   Lantas pada siapa aku harus menghamba?   Ya Rabb.. Biarlah aku menghamba pada ketidakmampuanku dan ketidaktahuanku untuk mengenal wujud keberadaanMu. Sumenep, 27 Mei 2022

Ta’ Kera Loppa

  Ta’ Kera Loppa Puisi Madura: Yant Kaiy   duh… guru… buru apangrasa abdina raja parotangan sabben are ajunan aburuk nanceppaghi elmo mateppa’ se korang sepa’ madepa’ pangaoningan   guru… salanjenga ajunan ngaparloagi mapenter abdina tak parduli ojen-panas tak ngarep belessen teros maloros pekker se seggut abdina posang   ta’ cokop pamator sakalangkong dheri talebet bennya’ pangatahuan se ampon abdina kaolle sampe’ daddi oreng molje tor parjuga   tade’ belessen se bisa abdina eatoragi nanging coman pandu’a ka Allah subhanahu wata’ala samoga ajunan eparengi gilian rahmat dunnya-aherat   duh… guru… tak kera elang sadheje amal becce’ ajunan… salanjenga omor teptep ebuntel eate sampe’ nyabe tapesa raga.   Pasongsongan,17/5/2022

Gila Rindu

Gila Rindu Puisi: Yant Kaiy hati rindu bergelora luas samudra dikalahkannya untaian kata begitu sempit tak bisa lagi menjabarkanya   tak bisa hinggap kelain bunga selain dia pujaan jiwa tiap waktu rautnya menjelma terbayang akan kecantikannya   apakah dia merasakan getar rinduku meski cinta tak harus memiliki.   Pasongsongan, 30/1/2022

Menikam Mimpi

Menikam Mimpi Puisi: Yant Kaiy luka tak berdarah jadi lukisan sukma janji dikhianati tak mungkin menyatu lagi     gagal bercinta     banjir derita     membakar asa     menuai luka hati tak kuasa menahan siksa impian indah bahagia musnah           awal indah berbunga-bunga           merajut mimpi tak bertepi           tapi tulusku kau nodai           senyumku pun tiada lagi janji setia manis dikata mimpi bahagia bersamanya dustamu hancurkan segala kerontang jiwa nan merana            biar buih kenangan            pergi jauh dariku            masih banyak mimpi            menanti cinta suciku. Pasongsongan, 11/1/2022

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (5)

Puisi: Yant Kaiy Haruskah Kutinggalkan ibarat akar sudah menjalar ke perut bumi sahabatku banyak tak rela jika kubenar pulang kampung hanya sejenak mengembara, menimba pengalaman bukan ketaksesuaian kota ini, atau gaji kerjaku sedikit jalinan batin antara keluargaku begitu kuat memaksa raga pulang segera tak kuasa menolaknya, ketimbang kami tersiksa   kutinggalkan persepsi: di kota banyak peluang biarlah kukembali lagi pada dunia semula tak mungkin ada lagi kata indah berbau surga   sastra bagiku ibarat nyawa sendiri membalut kuat hingga tulang sumsum walau berulangkali kudapat tamparan cemooh tak pernah bergeser kiblat jiwa ini entah… mungkin matiku akan tidur disini.           Pasongsongan, 14/9/2021

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (4)

Puisi: Yant Kaiy Bocah Malang termenung dalam kesendirian pagi asap knalpot menempel erat di pundaknya ada sisa nista diantara bocah terlantar di jalan ia ternatal ke alam fana dari seorang ibu menangis di trotoar tanpa harapan pakaian lusuh bermandi keringat derita merayap menembus kesibukan kota ini salah siapa?   pemandangan ganjil saban hari tersaji   lewat kidung luka meski tak terdengar, tapi terasa   lalu ada oknum memanfaatkannya memalsukan wajah iba mengeruk keuntungan darinya sungguh biadab… hingga orang lain tak percaya ini nyata atau sekadar sandiwara semua jadi abu-abu   akhirnya, yang nyata tidak kecipratan kalah oleh persekongkolan kian jauh saja iba terengkuh meski ada di depan mata.           Pasongsongan,12/9/2021

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (3)

Puisi: Yant Kaiy Terbalut Gundah sering kuberjalan tanpa tujuan menghitung langkah sedih tubuh kerdilku tak berdaya memendam balutan resah lantas banyak kuingin paparkan dalam rangkuman doa malam lahir dari persaingan iri jika hanya untuk hidup binatang bisa pakai hukum rimba tapi kita berakal dan berbudi   tak ingin kepedihan terus mendera acapkali jatuh-bangun entah sampai kapan kumandiri atau dosa-dosaku tempo dulu? bukankah Tuhan menyatu di jiwa ampunan-Nya seluas semesta   tiba-tiba aku lebih suka menderita seperti ini kupikir jutawan sakit juga lebih menakutkan   kubersyukur selalu Dia menakdirkan liku hidup begini tiada guna berontak batin terguncang, tersiksa… memang hidup tak sempurna berikhtiar tak mengapa karena butir dosa tetap ada menyatu kuat pada desah nafas.   kadang terlintas di alam pikiran gunung pengorbanan seolah sia-sia demi melihat sukses sesama.           Pasongsongan, 9/9/2021

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (2)

Puisi: Yant Kaiy Kampung Kemarau terik menyengat tanah kelahiran udara garing berhembus bawa debu rumput liar terbakar api iri sesama tersudut impian hijau kampungku bergeming menyongsong hari tak bermega sejumput hikmah teronggok di altar jiwa   kidung Sandur mengalun lirih mengembara terbawa angin merenda impian musim tak menentu memilih bangkit ketimbang sakit mencari setetes air di sumur kering di sela-sela batu kapur kambing pun dahaga di sana meratap parau memanggil nafasnya kembang-kempis ini salah siapa, tentu ulah manusia rakus, tak becus menjaga alam   hewan penjaga keseimbangan musim senantiasa mengutuk kita murka Tuhan memang tidak seketika belum cukupkah bencana melanda pelajaran buat manusia   di tengah dahaga menerkam tidur kerontang segala lamunan tembang Macapat menggauli langit berharap hujan segera tercurah diantara madah merayap menyempurnakan nuansa hati menyatu kembali ke mayapada   teringat k

Tembang Kemarau

Puisi: Yant Kaiy Arah jitu kemarau semakin tidak menentu. Sesekali tercurah hujan diantara elegi kemarau. Menjerit petani tembakau dan garam. Acapkali tanpa sadar kufur pun ternatal pada hati mereka yang kerontang embun iman. Tangis, tawa… Sudah biasa menjadi milik makhluk bernyawa. Mereka terbius gemerlap dunia, lupa akan ayat-ayat Tuhan tentang syukur.   Pada panas menyengat terhampar impian hujan segera datang. Kerinduan itu seolah mengalahkan uang dan jabatan. Dari sudut-sudut tempat ibadah bergema lantunan doa, barharap khusyuk tetapi melupakan sejati insyaf penyembuh angkara murka. Tidak cukupkah dosa-dosa kita dalam memperkosa alam ini? Sehingga keseimbangan musim tersamarkan bahwa bencana bukanlah ulah manusia semata. Lalu siapa?   Ketika tetes air terakhir habis. Sumur, sungai dan laut mengering. Tatkala tumbuh-tumbuhan tak lagi hidup. Akankah uang dan jabatan menolongnya?   Pasongsongan, 3/9/2021

Antologi Puisi Fragmen Nasib (41)

Karya: Yant Kaiy Jalan Pagi embun membasahi kelopak s ang gembala pada bajunya saat kuberang k at sekolah menempuh angan s emu di mayapada tergeletak, kubentangkan hasrat membuncah tak karuan b erdiri m enatap panorama indah seiring kemesraan jiwa l ukisan jati diri membuai bola mata serentang usia begitu pahit s elalu kubawa bekal hidup penyambung nyawa menenteng keletihan menampar harapan mengharu biru m e lapuk mimp i pembawa malapetaka, kehidupan pun tak karuan bersandar lenyapkan lara diantara detak jantung b ukankah pagi masih terlalu hijau dipenantian menggali tunpahan animo di petak - petak sawahku   menyusuri la m unan tanpa m akna berarti mengapuri kehangatan kasih ketika saling berdekatan darimu , seorang dara berparas ayu pembawa malam rindu m emacu langkah diri diayun har i- hari melelahkan lumpuhkan selera beraneka gerak tak bergairah kubacok rembulan dala m keterasingan menentang ma ut tak ayal raga bermandi darah berkolam-kolam melanda jiwa, merekayasa keo

Antologi Puisi Fragmen Nasib (40)

Karya: Yant Kaiy Akhir Agustus 1 pr oblema meng g unca ng gunung keyakinan silih-berganti menyerang tanpa ampun setelah di lapangan volly ball tawa dan canda menghiasi liku hidup   2 teman sekolah mulai berdatangan tanya sini tanya sana akrablah s uasana, bersahaja kupolesi beragam cerita pembawa b e rita berlomba menaklukkan puing kemelaratan mengeram sulit terelakkan   3 asmara mencam buk k eraguan -k eraguan ku me rawat beraneka halusinasi terbawa halimun mengembara, menyusuri rimba kenistaan dengan bahtera diombang-a m bingkan angin musin ke nadi - nadi kehidupanku . p agi sampai sore buah kenangan beg i tu mulus bergelinding kesebuah slogan asa merenda semangat tersisa. tanpa bisa dihindari t angis sesekali menetaskan lamunan diantara rimba mengubur kelaknatan memberondong raga terus menyobek tanpa ampun lagi. telah t ertata kegamangan lenyapkan permusuhan dan berkobarlah rindu menyiksa tidur beralaskan kabut mimpi terteror putus ta

Antologi Puisi Fragmen Nasib (39)

Karya: Yant Kaiy Masa Lalu banyak yang ingin kul u ki s kan pada kertas tentang kebodohanku ketika di sekolah dasar ditipu, ditodong sa m pai lahirlah sesal rasanya aku ingin membalas dendam biar tahu rasa, b i ar aku bangga menunjukkan kemanpuanku kini   berulangkali ku tamatkan cerita masa lalu namun tak bisa lantaran hati masih luka s ebenarnya aku tak mau dendam menjadi penggerak dalam kehidupanku berbalut derita kumau   sewajarnya bersosial kar e na penyakit itu sembuh oleh sabar   teman tetaplah sehat diperga u lan tak ada untungnya melaknat walau tetap ada segelintir kebencian menghiasi kemana langkah kakí aku tak peduli lagi. Sumenep, 27/08/ 19 89

Antologi Puisi Fragmen Nasib (38)

Karya: Yant Kaiy Jalan Gelap s eringkali kakí terantuk b atu di jalan kampung ta nah becek tetap kulalui begitu menyik s a tanpa selera lepaskan gamang dar i kulit kepastian naluri merangka k bentuk mimpi melambung ke awang -aw ang ternatal serpihan asa membanjiri halusinasi dikesepian jiwa acapkali melebar kekecewaan ketika bersamanya sebab tak selamanya khayal selaras kenyataan ada beda diantara keinginan kami berdua   b erderai dendam dalan selimut tatkala kalbu tersakiti merebut kemenangan tersusun kata sukar terurai kedalam sebiji protes c ukup lama kumenunggu berhenti darah mun c rat terkuliti daging benak melukiskan penyesalan tertutup kata - kata maaf yang sering terdengar berd osakah segala perilaku ?   menantan g keping kepahitan terurai mele m par jangkar keinginan dihempas gelombang meski aku sudah muak rayu manisnya t erlanjur mengutuki diri serba t a k mengerti apakah memang suatu kebajikan yang disuguhkan? mus

Antologi Puisi Fragmen Nasib (37)

Karya: Yant Kaiy Kutulis Apa Adanya perjalanan melelahkan tanpa bekal mengopeni, menyela m i jurang derita kupetik buah hikmah berserakan merenda hakikat kekecewaan menguak bulat tekad merah saga tertancap halusinasi di pinggiran kali kejernihan hasratku rasanya tak tertandingi hanya kehidupan abadi dengan iba di hati   selalu bersabar atas beragam coba tak terelakkan melebar l uka terbacok kesombongan kedengkian itu terus mengiris lembut jiwa tergambar bentuk bayangan wajah dara tercinta mengguncang hati layu diantara mimpi kureguk asmara derita menganga di bebatuan kutulis beraneka sengketa bersuara tak bermakna, menjerit tiada arti   kututup misteri menggoyahkan bahter a terlantun rindu tak terbalas atas kemunafikannya lepas dari sarang kepastianku melangkah membuncah kebencian tanpa arah diketerasingan kuberteriak panggil insan mereka tidak terketuk , bergeming dalam sunyi kubasuh tangan dari kotoran menelanjangi malam