Langsung ke konten utama

Postingan

Antologi Puisi “Lazuardi Asa” (17)

Puisi Karya Yant Kaiy Kebencianmu boleh kau mencemooh semasih kud a pat bernyawa kubiarkan kau menampar mak a k u se p u a s nya atau membacok reg a ku den gan fitnahmu aku pasrah dan bersedia un tuk kau buat apa saja kuma f hum akan kebencian i tu lantaran di matamu kum emang hina apa adanya namun jangan per na h berharap a kan meluluh lantakkan jalan pikiranku dari kebersemangatan me n uan gkan inspirasi kedalam kalimat sep uitis cahaya mutiara yah, itulah yang paling bera rti bagi hidupku… Sumenep, 29/03/90   Ber s erilah Maduraku senyummu mempesona kedalam relung - relung kalb u berserilah tiap waktu, membuang duka jauh - jauh airmu yang jernih rerumputan menghijau dalam dekapanku ternatal rasa setiaku terhadap m u yang telah membesarkanku yang telah melindungiku kusering berharap dapat menghiasi mala mmu tapi tak cukup waktuku buatmu maafkanlah semua kesalahan dan khilafku. Sumenep, 12/03/90

Antologi Puisi “Lazuardi Asa” (16)

Puisi Karya Yant Kaiy Sajak Kepergian Sahab at bíanglala menghiasi se nja bersinar hati mengenang kebahag iaan dari perjuangan mela wan maut Tuhan melimpahkan rahm at-Nya semula tak kurasa dan tak pe rcaya deri kepergian sahabat ke atas pangkuan-Nya tanpa sadar kalimat ku te rlontar: selamat berpisah sahabat ! ya, harya itu dapat kupersembahkan selain dari kembang-kembang semerb ak selain dari kalimat -kalimat suci . Sumenep, 29/03/90   Paras m u t akkan Pernah Terlupa Suat seseorang yang pernah ku s ayangi   sang at teduh senyummu kukenang selalu bak mutiara tak luntur oleh usia K u sadari dari angan s epenuhnya sa ba n siang m alam kuseorang diri berhalusinasi sementara b iangl a la melukisi hatimu nan ga mang tanpa cela barangk ali hingga akhir kehidupanku kutak bisa lari dari j erat asmaramu yang kian membelenggu kemerdekaanku da n, katahu kau takkan pernah merasakan itu kebiarkan me m ang hati ini tetap membeku seper

Antologi Puisi “Lazuardi Asa” (15)

Puisi Karya Yant Kaiy Deb ur O mbak Debur Hati lang it bersi h kutatap lembut sendiri terpaku tanpa animo un tuk mematahkan wajah hari kelabuku ter s irat resah tak tentu kiblat h ati pun berdebur menghantam dinding berbatu di sepanjang pantai kenangan tak mungkin kudapat lari menjauh meninggalkan beragam onak di simpang tiga ini tanpa bekas terinjak sandal jepitku aku tak mau lepas dari tanggung jawab terlalu berat debur nantinya mengusik pengembaraan sebelum tulang masih kuasa menggerakkan raga b iarlah tetap kurenda perjalanan musim dan geri m is sebagian mata akalku yang mengelorakan darah putih di antara galau langkah hati . Sumenep, 03/03/90   Pena yang Berceceran te lah kugoreskan pada gunung t e lah kukabarkan pada angin lembut tentang ketidakpedulian penaku yang mengendarakan segala hati nuraniku kendati tantangan datang bertubi - tubi menelanjangi bentuk kemunafikan manusia berangkali terlahir keadilan abadi? wala u

Antologi Puisi “Lazuardi Asa” (14)

Puisi Karya Yant Kaiy La z ua rdi A s a membiru s egala penglihatanku menggambar anganku tentang cerita asa di kain kafan pembalut resah diri s emula suc i adanya bendiri meski harus terjerembab tak g entar melawan siksa nan keji tetaplah membentang aral di setiap gerakku akhir s uatu asa ter c ipta tak percuma kuberikhtiar mengarungi lautan biar pun ombak dan badai. Sumenep, 28/02/90   Perempuan - perempuan darimulah aku dapat besar berkembang kan hiasi dunia dengan senyum berserilah insan mengagungkan parasmu keelokanmu membangkitkan gairah hidupku sungguh kutak dapat lepas d a ri tatapan teduhmu. Sumenep, 01/03/90

Antologi Puisi “Lazuardi Asa” (13)

Puisi Karya Yant Kaiy Bangun dari Lamunan terlantun seiri ng g a lau tak menentu mega - mega pun berarak ke barat membara lamunan dalam dekapan terpatri petir menampar segala nafsu kukerahkan semua penyesalan membangun puing - puing potret diri berserakan diterjang gempa semalaman luluh - lantak kebulatan tekad kami merenda k ita berceceran di jalan hati kecilku kemudian tak percaya atas lamunan berlebihan terkurung dalam sangkar, menyendiri berdiri dan duduk menghitung detik hari barangkali terhapus noda menikam hingga kutak dapat mengingat apa - apa lagi kecuali kekecewaan yang tiada ujung menetaskan halusinasi seorang diri biarlah sahabat tetap berlalu tak menghiraukan topan pencabut nyawa ya, sebagian dari siksa kita kita. Sumenep, 27/02/90   Puisiku aetiap malam datang menjelma di haribannku di aitu kesepian membakar gejolak bergegaalah biar tak lenyap disapu halimun sementara angin mengusik membiarkan kekecewaan terombang

Antologi Puisi “Lazuardi Asa” (12)

Puisi Karya Yant Kaiy Tangis Malam duduk menatap rembulan redup menghiasi panorama jatidiri tanya pun terlontar seiring galau kebodohanku berserakan tak bicara sekarang tinggal pasrah tangis bagiku kelumrahan mencurahkan penyesalan tak kunjung pudar tak habis termakan detik mendebarkan menyongsong fajar menerangi bumi kudayung sampan menembus kabut menuju dermaga lembaran baru sirna pelahan terterkam tangisku mengalun seirama langkah diri tak pasti..... Sumenep, 25/02/90   Kepada Peluh yang Menetes laksana darah mengalir di sungaiku membanjiri ladang kebimbangan tiada pernah berhenti mencari sesuap nasi mengarungi paruh kehidupan fana adanya a kan kubiarkan ia membasahi sekujur kebersemangatan bergelora kemuakan bukanlah berhentinya langkah sampai bungaku di halaman layu ditikam keserakahan terik mentari lalu peluh menjerit seiring gerakku tak habis ber p ikir aku memikul bermacam siasat menghadang bahaya senantiasa terlah

Antologi Puisi “Lazuardi Asa” (11)

Puisi Karya Yant Kaiy Datangnya Kepenatan kubuka baju seragam sekolah pelahan sepatu lepas peluh pun mengalir sendiri langsung kusambar rumput tuk makan siang kukunyah dengan nikmat kutuang segelas air limbah Industri kedalam mulut senantiasa dahaga kutidurkan tubuh di atas bebatuan pegunungan yang tersusun rapi di kamar dibawah atap rumbia teduh dan nyaman. Sumenep, 19/02/90   Matahariku angin semilir berhembus mempermainkan hasratku nan resah dikaulah matahariku senantiasa jadi perbincangan tak henti-hentinya aku memujimu meski kuharus sujud di sisimu ingin selalu kudekat dengan senyummu biar tentram keberadaanku tak berselimutkan kegamangan siramilah daku dengan kesetiaanmu biar tak perih kemiskinan ini kusadar kau tak mau peduli dengan itu semua. Sumenep, 19/02/90