Langsung ke konten utama

Postingan

Dulu dan Kini Masih ada Cinta

Pentigraf: Yant Kaiy Aku menyukai Debur ketika masih duduk di bangku SMA. Kepribadiannya sederhana. Wajahnya lumayan tampan, di atas rata-rata teman cowok sekelasku. Dia juga bukan dari keluarga berada. Yang membuat aku kepincut pada dia yaitu sikap pendiamnya. Ia bicara seperlunya saja.  Walau  demikian aku tak berani mengungkapkan perasaan cinta terhadapnya karena berbagai pertimbangan. Salah satunya wajahku tidak terlalu cantik. Aku juga tidak begitu pintar dan bukan dari kaum jet set. Karena sebuah pertimbangan masa depanku dan keluarga, akhirnya aku menerima lamaran guruku sendiri. Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tentu akan bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Aku harus tahu diri dan mencari pendamping hidup yang pasti-pasti saja. Akhirnya aku setengah terpaksa mengambil cintanya, walau getar-getar kasmaran ini masih pada Debur. Munafik, berontak batinku bergemuruh. Kini setelah dua puluh sembilan tahun, antara aku dan Debur tepisah jarak, waktu, dan stat

Kisah Cinta di Ujung Lara

Novel: Akhmad Jasimul Ahyak Jatuh cinta pada siapapun adalah hal yang tidak bisa kita ramalkan untuk menjadi cinta sejatinya, pendamping hidupnya. Kadang cintanya kandas di tengah jalan atau ada pihak ketiga yang tidak mendukungnya. Dalam hidup pasti penuh dengan dinamika teka-teki. Untuk masa depan tentu akan mengarah keujung kebahagiaan, teka-teki pemerintahan pasti menghadiahkan kejayaan, teka-teki pendidikan tentunya akan menghasilkan kelulusan. Dan yang bingung kalau terjadi cinta kasih idaman, terus apa yang aku jawab?. Yang jelas jawaban ini menginspirasikan ingatan aku dimasa beberapa tahun yang silam tentang “Kisah cinta kita yang berakhir di ujung lara”. Kala itu aku adalah orang yang sangat beruntung, karena aku lahir dalam keadaan sempurna. Lebih beruntung lagi sebab benang-benang keberhasilan telah aku raih dari sejak aku kecil sampai lulus sekolah menengah atas atau SMA. Semasa itu aku sendiri masih lugu dan polos sehingga dibalik keluguan itu banyak

Pejuang tak Berarti

Pentigraf: Yant Kaiy Berkat perjuangannya membangun koperasi desa yang bergerak di bidang kerajinan kerupuk ikan mentah, nama Kunti menjadi harum di mata masyarakat luas. Kunti masih lajang sudah bisa berkarya bagi desanya. Ibu-ibu tidak lagi menganggur. Mereka membantu para suaminya dalam sisi ekonomi sehingga kesejahteraan keluarganya mulai terasa. Kunti membangun jaringan dengan para pengusaha sebagai pembeli produk dan nelayan sebagai penyedia bahan baku. Kerja sama yang baik hasilnya juga akan sesuai harapan, demikian keyakinan Kunti. Setiap kesuksesan apa pun pasti ada orang yang iri. Bagiku iri itu hal biasa akan menimpa sebagai bentuk hikmah agar pekerjaan itu bertambah maju. Suatu ketika tokoh muda perempuan ini datang ke rumahku. Tujuannya mau minta bantuan agar aku bisa terlibat dalam koperasi desa. Kami berdua berdiskusi panjang-lebar. Tiba-tiba di luar ada suara banyak orang. Mereka berteriak agar kami keluar. Mereka menganggap kami telah melakukan perbu

Gadis di Simpang Jalan

Pentigraf: Yant Kaiy Kibasan rambut gadis di depanku yang hendak menyeberang jalan mengingatkanku pada Tifa. Gadis blasteran Pakistan dan Jawa. Hidungnya mancung, matanya lebar dengan warna kulit putih. Tapi Tifa dan keluarganya sudah menghilang dari kampung kami. Kala itu aku masih dibangku SMP. Setelah perceraian keluarganya, Tifa lebih memilih ikut ayahnya kembali ke Pakistan. Karena lampu masih menyala merah, aku pun iseng memanggilnya. Ternyata dugaanku benar, ia adalah Tifa yang tujuh belas tahun tidak pernah berjumpa. Kami saling tersenyum dan berbasa-basi. Tapi ketika kami akan menyeberang jalan, ada kendaraan roda empat menabrak kami dari samping. Aaaa… Kami berteriak dan terlempar jauh. “Ada apa, Mas? Kamu sering bermimpi akhir-akhir ini, ” istriku menepuk bahuku berulangkali. Pasongsongan, 25/2/2020

Doktor Durmogati

Cerpen: Herry Santoso Mobil hitam meluncur membelah perkampungan kami siang itu seraya berhenti mendadak.  Terdengar rem mobil itu mencicit-cicit hingga menyita perhatian warga kampung. Tercengang-cengang, mobil siapa gerangan. Sebuah sedan hitam mengkilat, plat nomornya masih putih mengisyaratkan mobil itu baru keluar dari tokonya.      Laki-laki tengah baya segera muncul. Mengenakan setelan hitam. Berdiri kaku. Melempar senyum, dan orang-orang semakin tertegun, bahkan emak-emak yang sedang petan   dan ngerumpi di bawah pohon mangga pun menyudahi kegiatannya itu hanya untuk mengamati laki-laki asing perlente    yang tetap berdiri termangu-mangu. Orang-orang baru bersuara setelah laki-laki misterius itu membuka kacamata hitam yang menghalangi pandangannya.      " Hoalah ....bukankah itu Doktor Durmogati ?" "Durmogati siapa ?" sahut yang lain. "Itu, tuh ...anaknya Kang Sodrun, bakul tape singkong !" jelasnya. "Oh ya, to ? Ayo k