Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Puisi

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (4)

Puisi: Yant Kaiy Bocah Malang termenung dalam kesendirian pagi asap knalpot menempel erat di pundaknya ada sisa nista diantara bocah terlantar di jalan ia ternatal ke alam fana dari seorang ibu menangis di trotoar tanpa harapan pakaian lusuh bermandi keringat derita merayap menembus kesibukan kota ini salah siapa?   pemandangan ganjil saban hari tersaji   lewat kidung luka meski tak terdengar, tapi terasa   lalu ada oknum memanfaatkannya memalsukan wajah iba mengeruk keuntungan darinya sungguh biadab… hingga orang lain tak percaya ini nyata atau sekadar sandiwara semua jadi abu-abu   akhirnya, yang nyata tidak kecipratan kalah oleh persekongkolan kian jauh saja iba terengkuh meski ada di depan mata.           Pasongsongan,12/9/2021

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (3)

Puisi: Yant Kaiy Terbalut Gundah sering kuberjalan tanpa tujuan menghitung langkah sedih tubuh kerdilku tak berdaya memendam balutan resah lantas banyak kuingin paparkan dalam rangkuman doa malam lahir dari persaingan iri jika hanya untuk hidup binatang bisa pakai hukum rimba tapi kita berakal dan berbudi   tak ingin kepedihan terus mendera acapkali jatuh-bangun entah sampai kapan kumandiri atau dosa-dosaku tempo dulu? bukankah Tuhan menyatu di jiwa ampunan-Nya seluas semesta   tiba-tiba aku lebih suka menderita seperti ini kupikir jutawan sakit juga lebih menakutkan   kubersyukur selalu Dia menakdirkan liku hidup begini tiada guna berontak batin terguncang, tersiksa… memang hidup tak sempurna berikhtiar tak mengapa karena butir dosa tetap ada menyatu kuat pada desah nafas.   kadang terlintas di alam pikiran gunung pengorbanan seolah sia-sia demi melihat sukses sesama.           Pasongsongan, 9/9/2021

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (2)

Puisi: Yant Kaiy Kampung Kemarau terik menyengat tanah kelahiran udara garing berhembus bawa debu rumput liar terbakar api iri sesama tersudut impian hijau kampungku bergeming menyongsong hari tak bermega sejumput hikmah teronggok di altar jiwa   kidung Sandur mengalun lirih mengembara terbawa angin merenda impian musim tak menentu memilih bangkit ketimbang sakit mencari setetes air di sumur kering di sela-sela batu kapur kambing pun dahaga di sana meratap parau memanggil nafasnya kembang-kempis ini salah siapa, tentu ulah manusia rakus, tak becus menjaga alam   hewan penjaga keseimbangan musim senantiasa mengutuk kita murka Tuhan memang tidak seketika belum cukupkah bencana melanda pelajaran buat manusia   di tengah dahaga menerkam tidur kerontang segala lamunan tembang Macapat menggauli langit berharap hujan segera tercurah diantara madah merayap menyempurnakan nuansa hati menyatu kembali ke mayapada   teringat k

Tembang Kemarau

Puisi: Yant Kaiy Arah jitu kemarau semakin tidak menentu. Sesekali tercurah hujan diantara elegi kemarau. Menjerit petani tembakau dan garam. Acapkali tanpa sadar kufur pun ternatal pada hati mereka yang kerontang embun iman. Tangis, tawa… Sudah biasa menjadi milik makhluk bernyawa. Mereka terbius gemerlap dunia, lupa akan ayat-ayat Tuhan tentang syukur.   Pada panas menyengat terhampar impian hujan segera datang. Kerinduan itu seolah mengalahkan uang dan jabatan. Dari sudut-sudut tempat ibadah bergema lantunan doa, barharap khusyuk tetapi melupakan sejati insyaf penyembuh angkara murka. Tidak cukupkah dosa-dosa kita dalam memperkosa alam ini? Sehingga keseimbangan musim tersamarkan bahwa bencana bukanlah ulah manusia semata. Lalu siapa?   Ketika tetes air terakhir habis. Sumur, sungai dan laut mengering. Tatkala tumbuh-tumbuhan tak lagi hidup. Akankah uang dan jabatan menolongnya?   Pasongsongan, 3/9/2021

Antologi Puisi Fragmen Nasib (41)

Karya: Yant Kaiy Jalan Pagi embun membasahi kelopak s ang gembala pada bajunya saat kuberang k at sekolah menempuh angan s emu di mayapada tergeletak, kubentangkan hasrat membuncah tak karuan b erdiri m enatap panorama indah seiring kemesraan jiwa l ukisan jati diri membuai bola mata serentang usia begitu pahit s elalu kubawa bekal hidup penyambung nyawa menenteng keletihan menampar harapan mengharu biru m e lapuk mimp i pembawa malapetaka, kehidupan pun tak karuan bersandar lenyapkan lara diantara detak jantung b ukankah pagi masih terlalu hijau dipenantian menggali tunpahan animo di petak - petak sawahku   menyusuri la m unan tanpa m akna berarti mengapuri kehangatan kasih ketika saling berdekatan darimu , seorang dara berparas ayu pembawa malam rindu m emacu langkah diri diayun har i- hari melelahkan lumpuhkan selera beraneka gerak tak bergairah kubacok rembulan dala m keterasingan menentang ma ut tak ayal raga bermandi darah berkolam-kolam melanda jiwa, merekayasa keo

Antologi Puisi Fragmen Nasib (40)

Karya: Yant Kaiy Akhir Agustus 1 pr oblema meng g unca ng gunung keyakinan silih-berganti menyerang tanpa ampun setelah di lapangan volly ball tawa dan canda menghiasi liku hidup   2 teman sekolah mulai berdatangan tanya sini tanya sana akrablah s uasana, bersahaja kupolesi beragam cerita pembawa b e rita berlomba menaklukkan puing kemelaratan mengeram sulit terelakkan   3 asmara mencam buk k eraguan -k eraguan ku me rawat beraneka halusinasi terbawa halimun mengembara, menyusuri rimba kenistaan dengan bahtera diombang-a m bingkan angin musin ke nadi - nadi kehidupanku . p agi sampai sore buah kenangan beg i tu mulus bergelinding kesebuah slogan asa merenda semangat tersisa. tanpa bisa dihindari t angis sesekali menetaskan lamunan diantara rimba mengubur kelaknatan memberondong raga terus menyobek tanpa ampun lagi. telah t ertata kegamangan lenyapkan permusuhan dan berkobarlah rindu menyiksa tidur beralaskan kabut mimpi terteror putus ta