Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Novel

Sungai Darah Naluri (3)

Novel: Yant Kaiy Andai saja ketulian dapat ditukar dengan kemuakan, maka aku ingin tul i saja menjadi pilihan utama. Tetapi ketulian dan kemuakan berjalan sendiri-sendiri di atas relnya; sesuai dengan kodrat alam. Ti a da habis-habisnya keinginan tersebut men yapu sukma , menyiksa batinku yang lemah tak bertenaga lagi . Makanku dari get ah- getah kehidupan yang menetes dari g ua- gu a dan mengeras disiram t e rik mentari. Sampai kapan hidupku berakhir dengan ke ma langan dan kebers i han mimpi ? Sementara ibuku masih terus saja menguras tenaganya sebagai wanita penghibur di komplek pelacuran, sampai suatu bencana merenggut nyawanya; virus AIDS itu tiada kompromi lagi membumihanguskan cita-citanya . Aku tak menyesalkan hidup ibuku yang demikian hina di perjalanan perjuangannya membimbingku sampai aku dewasa. Aku tak membenci ibuk u. Perjuangan dan pengorbanannya masih terus kukenang selama - lamanya sampai aku menemukan s alah satu wujud nyata di mahligai rumah tangga. Te

Sungai Darah Naluri (2)

  Novel: Yant Kaiy Aku tak mau lagi terpasung di lembah duka , membakar kehidupa sendiri hampir musnah tak bersisa lagi. Peluhku tercecer tak berarti di jalan setapak itu adalah deru yang seringkali kuisyaratkan lewat rangkuman kalimat nan puitis serta bersahaja. Tak kupungkiri itu semua !... Aku pun terlahir dari cinta membara. Sekian lama a ku sudah beradaptasi dengan semua yang dapat kubaca di pembaringan wajah malam berkaribkan asap nikotin memusingkan kepala. Aku pun tak lupa bersyukur ke hadirat-Nya; sebagai tand a sujud atas kesempatan dalam lingkaran kesempitan. Hanyalah nyawaku yang tak lepas dari raga ini. Ah... Andai saja aku mampu menahan rasa sakit berlebihan itu, barangkali telingaku telah kutusuk dengan tongkat tajam nan membara, setajam dan sepanas tongkat - tongkat yang akan dipergunakan manusia dalam hidup kekal di neraka jahanam . Biar lah aku tuli saja serentang hidup ini agar tak mendengarkan nada kalimat busuk dari sekitar. Karena dunia kehidup

Sungai Darah Naluri (1)

  Novel: Yant Kaiy A ku muak. Sekujur tubuhku penuh dengan kemuakan atas perlakuan yang seenak perutnya tanpa mengkilas balik dengan berlatar rasa 'iba' sebagai tol a k ukur yang lebih arif tanpa pandang sebelah mata. Aku benar-benar selalu muak jikalau dihadapkan pada masa lalu teramat pahit dan menyesatkan jalan hidup, liku p ikiran, lorong cita, titian perasaan, bahkan sebuah keputusan takkan bermakna dalam suatu rencana tersusun rapi dan bersih di otakku. Sunguh !... Dan aku telah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan, lantaran sungai kebimbangan diri tak mampu ditepis begitu saja dengan asa tersisa sekalipun. Aku ingin berteriak sekuat kerongkongan, namun tak pernah ada yang pasti sebagai pembuang rasa gundah itu di puncak gunung halusinasiku. Tak jarang diamku bahkan jadi bencana mengerikan sekali untuk diimla di diary yang kutulis setiap detak nadi memukul renunganku tanpa dosa. Dan, seringkali perasaan jera menjerat kemerdekaan ter kukuhkan menjadi peli

Kisah Cinta di Ujung Lara

Novel: Akhmad Jasimul Ahyak Jatuh cinta pada siapapun adalah hal yang tidak bisa kita ramalkan untuk menjadi cinta sejatinya, pendamping hidupnya. Kadang cintanya kandas di tengah jalan atau ada pihak ketiga yang tidak mendukungnya. Dalam hidup pasti penuh dengan dinamika teka-teki. Untuk masa depan tentu akan mengarah keujung kebahagiaan, teka-teki pemerintahan pasti menghadiahkan kejayaan, teka-teki pendidikan tentunya akan menghasilkan kelulusan. Dan yang bingung kalau terjadi cinta kasih idaman, terus apa yang aku jawab?. Yang jelas jawaban ini menginspirasikan ingatan aku dimasa beberapa tahun yang silam tentang “Kisah cinta kita yang berakhir di ujung lara”. Kala itu aku adalah orang yang sangat beruntung, karena aku lahir dalam keadaan sempurna. Lebih beruntung lagi sebab benang-benang keberhasilan telah aku raih dari sejak aku kecil sampai lulus sekolah menengah atas atau SMA. Semasa itu aku sendiri masih lugu dan polos sehingga dibalik keluguan itu banyak

Puing Asa

                               Tujuh belas tahun dalam penjara, perjalanan waktu yang cukup lama, perjalanan waktu yang teramat menyiksa. Kerinduan-kerinduan mendera senantiasa menghias kesunyian yang tak mungkin bisa dihindari.                Semua dilakukan karena istri tercinta, namun ketabahan itu serba terbatas. Ia silau akan dunia yang gemerlap. Lalu ia menjadi selir orang kaya, hidupnya pun banyak berubah.  Kupersembahkan novel   ini buat kakakku tercinta S. Yohana , yang telah memberiku pelita dalam kesengsaraan,  penderitaan, kepedihan. Sehingga diriku mampu berjalan meniti masa depan. L uka Lama Dinding tebal dan terali besi yang sangat kuat telah membelenggu sebagian hidupku, sebagian masa depanku di sini membujur kaku dan bisu, aku tak bisa berteriak. Selebihnya hanyalah sesal tiada arti lagi, menyusup dalam rongga hidupku, menyelinap dalam halusinasiku, mengoyak luka kian menganga. Perih dan pedih menelikung di dasar hati. Sungguh sangat