Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (1)

 


Novel: Yant Kaiy

Aku muak. Sekujur tubuhku penuh dengan kemuakan atas perlakuan yang seenak perutnya tanpa mengkilas balik dengan berlatar rasa 'iba' sebagai tolak ukur yang lebih arif tanpa pandang sebelah mata. Aku benar-benar selalu muak jikalau dihadapkan pada masa lalu teramat pahit dan menyesatkan jalan hidup, liku pikiran, lorong cita, titian perasaan, bahkan sebuah keputusan takkan bermakna dalam suatu rencana tersusun rapi dan bersih di otakku.

Sunguh !... Dan aku telah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan, lantaran sungai kebimbangan diri tak mampu ditepis begitu saja dengan asa tersisa sekalipun. Aku ingin berteriak sekuat kerongkongan, namun tak pernah ada yang pasti sebagai pembuang rasa gundah itu di puncak gunung halusinasiku. Tak jarang diamku bahkan jadi bencana mengerikan sekali untuk diimla di diary yang kutulis setiap detak nadi memukul renunganku tanpa dosa. Dan, seringkali perasaan jera menjerat kemerdekaan terkukuhkan menjadi pelita diri untuk menapaki pelangi hidup nan hakiki. Menghablur di tengah keterasingan, mengembara di samudera perjuangan tak berpantai.

Ada benang-benang sutera merah keemasan meneduhkan jiwa waswas dan menentrankan segala apa yang ada di sekujur ragaku. Sedangkan hasrat diri tak mampu menebusnya dengan segenap lautan biru asmaraku karena masih banyak yang belum kuselesaikan sebanyak waktu tersisa. Entahlah, apa yang menjadi penilalan mereka terhadap sikapku selama berhari-hari. Aku jadi lelah; lelah hati dan pikiran sekaligus. Sedangkan mereka dengan bengisnya melemparkan sumpah-serapah, fitnah, cemooh, deraan benci lewat pergaulan tipis tidak mengagumkan hati kecewa.

Kembali diriku dihadapkan pada suatu kesulitan dan pada situasi pelik serba membingungkan untuk berontak, melepaskan diri dari kurungan nasib, tetapi bukan berarti munafik segalanya, dan aku terus saja mengejar ketinggalan yang pernah kugambar dulu di pelataran naluri. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p