Sungai Darah Naluri (3)



Novel: Yant Kaiy

Andai saja ketulian dapat ditukar dengan kemuakan, maka aku ingin tuli saja menjadi pilihan utama. Tetapi ketulian dan kemuakan berjalan sendiri-sendiri di atas relnya; sesuai dengan kodrat alam. Tiada habis-habisnya keinginan tersebut menyapu sukma, menyiksa batinku yang lemah tak bertenaga lagi. Makanku dari getah-getah kehidupan yang menetes dari gua-gua dan mengeras disiram terik mentari. Sampai kapan hidupku berakhir dengan kemalangan dan kebersihan mimpi?

Sementara ibuku masih terus saja menguras tenaganya sebagai wanita penghibur di komplek pelacuran, sampai suatu bencana merenggut nyawanya; virus AIDS itu tiada kompromi lagi membumihanguskan cita-citanya. Aku tak menyesalkan hidup ibuku yang demikian hina di perjalanan perjuangannya membimbingku sampai aku dewasa.

Aku tak membenci ibuku. Perjuangan dan pengorbanannya masih terus kukenang selama-lamanya sampai aku menemukan salah satu wujud nyata di mahligai rumah tangga. Tetapi aku masih sulit untuk menuju ke arah makmur yang masih terus saja kuperjuangkan dengan gigih, dengan segenap harapan dan impian tiada pernah kering. Dan aku belum bisa menraihnya. Sebab semuanya masih di lingkaran hidup meragukan. Kutak mau semuanya hancur berkeping-keping lantaran aku tidak berbuat banyak dalam kesengsaraan kian kronis itu.

Sampai aku mendapatkan dunia tulis-menulis sebagai pengikisan keseng-saraan dan kemiskinan semata. Karena aku sadar sepenuhnya, aku tak mau menggantungkan hidup di antara mega-mega berkejaran. Hebat. Biarlah kemiskinan harta itu terus bergelinding di altar perjuanganku tak pernah susut dari pandang mata. Kubiarkan memang segala siksa hidup ini menjadikan cambuk tiada henti-hentinya, lantaran aku ingin tubuhku dibaluti kesucian, kendati darahku terus dialiri kemuakan. Dan aku semakin berani saja, meski dagingku bersumber dari segala kenajisan dari nafsu berahi ibuku yang terjual kepala lelaki hidung belang. Barangkali aku takkan pernah lagi menyesal dengan nama pemberian Ibu yang dirasa banyak orang sebuah nama tak lumrah. Langka. Aku bahkan berlang - lama di pembaringan Ibu terakhir; kubingkiskan untaian doa yang kupelajari dari buku usang dimakan waktu. Aku ingin di pembaringan ibuku tiada api neraka mengelilingi keabadiannya nanti. (Bersambung) 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura Kelas 3 SD di Sumenep

Surajiya dan Juan Dali: sebuah Enigma dan Anak Kecil yang Mewarnai Langit

LPI Nurul Ilmi Gelar Peringatan Hari Guru Nasional 2025 dengan Baca Yasin, Tahlil, dan Doa Bersama

Mitos Uang Bernomer 999

Jurnal Pembelajaran Mendalam dan Asesmen 2.0 (Umum) dengan Topik Pendekatan Understanding by Design dalam Perencanaan Pembelajaran

Contoh Jurnal PPG Modul 1 Pembelajaran Sosial Emosional, dengan Topik Pentingnya Collaborative, Social, and Emotional Learning (CASEL)

Jurnal Pembelajaran PPG Modul 2 Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Nilai