Langsung ke konten utama

Postingan

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (3)

Puisi: Yant Kaiy Terbalut Gundah sering kuberjalan tanpa tujuan menghitung langkah sedih tubuh kerdilku tak berdaya memendam balutan resah lantas banyak kuingin paparkan dalam rangkuman doa malam lahir dari persaingan iri jika hanya untuk hidup binatang bisa pakai hukum rimba tapi kita berakal dan berbudi   tak ingin kepedihan terus mendera acapkali jatuh-bangun entah sampai kapan kumandiri atau dosa-dosaku tempo dulu? bukankah Tuhan menyatu di jiwa ampunan-Nya seluas semesta   tiba-tiba aku lebih suka menderita seperti ini kupikir jutawan sakit juga lebih menakutkan   kubersyukur selalu Dia menakdirkan liku hidup begini tiada guna berontak batin terguncang, tersiksa… memang hidup tak sempurna berikhtiar tak mengapa karena butir dosa tetap ada menyatu kuat pada desah nafas.   kadang terlintas di alam pikiran gunung pengorbanan seolah sia-sia demi melihat sukses sesama.           Pasongsongan, 9/9/2021

Kiat Sukses Sang Kepala Desa

Catatan: Yant Kaiy Dari sekian banyak kiat sukses menjadi seorang Kepala Desa (Kades), ada salah satu trick yang membikin warga masyarakatnya klepek-klepek, manut dan tak pernah protes atau “berontak”. Ini penting bagi seorang Kades kalau mau berkompetisi lagi di putaran Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) selanjutnya.   Berkaca pada beberapa Kades incumbent yang terpilih lagi. Ternyata sangat sederhana animo rakyat itu. Mereka menghendaki akses jalan bagus. Titik. Penduduk di desa tersebut akan menempatkan Sang Kades pada tataran  megah mengagumkan, menumbangkan segala kekurangan yang terdapat pada dirinya.   Memang pembangunan di desa tidak hanya proyek jalan. Namun permintaan sederhana bagi sebagian besar warga desa umumnya jalan baik, tidak rusak. Kita tahu, mobilitas manusia saat ini amat tinggi. Setiap rumah memiliki kendaraan roda dua. Maka sarana jalanlah yang patut jadi target awal pembangunan bagi Sang Kades.   Kalau akses jalan sudah baik, tentu warga desa tetan

Antologi Puisi “Kemarau Hati” (2)

Puisi: Yant Kaiy Kampung Kemarau terik menyengat tanah kelahiran udara garing berhembus bawa debu rumput liar terbakar api iri sesama tersudut impian hijau kampungku bergeming menyongsong hari tak bermega sejumput hikmah teronggok di altar jiwa   kidung Sandur mengalun lirih mengembara terbawa angin merenda impian musim tak menentu memilih bangkit ketimbang sakit mencari setetes air di sumur kering di sela-sela batu kapur kambing pun dahaga di sana meratap parau memanggil nafasnya kembang-kempis ini salah siapa, tentu ulah manusia rakus, tak becus menjaga alam   hewan penjaga keseimbangan musim senantiasa mengutuk kita murka Tuhan memang tidak seketika belum cukupkah bencana melanda pelajaran buat manusia   di tengah dahaga menerkam tidur kerontang segala lamunan tembang Macapat menggauli langit berharap hujan segera tercurah diantara madah merayap menyempurnakan nuansa hati menyatu kembali ke mayapada   teringat k

Dalil Ziarah Kubur

Ziarah kubur. (Foto: Yant Kaiy) Catatan: Yant Kaiy Ziarah kubur menjadi salah satu bagian sangat penting dalam budaya Islam disebagian besar penduduk Indonesia. Hal ini seolah tidak terpisahkan dengan tradisi masyarakat setempat yang menjunjung nilai-nilai kultur sosial mengagungkan.   Berikut dalil yang memperkuat ziarah kubur itu dianjurkan bagi kaum muslim untuk senantiasa mengingat kematian.   Hadist dari Buraidah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi ijin ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah, karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.   Ibnu Hajar Al-Haytami dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra menulis begini:   Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab: Berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka.   Demiki

Tembang Kemarau

Puisi: Yant Kaiy Arah jitu kemarau semakin tidak menentu. Sesekali tercurah hujan diantara elegi kemarau. Menjerit petani tembakau dan garam. Acapkali tanpa sadar kufur pun ternatal pada hati mereka yang kerontang embun iman. Tangis, tawa… Sudah biasa menjadi milik makhluk bernyawa. Mereka terbius gemerlap dunia, lupa akan ayat-ayat Tuhan tentang syukur.   Pada panas menyengat terhampar impian hujan segera datang. Kerinduan itu seolah mengalahkan uang dan jabatan. Dari sudut-sudut tempat ibadah bergema lantunan doa, barharap khusyuk tetapi melupakan sejati insyaf penyembuh angkara murka. Tidak cukupkah dosa-dosa kita dalam memperkosa alam ini? Sehingga keseimbangan musim tersamarkan bahwa bencana bukanlah ulah manusia semata. Lalu siapa?   Ketika tetes air terakhir habis. Sumur, sungai dan laut mengering. Tatkala tumbuh-tumbuhan tak lagi hidup. Akankah uang dan jabatan menolongnya?   Pasongsongan, 3/9/2021