Langsung ke konten utama

Pergunu Move On? (Refleksi 68 Perjalanan Pergunu)


Oleh: M Nurul Hajar
Andai tidak ada wabah Covid 19, mungkin Harla Pergunu ke 68 di Kab. Sumenep bakalan ramai dan meriah dengan berbagai kegiatan. Virus itu telah menahan bahkan menghentikan mobilitas orang untuk berkumpul dan melakukan kegiatan  bersama sama. Kegiatan pembelajaran pindah ke kelas virtual. Rapat kepala sekolah/ madrasah pindah juga ke ruang virtual. Termasuk rapat dinas para pejabat harus diselenggarakan di ruang virtual.

Tetapi sayangnya tidak semua aktifitas kumpul kumpul bisa diselenggarakan di ruang virtual. Misalnya acara mantenan atau resipsi pernikahan. Ini termasuk contoh yang tidak bisa. Andai bisa di ruang virtual mungkin yang punyak hajat tidak gigit jari. Tidak merasa kecewa karena kepala Desa tidak mengijinkan untuk melakukan resipsi pernikahan. Kalau bisa, bagaimana acara makan makannya? Mungkin virtual juga.

Tetapi dalam suasana yang serba sulit seperti itu,  teman teman PC Pergunu Kab. Sumenep mampu menyelenggarakan khotmil Al Qur'an dalam rangka Harla Pergunu ke 68 dan do'a bersama untuk keselamatan bangsa. Apa yang dilakukan PC Pergunu tidak menyalahi instruksi Bapak Bupati yang melarang untuk mengadakan kegiatan yang mengumpulkan banyak orang? Tentu tidak menyalahi karena kegiatan khotmil Al Qur'an di lakukan di rumah masing masing anggota Pergunu yang bersedia ikut kegiatan ini. Sedangkan do'a khotmil dan tadfaul balak di lakukan oleh Pak Surya Fajar Rasyid dari kediamannya yang disiarkan live streaming di FBnya.

Pergunu sudah 68 tahun keberadaannya. Waktu yang tidak sebentar. Mungkin pengetahuan saya yang minim tentang Pergunu, sehingga baru 8 tahun terakhir ini saya mengenal ada organisasi  profesi guru yang bernama Pergunu. Waktu itu Ketuanya adalah Pak Abd. Kadir. Kemudian dilanjutkan oleh Pak Abdul Hadi. Dan saat ini dipimpin oleh Pak M Sholeh Shobary. Selain tiga orang tersebut, saya mengenal Pak Tiwdari Hammam Al-Farinduany yang mengaku pernah menjadi ketua PC Pergunu Kab. Sumenep.

Waktu yang lama 68 tahun. Saya saja belum dilahirkan. Kini umur saya baru 43 tahun. Namun kenapa pada tahun 2017 saat acara Hari Guru Nasional (HGN) yang di selenggakan di kantor Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta Pusat Pergunu tidak disebut sebut oleh Pak Muhajir (Menteri Diknas) maupun Pak Hamid Muhammad (Dirjen Dikmen) dalam sambutannya. Waktu itu saya benar benar menyimaknya. Memang tidak di sebut, mungkin tidak ada perwakilan Pergunu yang hadir waktu itu. Karena waktu itu saya duduk dekat kursi undangan para perwakilan organisasi profesi guru. Saya tahu persis baju Pergunu.

Saya hadir pada acara itu karena menghadiri undangan Simposium Nasional Kepala dan Pengawas Sekolah. Salah satu rangkaian kegiatan Simposium adalah mengikuti upacara HGN di Kantor Kemebterian Pendidikan Nasional RI. Semoga hanya tahun 2017 Pergunu tidak disebut. Sementara organisasi profesi guru yang lainnya yaitu PGRI dan IGI lengkap disebutkan.

Itu tahun 2017, mungkin pada tahun 2018 ke belakang berbeda. Sebab Pergunu selalu berbenah diri. Diantaranya pada kesempatan RakerNas Pergunu akhir Februari tahun 2020, yang diselenggarakan di PP. Amanatul Ummah Pacet Jawa Timur, Ketua Umum PP Pergunu Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA menjelaskan bahwa target pembentukan PW Pergunu se Indonesia belum lama rampung. Sehingga dengan terselesaikannya kepengurusan PW Pergunu dan PC Pergunu se Indonesia maka Pergunu bisa memainkan peran yang strategis.

Pergunu eksis, setidaknya geliat kegiatan PW Pergunu Jawa Timur di akhir tahun 2019 dan di awal tahun 2020 mulai nampak terasa. Kegiatan peningkatan Kompetensi guru dan Kapasitas guru melalui berbagai macam pendidikan dan pelatihan membawa arah baru organisasi Pergunu. Selain itu, PW Pergunu Jawa Timur membuka ruang berinovasi bagi guru guru NU di Jawa Timur melalui kegiatan lomba menulis artkel populer dan artikel ilmiah dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional tahun 2019.

Jadi, Pergunu Jawa Timur sudah mulai move on.

Kemudian, kalau melihat tanda tanda bahwa presiden RI, Bapak H. Ir. Joko Widodo, berkenan hadir dan berdiskusi dengan PW Pergunu Se Indonesia pada acara RakerNas VII Pergunu yang diselenggarakan di PP. Amanatul Ummah Pacet Jawa Timur, 29 Februari 2020 bertanda bahwa Pergunu sebagai organisasi profesi guru, sebagai bagian dari Banum NU, kian diperhitungkan keberadaannya oleh pemerintah.

Ruang komunikasi yang telah dibangun antara presiden dan pengurus PP Pergunu dan PW Pergunu diharapkan memberi dampak yang positif bagi perkembagan Pergunu, baik dalam wakti dekat maupun dalam waktu yang akan datang. Angin segar ini diharapkan internal Perguru semakin solid dan istiqomah dalam membagun guru mulia memewujudkan SDM unggul untuk bangsa yang maju.

Sebenarnya tanpa pemerintah, PP Pergunu melalui Kyai Asep, sudah lama melakukan pengkaderan dan peningkatan kapasitas guru gueu NU. Bahkan beliau Kyai Asep memberikan beasiswa untuk studi S1 dan S2 bagi anggota Pergunu. Namun, saya belum melihat timbal balik yang konstruktif bagaimana partisipasi guru yang mendapat beasiswa itu dalam mengembangkan dan membesarkan Pergunu di daerahnya masing-masing. Mestinya mereka harus punyak tanggung jawab moral bagaimana Pergunu hidup dan berkembang.

Di samping itu, andai tidak ada wabah Covid 19, mungkin desiminasi hasil pelatihan di tingkat Wilayah yang diikuti oleh perwakilan PC Pergunu se Jawa Timur sudah terlaksana. Sehingga kegiatan desinimasi hasil pelatihan bisa menepis anggapan bahwa PC Pergunu tidak punyak kegiatan. Pergunu belum mampu memberi ruang kegiatan untuk meningkatkan kompetensi anggotanya.

Mungkin harus menunggu waktu, untuk menunjukkan bahwa Pergunu adalah wadah yang tepat bagi warga NU untuk mengembangkan diri. Meningkatkan kompetensi, personal, pedagogig, profesional, dan sosial.

Sudah lebih setengah abad  Pergunu berkiprah dalam dunia pendidikan . Namun kontribusinya bagi pendidikan belum signifikan. Sepertinya stagnan. Saatnya Pergunu bergerak. Saatnya PC Pergunu membuka ruang pengembangan diri dan ruang berinovasi bagi guru guru NU.

Saatnya PW Pergunu se Indonesia merapatkan barisan. Saatnya Pergunu membuka ruang untuk mewujudkan SDM unggul melalui pelatihan pelatihan. Dan saatnya Pergunu membuka ruang kepada para anggota Pergunu berkompetisi di internal Pergunu yang diawali dangan pendidikan dan pelatihan (Diklat).  Kompetisi sebagai salah satu cara mengukur atau melihat sejauh mana keberhasilan suatu Diklat.

Dengan demikian, maka anggota Pergunu sudah memiliki bekal baik pengetahuan, mental dan keterampilan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang lebih besar. Contohnya, anggota pergunu berpartisipasi pada kegiatan seleksi guru berprestasi, Inobel, ONIP, Olimpiade Guru, dan Simposium Guru.

Oleh karena itu, saya menanti kiprah PW Pergunu Jawa Timur untuk terus bergerak. Menjadi Inisiator gerakan Guru Mulia Wujudkan SDM Unggul untuk Bangsa bagi PW Pergunu yang lain. Karena dalam banyak hal Jawa  Timur adalah kiblatnya inovasi, maka melalui PW Pergunu Jawa Timur ada harapan besar Pergunu menjadi besar.

Kata teman, guru guru NU ibarat gadis, tetapi tidak mengerti ia cantik. Ada juga teman yang bilang, guru guru NU, seperti penari yang sedang tidur. Jika ia bangun dan menari maka semua yang hadir akan terkesimak.

Akhirnya, wahai guru bintang sembilan bangunlah dari tidurmu yang panjang.

(M Nurul Hajar, Wakil Ketua PC Pergunu Kab. Sumenep)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p