Langsung ke konten utama

Pahit-Manis Penulis di Era Instan

Yant Kaiy, penjaga gawang di apoymadura.com

Pada 1991 saya belajar menulis di media massa cetak kepada Herry Santoso (sekarang berdomisili di Blitar), ketika beliau masih jadi seorang guru SD di Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Dengan telaten beliau mengajari saya sehingga dalam tempo singkat banyak karya yang termuat di koran, tabloid, dan majalah.

Sangat senang karena seringkali dapat kiriman wesel dari media massa. Ini memacu semangat saya untuk terus berkarya, kendati saat itu menggunakan mesin ketik manual; kalau salah banyak, kertasnya langsung masuk tempat sampah, kalau salahnya sedikit pakai tipe-x. Itu harus menunggu beberapa lama. Jika kering barulah mulai mengarang.

Pada 2002 saya vakum, tidak berkarya lagi. Itu karena media cetak sudah mulai ada yang gulung tikar, plus warnet ada di mana-mana, sedangkan wartel sudah tidak ada. Era digital mulai menggerus eksistensi media massa cetak.

Baru medio 2019 saya menulis lagi gara-gara, Hairul Anwar (owner Madura Energy) memberikan job membuat buku tentang tiga tempat bersejarah di Pasongsongan. Sejak saat itu saya mulai kembali pada dunia menulis; dunia yang pernah membawa saya sampai ke Jakarta, mengadu nasib sebagai seorang penulis.

Awal 2020 saya membuat website sendiri, www.apoymadura.com atas prakarsa Syaf Anton Wr. (budayawan Sumenep). Saya memandang penting, ketimbang hanya menjadi kayu bakar media online raksasa, mending buat sendiri. Toh mereka itu sebagian ada yang memberikan aturan main tidak manusiawi.

Seperti ada media online memberlakukan undang-undang ketat. Mereka akan merekrut penulis yang bisa membuat 10 artikel per hari dengan jumlah minimal 500 kata. Memangnya kita ini apa. Robot.(Yant Kaiy)

Komentar

  1. Betul. Penulis sejati harus heroik. Jangan patah arang. Sungguhpun pahit, tapi penulis itu mulia. Bayangkan jika di dunia ini tanpa penulis, apa jadinya ?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p