Langsung ke konten utama

Kidung Derita

apoymadura,yant-kaiy/rania youssef

Cerpen: Yant Kaiy

Derita akan senantiasa merenda hari demi hari dalam hidup manusia. Ia akan menjadikan seseorang bertindak dewasa dalam mengambil keputusan lantaran makhluk termulia di alam semesta fana ini adalah manusia. Kalau bukan kepada manusia lantas pada siapa derita akan Tuhan berikan? Sebab manusia punya akal untuk berpikir, menggali, dan mengaji semua bentuk rasa yang ada.

Debur menyadari kalau derita dirinya masih ada yang lebih berat dan lebih pelik dipikul orang lain. Maka ketika penderitaan itu ternatal di benaknya, ia senantiasa menyandarkan hatinya pada Sang Khalik. Ia selalu membandingkan dengan orang lain yang lebih sengsara dari dirinya.

Ia selalu berlama-lama sujud ke hadirat Allah memohon ampun atas khilaf yang diperbuatnya. Kadang tak jarang dalam hatinya terlintas satu kalimat, bahwa ‘Tuhan tidak adil’. Tapi segera Debur istighfar. Justru Tuhan itu Maha Bijaksana, kalau hanya siang yang ada, berarti tidak akan ada musang, kalong, pungguk, dan sebagainya. Demikian pula kalau hanya ada malam saja, tumbuh-tumbuhan tidak akan berfotosintesis.

Derita Debur bersama istrinya sudah lebih dua puluh empat tahun. Penderitaan itu bukan dari sisi keuangan, sebab mereka berdua sama-sama PNS di Sekolah Dasar. Debur divonis mandul oleh dokter sopesialis. Debur dan istrinya berikhtiar agar terus berlapang dada menerima takdir itu.

Ina istri Debur adalah anak tunggal. Demikian pula Debur.

“Kau jangan berkata seperti itu lagi, Mas! Biarlah kita tidak punya anak, tapi aku ingin hidup sampai akhir hayat bersamamu.”
“Ada kalimat bijak, ‘tak selamanya cinta harus memiliki’.”
“Tidak. Aku tak mau kau menceraikanku, dan aku harus menikah dengan lelaki lain,” tolak Ina tetap pada pendiriannya. “Cinta hanya sekali, bagiku sudah cukup.”
“Tapi itu demi kau, In. Biar ada penerus dari keluargamu.”
“Lantas kamu bagaimana, Mas?”
“Jangan pikirkan diriku, In!”
“Lalu keluargamu?”

Rupanya cinta Ina pada Debur tak pernah berubah, sejak dulu hingga sekarang. Ingatan Debur tentang masa lalu ketika mereka sedang menjadi kekasih, Ina adalah seorang dara yang tak pernah banyak menuntut. Suka memaafkan teman-temannya ketika berbuat salah pada dirinya. Ia juga begitu tulus dalam memberi atau membantu orang lain.

“Besok aku akan mengadopsi anak.”
“Anak siapa?”
“Kita ke panti asuhan.”

Debur pasrah terhadap keputusan Ina. Jam sudah pukul 23.00 WIB. Ina memeluk Debur dengan erat, seolah perempuan bertubuh sintal itu tak mau berpisah dengan suaminya.

Pasongsongan, 18/2/2020


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p