Langsung ke konten utama

Api Cemburu

apoymadura.yant-kaiy/Hala Shina


Cerpen: Yant Kaiy

Satu pukulan tangan Herman tak mengenai sasaran. Ia lalu menendang Debur sekuat tenaga , sayang juga luput sasaran. Justru Debur bisa menangkap kaki Herman. Satu dorongan Debur membuat Herman terjatuh. Herman tambah geram karena usahanya untuk membuat Debur celaka sia-sia.

Dengan amarah memuncak, Herman kembali bangkit dan menyerang membabi-buta. Namun semua pukulan dan sepakan kaki Herman bisa dimentahkan. Malah sebaliknya, dua tinju Debur mendarat di wajahnya. Darah segar mengalir dari hidung Herman.

Pertarungan antar dua pelajar SMA itu terhenti ketika salah seorang guru melerainya. Kedua pelajar itu di sidang di ruang Kepala Sekolah. Penyebab pertengkaran itu lantaran cemburu Herman pada Debur. Herman menganggap kalau Debur telah merebut cinta Najwa. Padahal Debur sering ke rumah Najwa untuk belajar.

Peristiwa itu terjadi sembilan tahun yang lalu. Peristiwa menegangkan itu muncul di alam pikiran Debur saat ini,  ketika Najwa ada di hadapannya.

Dulu Najwa adalah siswi berparas cantik. Ia selalu menyabet gelar bintang pelajar dengan nilai rata-rata sembilan. Maklum kalau akhirnya Najwa menjadi rebutan para cowok di sekolahnya.

Adalah Herman yang jago silat dan ditakuti oleh teman-temannya menjadikan Najwa sebagai pacarnya. Siapa yang mendekat pada Najwa, pasti akan disikat oleh Herman.

“Sedang berbelanja apa, Bur?” sapa Najwa lebih dulu padanya.
“Eee, Najwa. Kau berbelanja juga, ya?”
Najwa mengangguk.
“Kok hanya berdua dengan anakmu, Naj?” tanya Debur ketika mereka bertemu di salah satu toserba. Najwa sedang berbelanja baju untuk anaknya. “Bagaimana kabar Herman?”
“Dia baik-baik saja,” sahut Najwa sambil membayar barang belanjaan di kasir. “Aku pulang duluan ya.
“Oke. Salam pada Herman, ya!”

Najwa tersenyum sambil menuntun anaknya. Perempuan berjilbab itu berlalu dari Debur.

Debur masih belum selesai berbelanja. Sebenarnya Debur mau berbincang lebih lama dengannya, sebab diantara mereka sudah sembilan tahun tak bertemu. Tapi Najwa terlihat buru-buru, Debur tak bisa memaksanya. Lagi pula itu haknya.

Debur bekerja di pertambangan lepas pantai di Sumatera dan jarang pulang ke kota kelahirannya.

Ketika Debur keluar dari toserba, ternyata Najwa dan anaknya sedang menunggu taksi.
“Aku antar kamu pulang, yuk.”
“Nanti merepotkanmu, Bur.”
“Masuklah!”

Jalan raya ramai dengan kendaraan. Itu hal biasa terjadi kalau jam pulang kantor. Hujan tiba-tiba turun cukup deras. Debur memperlambat laju kendaraannya.
“Herman kerja di mana sekarang, Naj?”
“Masih di kelapa sawit di Kalimantan.”
“Sering pulang dia?”
“Sudah lama tidak pulang. Dia kawin lagi. Aku sudah lama bercerai dengannya.”

Debur kaget mendengarnya.
Kemudian Najwa bercerita panjang-lebar, tentang perilaku Herman selama berumah tangga bersamanya.

“Kau sendiri sudah punya anak berapa, Bur?”
“Aku belum menikah.”
“Kok, bisa?”
“Aku sedang mengimpikan seseorang saat ini, Naj.”
“Siapa?”
“Kamu.”

Najwa tersenyum malu.
“Dengan wanita dengan punya anak.”
“Asal kamu mau, aku akan menikahimu.”

Wajah Najwa memerah. Sedangkan anak Najwa sudah tertidur di pangkuannya.

Pasongsongan, 18/2/2020




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p