Langsung ke konten utama

Postingan

Menerka: Dibalik Politik Covid-19

Catatan: Yant Kaiy Kehadiran Covid-19 di tanah air telah melumpuhkan sendi kehidupan beragama, ini salah satunya. Segala macam kegiatan syiar keagamaan terbelenggu sedemikian mapan dengan penerapan Protokol Kesehatan (Prokes). Suka tidak suka, realita kelam tersebut ada di depan mata dan tersaji begitu rapi.   Organisasi masyarakat (Ormas) Islam yang sejatinya mendengarkan aspirasi umat menjadi tumpul. Ia telah dipecundangi doktrin keliru oleh mereka yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya. Ia keok oleh politik Covid-19.   Tragis memang. Setragis rakyat yang akhir-akhir ini tidak lagi percaya terhadap sang penguasa. Dimana mereka lebih banyak menakut-nakuti rakyatnya ketimbang melindunginya.   Kemarin, ada salah seorang yang iseng menulis status di sosial media. Begini kalimatnya: Agar Covid-19 cepat berakhir, coba terapkan   4 uji coba berikut ini: 1.Hentikan tesnya; 2.Stop anggarannya; 3.Berangus beritanya; 4.Bubarkan timnya.   Rakyat di nusantara ini sudah

Covid-19 Bangkalan, antara Data Vs Realita

Catatan: Yant Kaiy Berdasarkan data dari pihak medis, di kota ujung barat Pulau Madura, banyak nyawa melayang akibat terpapar virus corona varian baru. Siaran pers pun menyebar via media online, sengaja dihembuskan agar semua percaya. Sosial media pun dibenturkan pada mereka yang bersikeras bahwa Covid-19 tidak ada.   Pihak pemerintah lainnya yang berkepentingan juga tanpa telaah lagi memperkuat data medis itu. Karena dengan begitu mereka akan punya pekerjaan ekstra sebagai aparatur pemerintah. Otomatis ada pakon (pekerjaan) tentu ada pakan (upah).   Lalu mereka membuat pemufakatan indah berbusa-busa. Satu suara, bahwa di Jembatan Suramadu harus ada penyekatan. Menekan laju penyebaran virus corona.   Dari kronologi tersebut bisa ditarik benang merah, ternyata pemerintah saat ini lebih percaya data dari pada realita. Rakyat dijadikan bahan data, tanpa peduli derita mereka karena tidak leluasa menjalankan aktivitas kerja.[]   Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com

Memanfaatkan Lapangan Sawunggaling untuk BUMDes Pasongsongan

Catatan: Yant Kaiy Dulu Lapangan Sawunggaling Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep dijadikan tempat penyelenggaraan karapan sapi dan bermain sepak bola. Tapi sekarang lapangan sepak bola sudah dibangun menempati sisi selatan. Sedangkan sisi utara dibiarkan begitu saja.   Ternatal pemikiran dari beberapa individu yang menamakan dirinya sebagai pemerhati kebijakan publik, sejatinya Lapangan Sawunggaling dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Kepala Desa Pasongsongan untuk mendatangkan pundi-pundi keuntungan. Misalnya dibangun sebuah pasar tradisional.   Sebagian besar dari mereka mempunyai perspektif logis lantaran diantara mereka dari kalangan terpelajar. Ada dua keuntungan bagi Desa Pasongsongan kalau di eks-lapangan karapan sapi dibangun pasar tradisional.   Pertama, BUMDes Pasongsongan akan kecipratan dana segar dari karcis pasar dan sewa lokasi. Secara otomatis pembangunan sarana dan prasarana di bumi Syekh Ali Akbar ini akan lebih baik lagi. Karena desa tida

Melirik Pasar Tradisional Desa Pasongsongan

Catatan: Yant Kaiy Setiap Selasa dan Sabtu merupakan hari pasaran di Desa Pasongsongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Orang-orang dari segala penjuru desa datang melakukan transaksi jual-beli di desa ujung barat-utara Kota Keris.   Perlu diketahui, pasar di Pasongsongan ada empat titik, yakni Pasar Pasongsongan yang terletak di Desa Panaongan, pasar tumpah berada di depan Kantor Kecamatan Pasongsongan, pasar ikan (Pasar Pao) berlokasi di simpang tiga Jalan Kiai Abubakar Sidik, dan pasar tumpah di areal Kampung Peranakan China.   Ditelisik dari ramainya hari pasaran di Pasongsongan, kiranya perlu pihak-pihak terkait atau mereka yang cinta akan daerah penghasil ikan terbesar di Madura ini, melakukan ikhtiar pengembangan pasar lagi. Kita tahu, ketiga pasar tradisional (selain Pasar Pasongsongan) menempati pinggir jalan raya, sehingga berpotensi terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas (Lakalantas).   Ada beberapa tokoh masyarakat Desa Pasongsongan mengata

Keberadaan Pantai Desa Panaongan Kini

Catatan: Yant Kaiy Tepat di sebelah utara jalan SMPN 1 Pasongsongan dulu terdapat bukit pasir. Bahkan di sisi barat jembatan Panaongan pasir meluber sampai di pinggir jalan raya. Bukit pasir Panaongan memanjang dari jembatan ke arah barat hingga Astah Buju’ Panaongan. Sementara jarak dari jalan raya ke pantai sekitar 500 meter.   Ketika 1980-an, saya sering ke tempat tersebut mengambil pakan kambing. Karena di situ ada tumbuhan mirip mie keriting menjalar ke semak berduri. Kambing saya suka makan tumbuhan tersebut.   Acapkali pula saya bersama teman bermain ke bukit pasir Panaongan sembari berlari pagi di pantai. Atau setiap tahun pada tanggal 15 Sya’ban saya ramai-ramai ke tempat itu. Salah satu diantara kami ada yang membawa makanan. Menikmati suasana alam malam hari dibawah terpaan sinar bulan purnama.   Semua kenangan manis itu kini tinggal cerita. Bukit pasir sudah tidak ada. Di bibir pantai Panaongan hanya ada batu karang menghampar luas. Air laut pun terus naik b

Belenggu Protokol Kesehatan di Madura

Catatan: Yant Kaiy Ada filosofi orang Sumenep berbunyi: Je’ nobi’an oreng mon ethobi’ sake’. Terjemahan bebasnya begini: Jangan suka mencubit orang lain, jika dirinya merasa sakit kalau dicubit.   Filosofi ini memberikan pendidikan moral cukup dalam kendati terdengar sederhana. Acapkali perilaku kita alpa, terbuai sukses dunia. Menanggalkan perilaku luhur sebagai manusia seutuhnya. Sehingga yang tersisa bahasa pintar namun gombal. Kalimat puitis mengelabui banyak umat.   Protokol Kesehatan (Prokes) yang katanya untuk menekan kian melebarnya pandemi Covid-19 di tanah air, ternyata membuat sebagian besar rakyat kian sengsara. Suka tidak suka, realita itu terjadi di sudut-sudut desa. Sistem penyekatan di beberapa wilayah Pulau Garam Madura (Juni 2021) semakin memperburuk penderitaan warga masyarakat.   Memang tujuan pemerintah baik. Menyelamatkan warganya dari paparan Covid-19. Tapi itu argumen sepihak dari pemerintah. Mass media berjamaah menyuarakan aspirasi kaum elite d

Mendesak: Pasongsongan Butuh Pengolahan Ikan

Catatan: Yant Kaiy Sistem upah bagi hasil antara nelayan dan juragan perahu tidak tegak lurus dengan ikhtiar kerja mereka. Ketimpangan sosial itu tetap tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Para nelayan di Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep tak berkutik terhadap aturan usang itu. Mereka membutuhkan kerja kendati nyawa jadi taruhannya.   Harga jual ikan yang tak stabil di Pelabuhan Pasongsongan juga kian memperparah kehidupan para nelayan. Semua bergantung situasi. Tatkala hasil tangkap ikan melimpah,   biasanya harga ikan murah. Begitu pula sebaliknya.   Saya mencoba melempar pokok gagasan kepada beberapa teman nelayan Pasongsongan di sebuah warung kopi Pasar Pao. Rabu malam (16/6/2021). Mereka pun saling melontarkan argumennya.   Sebagian besar dari mereka ternyata sependapat akan ide pemikiran saya. Bahwa di Desa Pasongsongan sangat membutuhkan pabrik pengolahan ikan. Otomatis harga ikan berlaku adil.   Salah satu syaratnya, pabrik tersebut bisa menyerap