Langsung ke konten utama

Postingan

Melirik Pasar Tradisional Desa Pasongsongan

Catatan: Yant Kaiy Setiap Selasa dan Sabtu merupakan hari pasaran di Desa Pasongsongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Orang-orang dari segala penjuru desa datang melakukan transaksi jual-beli di desa ujung barat-utara Kota Keris.   Perlu diketahui, pasar di Pasongsongan ada empat titik, yakni Pasar Pasongsongan yang terletak di Desa Panaongan, pasar tumpah berada di depan Kantor Kecamatan Pasongsongan, pasar ikan (Pasar Pao) berlokasi di simpang tiga Jalan Kiai Abubakar Sidik, dan pasar tumpah di areal Kampung Peranakan China.   Ditelisik dari ramainya hari pasaran di Pasongsongan, kiranya perlu pihak-pihak terkait atau mereka yang cinta akan daerah penghasil ikan terbesar di Madura ini, melakukan ikhtiar pengembangan pasar lagi. Kita tahu, ketiga pasar tradisional (selain Pasar Pasongsongan) menempati pinggir jalan raya, sehingga berpotensi terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas (Lakalantas).   Ada beberapa tokoh masyarakat Desa Pasongsongan mengata

Keberadaan Pantai Desa Panaongan Kini

Catatan: Yant Kaiy Tepat di sebelah utara jalan SMPN 1 Pasongsongan dulu terdapat bukit pasir. Bahkan di sisi barat jembatan Panaongan pasir meluber sampai di pinggir jalan raya. Bukit pasir Panaongan memanjang dari jembatan ke arah barat hingga Astah Buju’ Panaongan. Sementara jarak dari jalan raya ke pantai sekitar 500 meter.   Ketika 1980-an, saya sering ke tempat tersebut mengambil pakan kambing. Karena di situ ada tumbuhan mirip mie keriting menjalar ke semak berduri. Kambing saya suka makan tumbuhan tersebut.   Acapkali pula saya bersama teman bermain ke bukit pasir Panaongan sembari berlari pagi di pantai. Atau setiap tahun pada tanggal 15 Sya’ban saya ramai-ramai ke tempat itu. Salah satu diantara kami ada yang membawa makanan. Menikmati suasana alam malam hari dibawah terpaan sinar bulan purnama.   Semua kenangan manis itu kini tinggal cerita. Bukit pasir sudah tidak ada. Di bibir pantai Panaongan hanya ada batu karang menghampar luas. Air laut pun terus naik b

Belenggu Protokol Kesehatan di Madura

Catatan: Yant Kaiy Ada filosofi orang Sumenep berbunyi: Je’ nobi’an oreng mon ethobi’ sake’. Terjemahan bebasnya begini: Jangan suka mencubit orang lain, jika dirinya merasa sakit kalau dicubit.   Filosofi ini memberikan pendidikan moral cukup dalam kendati terdengar sederhana. Acapkali perilaku kita alpa, terbuai sukses dunia. Menanggalkan perilaku luhur sebagai manusia seutuhnya. Sehingga yang tersisa bahasa pintar namun gombal. Kalimat puitis mengelabui banyak umat.   Protokol Kesehatan (Prokes) yang katanya untuk menekan kian melebarnya pandemi Covid-19 di tanah air, ternyata membuat sebagian besar rakyat kian sengsara. Suka tidak suka, realita itu terjadi di sudut-sudut desa. Sistem penyekatan di beberapa wilayah Pulau Garam Madura (Juni 2021) semakin memperburuk penderitaan warga masyarakat.   Memang tujuan pemerintah baik. Menyelamatkan warganya dari paparan Covid-19. Tapi itu argumen sepihak dari pemerintah. Mass media berjamaah menyuarakan aspirasi kaum elite d

Mendesak: Pasongsongan Butuh Pengolahan Ikan

Catatan: Yant Kaiy Sistem upah bagi hasil antara nelayan dan juragan perahu tidak tegak lurus dengan ikhtiar kerja mereka. Ketimpangan sosial itu tetap tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Para nelayan di Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep tak berkutik terhadap aturan usang itu. Mereka membutuhkan kerja kendati nyawa jadi taruhannya.   Harga jual ikan yang tak stabil di Pelabuhan Pasongsongan juga kian memperparah kehidupan para nelayan. Semua bergantung situasi. Tatkala hasil tangkap ikan melimpah,   biasanya harga ikan murah. Begitu pula sebaliknya.   Saya mencoba melempar pokok gagasan kepada beberapa teman nelayan Pasongsongan di sebuah warung kopi Pasar Pao. Rabu malam (16/6/2021). Mereka pun saling melontarkan argumennya.   Sebagian besar dari mereka ternyata sependapat akan ide pemikiran saya. Bahwa di Desa Pasongsongan sangat membutuhkan pabrik pengolahan ikan. Otomatis harga ikan berlaku adil.   Salah satu syaratnya, pabrik tersebut bisa menyerap

Mencari Dewa Penyelamat Nelayan Pasongsongan

Catatan: Yant Kaiy Stabilitas harga ikan di Pelabuhan Pasongsongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep merupakan dambaan para nelayan. Hal ini erat kaitannya dengan persoalan kesejahteraan. Karena nelayan pendapatannya tidak menentu.   Sistem upah bagi hasil dan permainan harga ikan oleh pedagang menjadi faktor signifikan tersudutnya nelayan ke lembah ketidakadilan.   Satu contoh upah bagi hasil yang berlaku di Pasongsongan. Bila perahu memperoleh hasil satu juta rupiah. Separuh untuk juragan dan separuhnya lagi dibagi pada para nelayan. Letak tidak adilnya, hasil bagi dua buat nelayan itu masih dipotong bahan bakar perahu dan keperluan lainnya dalam melaut. Plus perahu, mesin dan alat tangkap ikan juga memperoleh bagian dari uang para nelayan.   Menurut para tokoh masyarakat nelayan Desa Pasongsongan, sistem bagi hasil ini sudah sejak dulu berlaku. Sepertinya sulit untuk dirubah.   Sedangkan permainan harga ikan, yakni dilakukan oleh juragan merangkap jadi ped