Langsung ke konten utama

Postingan

Anak Angin, Anak Ombak

Pentigraf: Yant Kaiy Kakekku, ayahku, pamanku, kakakku, dan semua kerabatku dilahirkan dari cucuran keringat  bekerja di tengah laut bertaruh nyawa satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Silih berganti perubahan cuaca tak membuat kami gentar mengarungi samudera luas. Tapi adakalanya kami harus berhenti menengadahkan wajah kemana angin berhembus. Ketika aku disuruh terus melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, nuraniku bimbang. Namun tak ada pilihan. Ayahku berpesan sebelum berangkat kuliah, bahwa dirinya menginginkan aku menjadi orang kantoran, tidak terus berkutat jadi nelayan. Wah! Apakah kerja di kantor akan menjadi orang terhormat, batinku seorang diri. Pasongsongan, 29/2/2020

Orang Tua Angkat

Pentigraf: Yant Kaiy Kedua orang tuaku, kedua kakakku, dan adikku yang masih kecil terbunuh dalam tragedi kerusuhan berbau politik dan agama. Aku selamat dalam peristiwa pembantaian itu karena aku sedang menempuh pendidikan di sebuah pondok pesantren jauh dari kotaku. Akhirnya aku dijadikan anak angkat oleh tetangga pondok pesantren. Dua puluh satu tahun aku tidak kembali ke tanah kelahiranku, tempat di mana aku mendapat curahan kasih sayang dari orang-orang yang memilikiku. Kepedihan-kepedihan itu terus menemaniku. Walau aku tidak pernah kurang mendapat perhatian layaknya anak sendiri dari orang tua angkat, tapi ada nuansa berbeda yang sukar aku jabarkan. Kini aku ditakdirkan oleh Allah menjadi dokter. Oleh negara aku ditunjuk bertugas di daerah tempat  aku menikmati masa kecil bermain dengan teman. Haruskah aku menolaknya? Jelas aku takkan bisa lagi mengulang masa-masa itu. Pasongsongan, 29/2/2020

Hujan Telah Berlalu

Pentigraf: Yant Kaiy Dulu aku sangat membencinya. Kuperhatikan sikapnya sangat sombong. Kalau sombong kaya itu wajar. Tapi Tonah keberadaan ekonomi keluarganya di bawah kami, masih tidak tahu diri mau bersikap sombong. Ini keterlaluan. Aku jijik dibuatnya. Tapi ketidaksukaanku  tak pernah kutunjukkan pada siapa pun. Aku juga tak punya waktu seujung jarum pun untuk memusuhinya. Aku sadar, setiap perbuatan apa pun akan kembali pada diri orang tersebut. Ketika sekolah kami mengadakan kunjungan wisata alam ke sebuah bukit melewati hutan bersama para guru, tiba-tiba Tonah menjerit seperti orang kesurupan. Ia memelukku erat seperti anak kecil. Rombongan kami pun bingung dengan sikap Tonah. Setelah ditelisik, ternyata dia takut sama ulat berbulu. Dari peristiwa itu sikap tidak sukaku pada Tonah berganti kasihan. Aku seolah-olah ingin sekali menjadi pelindungnya. Dalam acara rekreasi itu Tonah tak mau berpisah denganku. Selalu memegang tanganku. Getar-getar cinta pun mengalir

Ada Sejuta Luka

Pentigraf: Yant Kaiy Pecundang itu telah kembali ke pelukan kampung halamannya. Tonah bak pahlawan di lingkungan kami karena dia sekarang jadi seorang biduanita termasyhur di Ibu Kota Jakarta. Lagu-lagu yang dibawakannya laris di pasaran bak kacang goreng. Banyak job manggung di berbagai kota datang padanya. Duit pun mengalir ke kantong dia. Tidak hanya itu, Tonah juga menjadi bintang iklan produk kecantikan dan pembalut wanita tatkala lagi menstruasi.  Dewi Fortuna lagi berpihak padanya. Bukan aku iri atas keberhasilannya. Semua sudah ada jalannya masing-masing. Kenapa aku menyebutnya pecundang, karena Tonah suka menghalalkan segala cara untuk menjemput impiannya. Ia tidak peduli sahabatnya sendiri yang harus dimakannya. Di depanku ia bermanis-manis kata, tapi di belakang justru ia memfitnahku. Sebagai guru vokal, aku telah berulangkali memperingatkannya, tapi itu hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Tapi anehnya, justru Tonah yang menjadi tersohor. Padahal pe

Elegi Rindu buat Utari…

Cerpen: Herry Santoso Abimanyu tampak gelisah. Ia hanya terpaku di meja kerjanya. Sesekali ia mendengus seakan ada yang menyesakkan dadanya.      Dipandanginya tubuh  Siti Sendari, istrinya, yang tergolek seksi di atas ranjang. Betapa kau cantik, Siti..., batin Abimanyu. Kau sungguh istriku yang amat setia mendampingiku, pikirnya. Tubuhmu molek, rambutmu legam tergerai. Menunjukkan dirimu tipe wanita sejati. Ya, sejatinya wanita yang cantik luar dalam. Ada   inner beauti   yang menyembul di aura wajahmu. Tapi sayang, kau wanita mandul, Siti. Haruskah aku menikahimu dengan tanpa menurunkan gen satria pinunjul ? Duh..., lenguh batinnya kian menjadi-jadi.      Malam semakin beringsut. Abimanyu pun beranjak ke jendela. Dilongoknya pendapa kasatrian. Hanya ada empat perajurit peronda yang sedang asyik bermain kartu ceki . Selebihnya di luar kasatrian hanya ada gulita yang menyelimuti alam semesta. Malam tanpa rembulan, kecuali kerlipan gemintang di antara kabut bima s