Dari Laut ke Darat: Juragan Perahu Pasongsongan Beralih ke Bisnis Toko Kelontong

Suriyanto Hasyim

Pasongsogan termasuk wilayah Kabupaten Sumenep yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pamekasan. 

Pasongsongan sejak lama dikenal sebagai kampung nelayan dengan perahu-perahu tradisional yang berjajar di pesisir. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, saya mengamati pemandangan sosial-ekonomi masyarakat di desa sekaligus kecamatan ini mulai berubah. 

Terdengar kalimat di telinga saya: "Tak mungkin kami bertahan. Tuntutan hidup memaksa kami untuk berontak."

Juragan perahu yang dahulu jadi poros utama kehidupan laut, kini banyak yang mengalihkan usahanya ke darat, yakni membuka toko kelontong atau toko sembako.

Fenomena ini bukan tanpa alasan. Musim angin barat selalu jadi masa suram bagi para nelayan Pasongsongan. 

Banyak perahu tidak melaut, para nelayan pun terpaksa beristirahat panjang. 

Sementara kebutuhan hidup sehari-hari terus berjalan. 

Mereka yang memiliki simpanan bisa bertahan, tapi bagi yang tidak, jalan pintas harus diambil. Biasanya berutang. 

Celakanya, utang itu kerap jatuh ke tangan rentenir dengan bunga mencekik.

Cakrawala Baru

Pengalaman pahit inilah yang membuka kesadaran baru, baik bagi nelayan maupun juragan perahu. 

Bahwa kehidupan yang hanya bergantung pada hasil laut tidak selamanya menjanjikan. 

Ada risiko besar yang tidak bisa mereka kendalikan, yakni cuaca dan musim. 

Dari situlah muncul keberanian untuk beralih profesi: meninggalkan laut, mengadu nasib dengan berdagang kelontong.

Perspektif

Pandangan mereka sederhana tapi logis: Berbisnis toko kelontong berarti bisa memegang uang setiap hari. 

Berbeda dengan melaut yang hasilnya tidak menentu, kadang melimpah, namun acapkali nihil. 

Sementara kalau berdagang sembako, aliran uang lebih pasti, kendati mungkin tidak sebesar hasil tangkapan ikan di musim baik.

Perubahan ini sejatinya adalah cermin ketahanan masyarakat Pasongsongan. 

Mereka berani mengambil keputusan berat: Merantau, meninggalkan kampung halaman, dan mencari kehidupan yang lebih stabil. 

Bukan sekadar tentang meninggalkan laut, melainkan tentang merumuskan kembali makna kesejahteraan bagi keluarga.

Kini, toko kelontong jadi simbol perlawanan terhadap ketidakpastian. 

Hal itu adalah bentuk kemandirian baru yang tumbuh dari pengalaman pahit. 

Juragan perahu dan nelayan Pasongsongan seakan memberi pesan: Kadang, meninggalkan tradisi bukan berarti melupakan identitas, melainkan cara bertahan agar hidup lebih baik.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Kekecewaan Guru Honorer Pasongsongan: Lama Mengabdi tapi Tak Lolos PPPK

KKG SD Gugus 02 Pasongsongan Gelar Rapat di SDN Soddara 2

Mitos Uang Bernomer 999

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

MI Annajah Dusun Pakotan Gelar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Perkumpulan Macopat Lesbumi Pasongsongan Dapat Undangan Tampil di Jakarta

PB Elang Waru Jalin Persahabatan dengan PB Indoras Sumenep

Perkumpulan Macopat Lesbumi NU Pasongsongan Berkisah tentang Nurbuat

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD