Amazing Goa Soekarno Pasongsongan (6)
Penulis:
Yant Kaiy
Lebih
jauh Ustadz Komarudin menjelaskan, dulu nama Desa Panaongan adalah Pade’engan.
Yang menggulirkan nama Pade’engan adalah Syekh Ali Akbar. Arti nama Pade’engan
adalah sebuah lokasi atau tempat terjadinya berbagai bentuk pembunuhan yang
mayatnya di buang di sekitar sebelah barat Astah Buju’ Panaongan.
Sekitar
tahun 1987, penulis sering bermain di sekitar sebelah barat Astah Buju’
Panaongan. Memang dengan mata kepala sendiri penulis menyaksikan banyaknya tulang-belulang dan tengkorak manusia yang
berserakan di bukit pasir tersebut.
Ada
dua versi tentang tulang-tulang manusia itu. Versi yang pertama menerangkan
kalau tulang tersebut korban dari peristiwa PKI. Sedangkan versi yang kedua,
tulang manusia itu berasal dari korban penyakit tha’un yang dikuburkan secara cepat di bukit pasir.
Tetapi
ada juga pendapat dari beberapa tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat yang
menyatakan, bahwa nama Panaongan tercetus spontanitas ketika ada salah seorang
Raja Sumenep yang hendak menyeberang Sungai Angsana Pasongsongan dengan
menggunakan rakit.
Sang
Raja turun dari tandunya menuju rakit yang serta-merta pengawalnya memayungi
raja tersebut. Sikap memayungi itulah oleh masyarakat setempat dikatakan
Panaongan.
Demikian
hasil wawancara penulis dengan beberapa orang asli kelahiran Desa Panaongan dan
Pasongsongan. Apapun pernyataan dan narasi tentang Desa Panaongan, akan
tetaplah eksistensi Panaongan merupakan sebuah desa yang memiliki alur riwayat/sejarah
masa lampau yang cukup eksotik.
Semoga
dikemudian hari ada tulisan yang membahas Desa Panaongan lebih detail.
Tentang
Goa Soekarno
Menurut
Kiai Syamsuri, Goa Soekarno dulu tidak mempunyai nama. Tokoh masyarakat ini
sering mengarit rumput di sekitar lokasi gua tersebut untuk pakan sapinya. Ia
pernah berteduh di bibir gua lantaran hujan lebat disertai angin kencang. Kiai
Syamsuri tidak berani masuk awalnya karena banyak semak belukar. Dirinya
khawatir takut digigit ular.
Tapi
karena tubuhnya mulai terkena air hujan, akhirnya Kiai Syamsuri masuk ke dalam
gua. Sungguh menakjubkan, ternyata di dalam gua begitu luas.
Seiring
perjalanan waktu, orang-orang di wilayah Panaongan dan Pasongsongan menamakan
gua tersebut dengan Gua Jahir. Hal itu karena ada salah seorang warga sekitar
gua bernama Jahir. Walau bukan pemilik dari gua itu sendiri. Namun Jahir cukup
terpandang dan ia mewakili masyarakat di situ.
Tidak
lama setelah itu, beberapa tahun kemudian masyarakat luas memberikan nama Gua
Sukardi. Hal itu karena Sukardi yang berasal dari Jember menempati gua
tersebut. Dan Kiai Syamsuri baru tahu belakangan ini namanya berganti menjadi Goa
Soekarno.
Kiai
Syamsuri juga bercerita tentang pengalamannya dulu ketika dirinya masih berusia
19 tahun (bertepatan dengan tahun 1967) masuk ke dalam Goa Soekarno. Usia Kiai
Syamsuri sekarang 72 tahun.
Ia
menyabit rumput di sekitar gua. Ia menggambarkan Goa Soekarno yang pada saat
itu masih ditumbuhi semak belukar dan ada stalaktit-stalagmit di dalamnya.
Ketika Kiai Syamsuri ditanya tentang kemungkinan ada orang-orang alim jaman dahulu yang bertapa di Goa Soekarno, dengan jujur Ia juga meyakini kalau Goa Soekarno adalah tempat bagi mereka yang hendak menjalani riyadah. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.