Penyebab Krisis Rumah Tangga
Artikel Keluarga: Yant Kaiy
Awal mula perjalanan kehidupan rumah tangga tidak selalu indah dan semanis
yang diangankan, khususnya pada pasangan suami istri yang telah mengalami korsuliting
(ketegangan) dalam rumah tangganya.
Hal ini wajar dan dapat diterima akal normal. Ibaratnya
seperti orang yang baru belajar menjalankan sepeda motor baru pula. Kalau hanya menyentak-nyentak atau
jalannya menyerempet-nyerempet belumlah apa-apa. Asalkan tidak sampai sepeda motornya
ringsek dan tidak dapat dipakai lagi. Artinya jangan sampai rumah tangga
bubaran dengan cara perceraian.
Teori hidup berumah tangga adalah cukup mudah. Yang menjadi inti kesulitannya yakni soal psikologi
sosial yang justru menjadi landasan bagi orang yang membina bahtera keluarga. Seseorang dapat
membuat ketentuan-ketentuan sekehendak hatinya. Bagaimana seharusnya bekerja sama dan bagaimana
apabila terjadi sengketa.
Itu hanya berlaku untuk organisasi dan secara tertulis
pula. Namun jauh berbeda dengan kondisi dalam rumah tangga, persoalannya lebih kompleks lagi.
Karena sebelum terjadi itu, suami-istri telah berikrar
untuk dapat hidup rukun dan damai secara lisan, karena itu
semua bertolak dari itikad baik beserta tujuan yang kudus.
Persoalan rumah tangga menyangkut manusia yang
berjiwa, mempunyai temperamen serta karakter berlainan pula.
Didalam menjalin perkawinan tidak ada istilah "masa percobaan". Begitu kedua belah pihak, yaitu pihak
laki-laki dan perempuan menyatakan ikrar secara bersama-sama untuk hidup
berumah tangga (tidak ada lagi titik balik) jalan terus. Apabila ternyata baik dan
sebaliknya, jika menganggap tidak akan ada suatu masa depan yang diharapkan
penuh damai dan bahagia, bercerai, titik.
Tetapi yang terakhir ini harus ditempuh (apabila semua cara telah ditempuh tanpa hasil), maka orang tua dari pihak laki-laki ataupun perempuan, sebaiknya tahu menjaga batas waktu, untuk menginap di rumah anak yang dalam masa bulan madu. Ini merupakan suatu tindakan preventif yang bijaksana, untuk memberi jalan agar pasangan baru tersebut menemukan jalan keluar atau caranya sendiri tanpa campur tangan kedua orang tua dari kedua belah pihak.
Yang lebih penting dan
harus dipegang teguh bagi orangtua pengantin baru, yaitu menghindarkan diri
dari sikap memihak jika terjadi pertengkaran. Orang tua jangan langsung percaya
pada apa yang diadukan oleh anaknya. Sebab dalam pertengkaran mengenai apa saja
dan diantara siapa saja, masing-masing pihak akan merasa paling benar.
Apabila pihak orang tua
didesak untuk memberi nasihat, berikanlah nasihat yang sifatnya memperbaiki
keadaan dan menguntungkan bagi kelangsungan rumah tangga anak-anaknya. Jangan
sekali-kali membuat krisis diri dalam rumah tangga pasangan baru anaknya.
Seperti, "Mengapa
kamu tidak melawan?" dan sebagainya. Karena bagaimana pun orang tua berkepentingan
atas kelestarian hidup dankehidupan rumah tangga anaknya.[]
Diolah dari berbagai sumber
Publish: Koran Karya Darma (11/12/1991)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.