Pergeseran Bisnis Masyarakat Desa/Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep: Dari Nelayan ke Toko Kelontong

nelayan pasongsongan dan lesbumi mwc nu pasongsongan

1. Pendahuluan

Desa dan Kecamatan Pasongsongan di Kabupaten Sumenep merupakan wilayah pesisir yang sejak lama dikenal sebagai salah satu daerah dengan kultur kemaritiman yang kuat. Masyarakatnya, secara turun-temurun, menggantungkan pendapatan dari sektor kelautan, terutama sebagai nelayan dan pembuat perahu tradisional. 

Profesi ini tidak hanya menjadi mata pencaharian, tetapi juga identitas sosial dan budaya masyarakat pesisir. Namun, dalam satu dekade terakhir, terjadi perubahan signifikan dalam orientasi ekonomi masyarakat Pasongsongan. 

Pergeseran ini terlihat dari semakin berkurangnya jumlah nelayan aktif serta menurunnya aktivitas pembuatan perahu tradisional, sementara usaha toko kelontong (toko sembako) justru berkembang dengan pesat.

Perubahan tersebut tidak hadir secara tiba-tiba. Banyak faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan yang menjadi pemicunya. Salah satu faktor paling dominan adalah ketidakpastian pendapatan sebagai nelayan. 

Penghasilan yang bergantung pada cuaca, musim ikan, dan keberuntungan menjadikan profesi nelayan semakin sulit dipertahankan. Sementara itu, kebutuhan ekonomi keluarga terus meningkat, termasuk biaya pendidikan anak, kesehatan, serta kebutuhan konsumsi sehari-hari. Kondisi ini mendorong masyarakat mencari alternatif pekerjaan yang lebih stabil.

Dalam wawancara dengan beberapa tokoh lokal, terlihat bahwa perubahan pola pekerjaan ini juga berpengaruh pada keberlangsungan profesi lain yang terkait dengan dunia kelautan. Salah satunya adalah pembuatan perahu tradisional. 

Suhartono, pembuat perahu tradisional dari Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan, menyatakan bahwa dirinya dan tim kerjanya sudah lebih dari lima tahun tidak membuat perahu lagi. Menurutnya, “sekitar tahun-tahun terakhir, pesanan perahu hampir tidak ada. Nelayan berkurang, dan yang tersisa lebih memilih memperbaiki perahu lama daripada membuat baru.” 

Pernyataan ini memperkuat gambaran bahwa pergeseran ekonomi masyarakat tidak hanya terjadi pada nelayan, tetapi juga pada rantai ekonomi pendukungnya.

Selain itu, perubahan mata pencaharian ini juga ditopang oleh berkembangnya contoh keberhasilan dari para pengusaha toko kelontong lokal. Banyak warga yang melihat bahwa usaha toko kelontong memberikan kestabilan finansial yang tidak ditemukan dalam profesi nelayan. 

Akhmad Jasimul Ahyak, S.Pd.I, Ketua Lesbumi MWC NU Pasongsongan, menjelaskan bahwa minimnya lapangan kerja menjadi faktor kuat mengapa masyarakat berpindah ke sektor perdagangan. 

Ia menyatakan, “banyak warga Pasongsongan dan sekitarnya memilih membuka toko kelontong karena mereka melihat tetangga atau kerabat yang sukses dengan usaha tersebut.” Fenomena ini menunjukkan adanya efek domino sosial, di mana kesuksesan satu atau dua orang mampu mempengaruhi keputusan ekonomi masyarakat luas.

Artikel ini bertujuan untuk menguraikan perubahan pola bisnis masyarakat Pasongsongan, dengan fokus pada perbandingan keuntungan dan kerugian antara profesi nelayan dan usaha toko kelontong, serta prospek keberlanjutan usaha toko kelontong dalam struktur ekonomi masyarakat ke depan. 

Dengan demikian, tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai dinamika sosial-ekonomi yang terjadi, sekaligus menjadi bahan rujukan bagi penelitian dan pengambilan keputusan terkait pembangunan masyarakat pesisir.

2. Perbandingan Untung dan Rugi

2.1. Pendapatan dan Stabilitas Ekonomi

Profesi nelayan di Pasongsongan pada dasarnya memiliki potensi pendapatan yang cukup besar pada musim-musim tertentu. Ketika cuaca cerah, gelombang rendah, dan ikan melimpah, penghasilan nelayan dapat melebihi profesi lain. Namun, pendapatan ini tidak stabil. 

Dalam banyak kasus, musim paceklik, ombak tinggi, atau hujan berkepanjangan membuat para nelayan tidak dapat melaut selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Beberapa nelayan mengaku bahwa dalam kondisi tertentu, mereka pulang tanpa membawa hasil sama sekali.

Sebaliknya, usaha toko kelontong menawarkan pendapatan yang lebih stabil dan terprediksi. Penjualan kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, mie instan, sabun, dan rokok berlangsung setiap hari. 

Karena barang yang dijual merupakan kebutuhan pokok, permintaannya relatif konstan. Pemilik toko kelontong menerima pemasukan harian, sehingga lebih mudah mengatur cash flow keluarga, membayar kebutuhan rutin, atau menabung.

2.2. Risiko Pekerjaan

Menjadi nelayan memiliki risiko keselamatan yang tinggi. Cuaca buruk, kerusakan mesin perahu, dan gelombang besar adalah ancaman yang terus-menerus. Tidak jarang nelayan mengalami kecelakaan kerja, bahkan beberapa kasus berujung hilangnya nyawa. 

Selain itu, biaya operasional seperti solar, es batu, dan perawatan perahu menjadi beban yang tidak kecil.

Di sisi lain, risiko usaha toko kelontong lebih banyak berkaitan dengan perputaran modal dan perkembangan harga pasar. Risiko fisik hampir tidak ada, dan pemilik usaha dapat bekerja dalam lingkungan yang lebih aman. 

Tidak diperlukan keahlian khusus selain kecakapan berjualan dan mengelola stok. Kondisi ini membuat usaha toko kelontong lebih ramah bagi berbagai kelompok usia, termasuk ibu rumah tangga dan lansia.

2.3. Modal Awal dan Biaya Operasional

Modal membuka toko kelontong sebenarnya relatif bervariasi. Ada yang memulai dengan modal kecil hanya beberapa juta rupiah, sementara yang lain memulai dari toko besar dengan modal puluhan juta. 

Namun, modal tersebut lebih mudah dikembangkan karena keuntungannya langsung terlihat dari perputaran barang.

Sebaliknya, dunia kelautan membutuhkan modal yang lebih tinggi. Membeli perahu, jaring, mesin, serta biaya perawatan membutuhkan pengeluaran besar. Dengan menurunnya jumlah nelayan, biaya perawatan perahu justru semakin mahal karena bengkel perahu tidak seramai dulu.

2.4. Ketergantungan pada Faktor Eksternal

Pekerjaan nelayan sangat bergantung pada kondisi alam dan musim. Ketika badai, masyarakat tidak bisa melaut meskipun mereka membutuhkan uang. Sebaliknya, usaha toko kelontong tidak bergantung pada musim dan dapat dijalankan setiap hari.

3. Prospek Usaha Toko Kelontong di Pasongsongan

Prospek usaha toko kelontong dalam beberapa tahun ke depan di Pasongsongan terlihat sangat menjanjikan. Hal ini didorong oleh beberapa faktor. 

Pertama, perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan harian membuat toko kelontong tetap relevan. 

Kedua, letak geografis Pasongsongan yang cukup jauh dari pusat kota membuat masyarakat lebih memilih membeli kebutuhan di toko terdekat.

Selain itu, perubahan pola konsumsi masyarakat turut memperkuat prospek usaha ini. Masyarakat yang dahulu memiliki pola belanja tidak teratur, kini mulai terbiasa berbelanja harian atau mingguan. 

Dengan bertambahnya toko-toko baru, persaingan memang meningkat, namun juga menciptakan pasar yang lebih dinamis.

Suhartono dan para mantan nelayan lain yang kini beralih ke usaha dagang melihat masa depan yang lebih cerah di sektor ini. 

Banyak yang telah mampu memperluas tokonya atau menambah variasi barang berdasarkan permintaan pelanggan. Sementara itu, menurut Akhmad Jasimul Ahyak, tren masyarakat untuk meniru kesuksesan orang terdekat akan terus berlanjut, sehingga kemungkinan besar usaha toko kelontong akan terus bertambah dalam beberapa tahun ke depan.

4. Penutup

Pergeseran mata pencaharian masyarakat Desa/Kecamatan Pasongsongan dari profesi nelayan ke usaha toko kelontong merupakan fenomena sosial-ekonomi yang sangat signifikan. 

Pergeseran ini disebabkan oleh ketidakpastian pendapatan nelayan, tingginya risiko pekerjaan, serta semakin sempitnya lapangan kerja lain. Usaha toko kelontong muncul sebagai alternatif yang lebih stabil, aman, dan menjanjikan, terutama karena kebutuhan masyarakat yang terus meningkat dan permintaan barang pokok yang tidak pernah berhenti.

Dengan semakin banyaknya warga yang berhasil di bidang ini, profesi toko kelontong telah menjadi pilihan utama masyarakat Pasongsongan. 

Ke depan, diharapkan pemerintah desa maupun lembaga sosial dapat memberikan pelatihan manajemen usaha untuk mendukung perkembangan sektor ini agar lebih profesional dan berkelanjutan. 

Fenomena ini menunjukkan bahwa adaptasi ekonomi masyarakat pesisir adalah hal yang wajar dan dapat menjadi peluang baru bagi peningkatan kesejahteraan mereka.[sh]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Amazing! Siswa SDN Soddara 1 Pasongsongan Raih Juara III se-Madura

MWC NU Pasongsongan Hadirkan Kiai Said Aqil Siradj: Menyambut Hari Santri dengan Pencerahan untuk Umat

SDN Soddara 1 Pasongsongan Turunkan 4 Atlet di Skill and Sport Competition 03 se-Madura

Mitos Uang Bernomer 999

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Dua Siswi SDN Padangdangan 2 Ikuti Ajang ISCO MIPA 2025 di SDN Pasongsongan 2

Semua Guru dan Siswa SDN Padangdangan 2 Kenakan Busana Serba Putih Peringati Hari Santri Nasional

Prestasi Siswa SDN Panaongan 1 dalam Spelling Bee Competition Kabupaten Sumenep