Mengurai Alasan di Balik Pilihan Presiden Prabowo terhadap Program Makanan Bergizi Gratis (MBG)
Pendahuluan
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangka Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, jadi salah satu program unggulan pemerintah baru.
Program ini disebut sebagai langkah konkret untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia lewat asupan gizi seimbang, terutama bagi anak-anak sekolah dan masyarakat kurang mampu.
Tapi di balik niat baik tersebut, muncul pertanyaan kritis: mengapa negara lebih memilih membagikan makanan bergizi gratis dibanding memperkuat daya beli masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan gizinya secara mandiri?
Pengetahuan Gizi Bukan Lagi Masalah Utama
Di era digital dan keterbukaan informasi saat ini, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya makanan bergizi sudah meningkat pesat.
Melalui media sosial, penyuluhan kesehatan, hingga kurikulum pendidikan, masyarakat telah memahami apa itu gizi seimbang, bahan pangan sehat, dan cara pengolahan yang benar.
Dengan kata lain, masalah utama bangsa ini bukan terletak pada minimnya pengetahuan gizi, melainkan pada ketidakmampuan ekonomi untuk mengakses bahan pangan berkualitas.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat cenderung memilih bahan makanan murah karena penghasilan mereka rendah. Akibatnya, pilihan pangan berkualitas seringkali dianggap sebagai “kemewahan”.
Inilah akar persoalan yang seharusnya jadi fokus utama pemerintah: bukan sekadar memberi makan, tetapi memberi kemampuan untuk makan layak.
MBG: Solusi Gizi atau Strategi Politik?
Jika ditinjau dari perspektif kebijakan publik, program MBG memang tampak humanis dan populis.
Namun, di sisi lain, program ini juga rentan dipertanyakan efektivitas jangka panjangnya.
Alih-alih mengurangi ketergantungan, kebijakan bantuan langsung seperti MBG justru berpotensi menumbuhkan mental penerima bantuan, bukan pemberdayaan ekonomi.
Di sinilah muncul dugaan bahwa program semacam ini bisa jjadi bentuk pencitraan politik: pemerintah terlihat “hadir untuk rakyat” dengan membagikan bantuan, padahal akar masalah sosial-ekonomi tidak benar-benar diselesaikan.
Rakyat diberi makan, tapi tidak diberi kesempatan untuk menanam dan mengolah hasilnyahasilnya sendiri.
Alternatif Kebijakan: Ubah Bantuan Jadi Pemberdayaan
Sejatinya, jika tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan pangan rakyat, program MBG bisa dialihkan jadi program yang lebih produktif.
Misalnya, pemerintah bisa menggunakan dana besar MBG untuk menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian, perikanan, dan pengolahan pangan.
Dengan begitu, masyarakat tidak hanya jadi penerima makanan, tapi juga jadi pelaku ekonomi produktif.
Pengangguran bisa berkurang, daya beli meningkat, dan kemampuan untuk membeli makanan bergizi muncul dari hasil kerja, bukan dari bantuan.
Penutup
Presiden Prabowo mungkin memiliki niat baik dalam mengimplementasikan program MBG sebagai wujud kepedulian terhadap masalah gizi nasional.
Tapi, kebijakan yang baik seharusnya tidak berhenti pada pemberian, melainkan mendorong kemandirian.
Rakyat yang diberi makan hanya akan kenyang sesaat, namun rakyat yang diberi pekerjaan akan mampu makan seumur hidupnya.
Karena itu, penting bagi pemerintah untuk meninjau kembali arah kebijakan ini: apakah benar untuk menyehatkan rakyat, atau sekadar menjadi alat pencitraan politik yang meninabobokan masyarakat dalam ketergantungan? [sh]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.