Langsung ke konten utama

Sungai Darah Naluri (21)



Novel: Yant Kaiy

Kepada manusia yang tak tahu adat, picik, sempit wawasan, sering kurang ajar, semena-mena terhadap kaum tampak lemah. Lalu laksana mendapatkan kekaguman luar biasa, padahal sudah lama terkubur bersama impian semacam khayal belaka, tiada percuma menggantung di ayunan musim mengundang berjuta impian, lamunan, musik khayal menjelang ke pembaringan malam.

Masih sempat kukuecup gerak mereka penuh kelembutan. Tidak terbelenggu akan kebebasan-kebebasan pada seni yang kuterjemahkan lewat lubang nurani dan tempat itu telah kududuki teramat tenang. Tak bergerak lagi aku mengikuti rangkaian puitis dari mulut tak berbusa deterjen, lantaran ketenangan bagiku segala-galanya. Disinilah konsentrasiku menjumput alam pikiran cemerlang kembali bangkit bersenyawa dengan kegamangan.

" Kapan waktumu dapat kuperbaiki kembali?”

" Kau percaya aku tak dusta?"

" Entahlah, sebab aku masih seorang diri..."

" Sampai berapa jauh?"

Aku meneggeleng lamban, lemah, tanpa mengurangi kejenuhan. Aku bersua kembali dalam usia begitu gersang pada masa lalu menghangat dan membara, menghanguskan kesombongan layaknya lelaki bijak terhadap para pengikutnya. Aku ingin seperti rumput liar yang tumbuh di puncak bukit gundul, tidak bergerak walau angin kencang berhembus di sudur-sudut bukit menjulang. Meski harus terinjak-injak oleh kaki bersepatu hak tinggi dengan busana modern dan kancing berwarna keemasan, pokoknya serba antik, menarik, unik. Aku masih sanggup memikul beban tersebut. Lantaran aku dilahirkan telanjang tanpa sehelai benang buat kebanggaan masa depan...

Aku kemudian tiba di suatu tempat mirip suasana masa lalu tidak berpohon beringin rindang dan batang - batang akasia yang tak berdaun, kecuali beton besi dilapisi pasir dan semen, berdiri sombong dan soládiratasnya aus oleh kesibukan. Hasratku bergerak lamban diantara kemaluan sendiri dari iman yang kumiliki, tentunya bukan sekadar melepaskan kekalutan membuncah. (Bersambung)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Guru Honorer PAI di Sumenep tidak Terurus

Catatan: Yant Kaiy Tidak adanya rekrutmen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) bagi guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di lingkungan Dinas Pendidikan Sumenep, menambah panjang penderitaan mereka. Karena harga dari profesi mulia mereka sebagai pendidik dibayar tidak lebih dari Rp 300.000,- per bulan. Rupanya pihak pemangku kebijakan masih belum terketuk hatinya untuk mengangkis mereka dari lembah ketidak-adilan. Sekian lama guru PAI terjebak di lingkaran mimpi berkepanjangan. Impian para guru PAI ini untuk menjadi PPPK menyublim seiring tidak adanya jaminan kesejahteraan. Namun mereka tetap berkarya nyata walau kesejahteraan keluarganya jadi taruhan. Mereka tetap tersenyum mencurahkan keilmuannya terhadap murid-muridnya. Animo itu terus bersemi karena ada janji Allah, bahwa siapa pun orang yang mendermakan ilmu agamanya, maka jaminannya kelak adalah surga. Barangkali inilah yang membuat mereka tidak bergolak dalam menyampaikan aspirasinya. Mereka tidak turu

Panji Gumilang Pesohor Akhir Kekuasaan Jokowi

Catatan: Yant Kaiy Emosi rakyat Indonesia berpekan-pekan tercurah ke Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Episode demi episode tentangnya menggelinding bebas di altar mayapada. Akhirnya, lewat tangan-tangan penguasa ketenangan dan kenyamanan Panji Gumilang mulai terusik. Telusur mereka berdasar pernyataan dirinya tentang beberapa hal yang dianggap sesat oleh sebagian besar umat Islam di tanah air. Cerita tentangnya menenggelamkan beraneka berita krusial dalam negeri. Isu ketidakadilan, kasus besar menyangkut hajat hidup orang banyak menyublim di dasar laut Al Zaytun. Banyak orang bertanya-tanya, seberapa perkasa Panji Gumilang di mata hukum Indonesia. Ia bertakhta atas nama kebenaran walau kadang berseberangan jalan dengan organisasi Islam yang ada. Mungkin baginya, berbeda itu indah. Sekarang tugas penguasa menyembuhkan suasana negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Tidak ada nilai tawar.[] - Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com

SDN Panaongan 3 Layak Menyandang Predikat Sekolah Terbaik di Pasongsongan

Agus Sugianto (kanan) bersama Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Agus Dwi Saputra. [Foto: Sur] apoymadura.com  - SDN Panaongan 3 terletak di Dusun Campaka Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Lokasinya masuk pelosok dengan jalan rusak ringan. Warga masyarakatnya sebagai besar bekerja di ladang sebagai petani. Musim penghujan mereka bercocok tanam jagung. Musim kemarau masyarakat lebih banyak menanam tembakau.  Ada pula sebagian dari mereka merantau ke kota lain. Bahkan ada yang bekerja di Malaysia, mengadu peruntungan agar kesejahteraan hidup lebih baik. Etos kerja warga masyarakat cukup tinggi. Mereka sadar, putra-putri mereka paling tidak harus punya pondasi keilmuan yang cukup. Agar dalam mengarungi hidup lebih indah, sesuai impiannya. Kendati perekonomian mereka rata-rata lemah, namun masalah pendidikan anak-anaknya menjadi sebuah prioritas. Karena mereka sadar, hidup bahagia itu lebih lestari dengan ilmu. Mereka menginginkan pendidikan putra-putrinya ke tingkat p