Sungai Darah Naluri (22)
Novel: Yant Kaiy
Namun masih terdapat keping-keping duka berserakan, sulit
terhapus pada benak gelisah
berkepanjangan. Aku kemudian berkhotbah tanpa mikrofon yang dapat
membantu terselesainya kebimbangan berputar di atas ilusi senja menjingga.
Tercium semerbak wangi dari perempuan dan para
lelaki yang ada di atas meja kehormatan. Berbincang-bincang dengan alunan bahasa
lembut.
Sorot
lampu berwarna-warni membangkitkan semangat semata sebelum aku pulang menyelesaikan
tugas untuk menyapu bersih tanda tanyaku sendiri, tak terjawab oleh berita koran, artikel tabloid, opini majalah sekalipun. Mereka
lantas minum dari darah rakyat kecil tak berdosa dalam kehidupannya yang
terlalu membanggakan keegoisannya tanpa dapat ditawar-tawar lagi akan penyesalan yang
pernah membuatku jera memberikan sejumput asa.
Aku kembali bergairah menghirup peluang besar sebab aku terlahir dari kesempitan. Kembali aku tak berkata - kata lebih lincah dan manja untuk memperoleh sepotong kasih mirip polesan lipstik kepada kertas dimakan api emosi. Begitu pun aku terlahir dan besar dari kehidupan mereka; para wanita pemberi hiasan hidup menjadi keceriaan dan bahan senyun nan fana semata, tak lebih dari suatu persaingan berdesakan satu sama lainnya.
Duh... Aku tak sanggup
menyentuh hidungnya meski tak terlalu mancung itu, bergetar hatiku seketika menahan gejolak iblis bergemuruh, berderailah peluh kecil
meliuk-liuk
dalam menumpahken keraguan masa lalu tentang janji,
ikrar setia, sumpah diri yang sengaja tertuang ke dalam
tong derita dipukul nyaring beranting perjuangan, kendati akhirnya harus tetap kelam sepanjang kenyataan. Aku berputar
mengelilingi kejaran mata dari mereka. Lirikanku harus berhenti tepat sesuai guliran waktu berdentang kepada perjalanan diri tiada berbatas lagi.
Kutak memberikan kemesraan lebih dari kesederhanaan sikap, sebab pepatah kuno
banyak yang menuliskan sejarah rayuan gombal dari usangnya cinta anak manusia.
Terus terang aku paling tidak suka terhadap sikap basa-basi. Bagiku hal
itu adalah tipu muslihat penghancur kebajikan umat manusia di atas muka bumi
ini. Kalau tidak terbongkar, mungkin bisa bersembunyi terus bersembunyi. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.