Potret Pelabuhan Pasongsongan
Tengkong (perahu khas Pasongsongan tempo dulu) |
SUMENEP, apoymadura.com - Sejarah tentang pelabuhan Pasongsongan besar kemungkinan telah ada semenjak masa
kekuasaan Raja Arya Bangah yang memimpin
Kerajaan Sumenep mulai tahun 1292 – 1301 M. Arya Bangah sendiri adalah Raja
Sumenep kedua yang keratonnya berada di Banasareh. Menurut catatan sejarah
bahwa dia adalah adik Arya Wiraraja yang merupakan Raja Sumenep yang pertama.
Sebenarnya kenapa Pasongsongan
sudah dikenal pada jaman keemasan Raja Arya Bangah, itu disebabkan oleh sudah
adanya pelabuhan di daerah Pasongsongan, dan Raja Arya Bangah pernah ke
pelabuhan Pasongsongan menaiki perahu untuk sebuah perjalanan laut.
Menurut Sri
Sundari tokoh masyarakat Desa Panaongan,
para nelayan Pasongsongan pada saat itu sudah bisa membuat perahu kecil
yang kanan-kiri perahu kecil tersebut ada bambu sabagai pengaman agar tidak
mudah tenggelam bila mengarungi samudera luas. Tahan banting kendati ombak
besar menghadang dan akan terus melaju membelah laut menuju tempat tujuan. Orang Pasongsongan menyebut jenis perahu tahan
gelombang ini dengan nama tengkong.
Perahu jenis tengkong ini
menjadi kendaraan laut bagi masyarakat Pasongsongan untuk menangkap ikan dari
dulu hingga sekarang. Nelayan-nelayan Pasongsongan adalah pelaut yang sudah
terkenal tangguh karena mereka tidak jarang sebulan lebih berada di tengah laut
didalam mencari ikan.
Masuk akal, lantaran para nelayan itu kalau melaut sebagai
penggerak perahunya adalah layar dan dayung. Sementara bekal yang dibawa oleh para nelayan
tersebut yaitu buah kelapa dan gula aren. Dan cara nelayan menangkap ikan di
situ menggunakan alat pancing. Sistem menangkap ikan seperti ini orang
Pasongsongan menyebutnya dengan ‘arombheng’.
Sistem menangkap ikan
‘arombheng’ adalah seorang nelayan yang dalam menjalankan aktifitasnya di laut
ia menginap berhari-hari di tengah laut lepas.
Sedangkan ikan hasil
tangkapannya dikeringkan apabila hasil ikannya sedikit. Kalaupun ia mendapatkan
hasil ikan banyak biasanya mereka mendarat ke pulau terdekat untuk menjualnya.
Bukan dibawa pulang ke Pasongsongan.
Nama Pasongsongan mulai mencuat
ke altar sejarah semenjak Raja Bindara Saod yang sering mengunjungi
Syekh Ali Akbar di Pasongsongan. Plus tentang ketangguhan nelayan–nelayan
Pasongsongan yang telah menjadikan nama daerah itu semakin berkumandang ke
seantero pulau di nusantara.
Imbasnya ama Pasongsongan menjadi buah perbincangan sesama
nelayan dari luar daerah. Mereka akhirnya banyak menjalin persahabatan dengan nelayan-nelayan
Pasongsongan karena merasa senasib-sepenanggungan.
Faktor lain kenapa para nelayan
Pasongsongan menjadi tersohor sebagai pelaut berjiwa pemberani semenjak dahulu
kala, itu karena mereka biasanya kalau hasil tangkap ikannya kebetulan banyak hari itu, maka mereka akan
menjual ikan tersebut ke pulau yang jaraknya terdekat. Tidak jarang
pula para nelayan Pasongsongan bermalam di pulau lain untuk berangkat melaut
lagi esok harinya.
Bertolak dari sinilah pelabuhan
Pasongsongan sering kedatangan perahu-perahu dari luar daerah. Berangkat dari
sini pula Pasongsongan akhirnya menjadi pelabuhan yang tidak hanya menjadi
tempat penjualan ikan, akan tetapi bergeser fungsinya menjadi pelabuhan tempat
berniaga apa saja.
Boleh dibilang pelabuhan Pasongsongan kala itu menjadi
pelabuhan internasional karena banyak kapal-kapal dagang yang tidak hanya dari
belahan nusantara, melainkan juga banyak kapal dari Negeri Timur Tengah dan
China.
Salah satu jejak bukti sejarah
kalau orang yang berasal dari China dulu pernah menjalin hubungan dagang dengan
masyarakat Pasongsongan, yaitu adanya komunitas orang peranakan China di
Pasongsongan sampai sekarang.
Ya, sampai sekarang pun kita bisa melihat
komunitas peranakan China yang rumahnya ada di sepanjang jalan raya Pasongsongan-Sumenep.
Rumah-rumah besar dengan aksitektur khusus (berbeda dengan kebanyakan rumah warga asli Pasongsongan) yang
menunjukkan kalau mereka sempat berjaya
sekian lama menguasai perniagaan di Pasongsongan.
Kaum peranakan China ini
cukup dominan dalam mewarnai hingar-bingar perekonomian masyarakat
Pasongsongan. Mereka cukup berarti keberadaannya dalam memajukan wilayah Pasongsongan. Karena merekalah
kemakmuran masyarakat Pasongsongan mulai bergairah.
Sementara orang-orang yang dari
Negeri Timur Tengah selain berdagang, mereka juga berdakwah sambil mengajarkan
agama Islam kepada masyarakat
Pasongsongan. Tetapi orang-orang Timur Tengah (tepatnya dari Negara Mesir) lebih
condong ke penyebaran agama Islam. Pada hakikatnya mereka berdagang
karena sebagai wujud dari langkah awal untuk lebih dekat dengan masyarakat
Pasongsongan.
Langkah politik ini diambil oleh mereka karena masyarakat tidak
mungkin langsung menerima paham mereka secara serta-merta. Semuanya membutuhkan
proses sebelum mencapai hajat yang dimaksudkan. Dan ternyata kaum pendatang
yang ada di situ mampu beradaptasi dengan masyarakat lokal tanpa mengalami suatu kendala
berarti. Apalagi masyarakat Pasongsongan sudah terkenal tidak alergi dengan
kaum pendatang.
Sedangkan untuk orang-orang dari
Negara Timur Tengah juga membentuk komunitas tersendiri di daerah Desa
Panaongan-Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep dengan mendirikan pondok pesantren sebagai
wadah dari penyebaran agama Islam mereka. Pondok pesantren tersebut berkembang
cukup pesat juga seiring waktu terus bergulir. Bahkan menurut cerita dari kakek
Sri Sundari, untuk para santri yang menimba ilmu di pondok pesantren tersebut
ada yang dari Aceh dan kawasan Sulawesi serta dari beberapa daerah yang ada di
Madura. Baik dari Madura daratan ataupun kepulauan.
Dari banyak perpaduan inilah pelabuhan
Pasongsongan terus mengalami kemajuan yang super mantap. Pelabuhan Pasongsongan
menggeliat seiring waktu, menembus kisi-kisi sosial budaya, merambah ke segenap
penjuru nusantara.
Pasongsongan terus bersolek mempercantik diri menyongsong
kemakmuran warganya. Meretas jarak pemisah tanpa tedeng aling-aling lagi antara
warga pribumi dan warga pendatang. Mereka berbaur dalam hubungan kekeluargaan
yang harmonis.
Mereka bersinergi dalam karya yang nyata demi kemajuan dan
kesejahteraan bersama. Sehingga tak ada lagi sekat pemisah antara si miskin dan
si kaya, karena mereka saling mengisi antara yang satu dengan lainnya.
Pelabuhan Pasongsongan saat ini |
Pelabuhan Pasongsongan masa
lampau menjelma menjadi salah satu pintu gerbang utama dari sekian banyak
kekuatan ekonomi di wilayah Kerajaan Sumenep. Walau daerah Pasongsongan telah
menjadi pelabuhan terbesar di Madura dan menjadi aset Kerajaan Sumenep akan
tetapi Pasongsongan tidak pernah mengalami suatu peristiwa penting yang bisa
mengangkis namanya dalam tatanan sejarah monumental yang mengagumkan.
Tidak ada
ahli sejarah satu pun yang mencatatkan Pasongsongan ke dalam lembaran prasasti sejarah
sehingga bisa menyejajarkan namanya dengan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada
di belahan nusantara. Demikian pula ketika masa pemerintahan Raja Bindara Saod,
pelabuhan Pasongsongan tetap adem-ayem, tidak ada hingar-bingar yang membuatnya
menjadi lebih bernilai dan bermakna, padahal di periode ini penjajah Belanda
telah masuk ke Sumenep kendati tidak mencaploknya.
Pelabuhan Pasongsongan tetap
berdiri kokoh tidak tersentuh oleh kebiadaban tentara kolonial Belanda. Walau
menurut para pengamat sejarah yang ada di Pasongsongan sekarang,
pelabuhan Pasongsongan masa lampau sudah menjadi incaran atau target utama
pimpinan tertinggi kolonial Belanda untuk diinvasi, akan tetapi kehendak itu
tidak terwujud lantaran ada sebuah kekuatan besar yang namanya sudah terlanjur
“menghantui” bagi penjajah Belanda, yakni nama Syekh Ali Akbar.
Nama Syekh Ali
Akbar menjadi momok yang menakutkan bagi tentara Belanda karena berkat
sumbangsihnya terhadap Kerajaan Sumenep dalam
memberantas kekuatan pasukan Belanda. Tentara Belanda memang sering
diberangus dan dirontokkan oleh sebuah kekuatan lain yang ada di dalam Kerajaan
Sumenep.
Demikian pula ketika tentara
Belanda hendak menduduki Pasongsongan, Syekh Ali Akbar dan beberapa anak
buahnya yang maju ke medan laga, menghalau tidak hanya dengan adu fisik,
melainkan juga dengan kekuatan doa Syekh Ali Akbar sebagai ujung tombak yang
begitu dahsyat. Pasongsongan terbebas dari belenggu penjajahan.
Walau Syekh Ali Akbar bukan
merupakan panglima perang tetapi beliau adalah otak utama dalam beberapa
pertempuran melawan kekejian politik devide et empera, produk
politik perang Belanda jaman itu.
Adu politik dan adu strategi antar Belanda
dan Kerajaan Sumenep tak mampu menenggelamkan pelabuhan Pasongsongan ke dalam
hegemoni kekuasaan kolonial Belanda. Pelabuhan Pasongsongan tetap berdiri kokoh
seperti batu karang yang tidak mudah terhempas kendati ombak besar menerjang.
Sebab bukan hanya sekali pasukan Belanda yang menggempur Kerajaan Sumenep dari
beberapa arah terutama dari arah pelabuhan Pasongsongan lewat jalur laut, akan
tetapi tentara Belanda tidak berhasil merontokkan kekuatan Kerajaan Sumenep.
Barangkali dari sisi inilah penjajah Belanda tidak menempatkan ahli sejarahnya
untuk mencatatkan nama pelabuhan Pasongsongan ke dalam lembaran tinta emas
mereka.
Padahal mereka menyadari benar kalau pelabuhan Pasongsongan merupakan
pilar utama dalam sisi ekonomi dan telah menjadi prioritas untuk dikuasai.
Namun impian besar penjajah Belanda tidak bisa direalisasikan. Niat itu hanya sebatas
khayalan semata.
Pelabuhan Pasongsongan tetap
beraktifitas seperti biasanya, tak peduli dengan kemelut perang di luar antara
beberapa kerajaan dengan tentara Belanda. Pelabuhan Pasongsongan tidak
tersentuh sama sekali oleh keberingasan penjajah Belanda. Pelabuhan
Pasongsongan terus dibanjiri oleh orang-orang dari berbagai daerah untuk
berniaga. Mereka merasa nyaman dan aman berada di pelabuhan Pasongsongan.
Demikian pula dengan orang-orang yang menuntut ilmu agama Islam di pondok pesantren
yang ada di Pasongsongan, tidak merasa khawatir dengan adanya agresi tentara
Belanda yang bakal mengancam mereka sewaktu-waktu, karena mereka percaya dan
yakin jika masih ada sosok Syech Ali Akbar semuanya dalam situasi dan kondisi
aman terkendali.
Pada masa penjajahan Jepang ke
Indonesia, Desa Panaongan pernah
dijadikan tangsi atau barak oleh tentara Jepang. Karena penjajah Jepang
memahami benar akan fungsi dan manfaat pelabuhan Pasongsongan kala itu. Mereka
mengambil alih kendali atas pelabuhan. Kapal laut tentara Jepang menjadi
leluasa mendaratkan kapal-kapalnya. Tidak ada yang bisa mencegah.
Sri Sundari, kekejaman tentara Jepang
telah merusak tatanan kehidupan masyarakat Pasongsongan yang agamis. Semenjak
itulah kebesaran pelabuhan Pasongsongan sedikit demi sedikit mulai suram.
Tenngelam seiring waktu sampai akhirnya hanya tinggal kenangan manis. In
memoriam pelabuhan Pasongsongan.
Namun belakangan ini pelabuhan
Pasongsongan mulai dilirik lagi oleh pemangku kepentingan. Pada tahun 2004 pemerintahan
provinsi Jawa Timur menggelontorkan dana
cukup besar dalam pembangunan pelabuhan Pasongsongan. Pada tanggal 3 Juli 2013
Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Soekarwo, meresmikan pelabuhan Pasongsongan.
Pelabuhan Pasongsongan untuk saat sekarang adalah sentra aktifitas
kegiatan perikanan tangkap terbesar di wilayah Pulau Madura. Nama pelabuhan ini
menjadi Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai Pasongsongan dan
kabarnya menjadi pelabuhan terbesar di seluruh Madura.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.